Berita Buleleng

Kasus Pementasan 2 Sekaa Gong Legendaris, Pemkab Buleleng Sampai Gelar Guru Piduka

Pada penampilan pertama, kedua sekaa gong itu sukses menghibur masyarakat yang hadir.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Dinas Kebudayaan Buleleng saat ngaturang guru piduka di Pura Pengaruman, Banjar Paketan, Desa Adat Buleleng, Minggu 31 Maret 2024. Dua warga yang tiba-tiba kerauhan. 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Dua sekaa gong kebyar legendaris asal Buleleng, yakni Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya Banjar Paketan dan Sekaa Gong Kebyar Jaya Kusuma Desa Jagara membubarkan diri daam acara Malam Kebersamaan serangkaian HUT ke-420 Kota Singaraja, Sabtu 30 Maret 2024.

Mereka memilih untuk menyudahi pementasannya lantaran kecewa dengan kinerja panitia penyelenggara yang dianggap kurang profesional.

Padahal untuk tampil, dua sekaa itu membawa sejumlah perangkat gong yang disakralkan.

Jadwal dua sekaa gong ini harusnya tampil dua kali di GOR Bhuana Patra Singaraja.

Baca juga: 40 Bilah Gong Milik Pura Dalem Desa Adat Banyuasri Disikat Maling, Kerugian Capai Rp 20 Juta

Yakni sebelum acara penutupan Malam Kebersamaan dimulai, serta tampil mabarung.

Pada penampilan pertama, kedua sekaa gong itu sukses menghibur masyarakat yang hadir.

Kemudian acara dilanjutkan dengan seremonial seperti sambutan dari Pj Bupati Buleleng serta pemotongan tumpeng.

Namun usai acara seremonial itu, kedua sekaa gong yang harusnya tampil mebarung itu tak kunjung diberikan panggung.

Merasa kecewa akan hal tersebut, kedua sekaa ini pun memutuskan untuk pulang dan mengangkut perangkat gongnya menggunakan mobil pikap.

Atas kejadian ini, Pemkab Buleleng melalui Dinas Kebudayaan terpantau melaksanakan upacara guru piduka, sebagai wujud permohonan maaf pada Minggu 31 Maret 2024.

Upacara guru piduka dilaksanakan di Pura Pengaruman, Banjar Paketan, Desa Adat Buleleng, serta di Pura Bale Agung Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan.

Upacara tersebut dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika.

Bahkan dalam proses upacara guru piduka di Pura Pengaruman, terlihat ada dua warga yang tiba-tiba kerauhan.

Seorang wanita tampak pingsan dan menari di areal pura.

Sementara satu orang pria tiba-tiba menangis sambil mengangkat kedua tangannya.

Koordinator Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya I Gede Arya Septiawan mengatakan, pihaknya sebagai pegiat dan pelestari seni gong kebyar legendaris merasa kecewa.

Sebab jadwal pementasan berubah-ubah.

Kata dia, panitia penyelenggara juga terkesan lebih banyak memberikan panggung untuk pementasan seni modern (band).

Akhirnya secara spontanitas dua sekaa gong itu memutuskan untuk membubarkan diri.

"Kami tidak dipentaskan sesuai harapan kami. Kami terkesan bengong melihat seni modern yang pentas di depan mata kami. Kami ini pegiat seni tradisional yang membawa nama Bali ke mancanegara, namun kemarin hanya bengong dan terdiam, yang bisa memberikan tempat terhormat buat kami adalah Pesta Kesenian Bali (PKB)," keluh Arya.

Ia mengatakan, untuk tampil dalam memeriahkan HUT Kota Singaraja ini, pihaknya sejatinya telah membawa beberapa perangkat gamelan tua yang disakralkan, seperti gong gantungan dan gong reong yang dilinggihkan di Pura Pengaruman.

Bahkan sebelum pentas pihaknya juga telah menjalani prosesi upacara adat.

"Sesuhunan kami tetakson kesenian, jadi kami tidak bisa mencampakan ketika ada pementasan. Harus terikat antara sekala dan niskala. Gong yang disakralkan ini kami kurang tahu persis tahun berapa ada. Namun Pura Pengaruman ini diperbaiki tahun 1906, tentu pratima dan pralingga itu sudah ada lebih dulu sebelum pura ini diperbaiki," jelasnya.

Arya mengatakan, pihaknya tidak ingin menyalahkan siapapun atas adanya kejadian ini.

Ia juga meminta maaf kepada seluruh masyarakat yang tidak dapat melihat penampilan Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya mabarung dengan Sekaa Gong Kebyar Jaya Kusuma.

Tanda-tanda Masalah

Sedangkan Koordinator Sekaa Gong Kebyar Jaya Kusuma, Nyoman Arya Suryawan mengatakan, niat untuk batal tampil sejatinya sudah muncul pada siang hari.

Saat hendak check sound sekitar pukul 12.00 Wita, panitia tidak memberikan izin dengan alasan ingin mendahulukan artis Ibu Kota yang juga dihadirkan untuk memeriahkan HUT Kota Singaraja.

Sementara anggota sekaa yang dihadirkan pihaknya, kata Suryawan, merupakan seniman legenda berusia 80 hingga 87 tahun, yang memiliki semangat tinggi untuk memperkenalkan gong kebyar asal Desa Jagaraga.

"Saya bilang, saya juga artis Bali pak. Ini ada lomba mabarung. Saya ngambul turun dari panggung dan meminta anggota sekaa untuk merias. Lalu jam lima sore kami diminta untuk standby, kami siap-siap,'' jelasnya.

''Kemudian kami sempat pentas satu kali, selanjutnya ada acara lain-lain. Enggalan emosi, pragat band-band gen itungange ada fashion show juga. Kami itu sekaa gong legenda, anak lingsir ketowange. Panas lah kami, kami bubar saja. Band-band gen ajumange, kalau begitu jangan mengundang gong legend," sambungnya.

Suryawan menyebut untuk pentas Sabtu malam kemarin, pihaknya juga menurunkan beberapa perangkat gamelan yang disakralkan yang distanakan di Pura Desa Adat Jagaraga.

Bahkan sebelum pentas, Suryawan mengaku sempat berdoa dan meminta restu kepada leluhurnya Gde Manik yang merupakan seorang maestro gong kebyar.

"Kami sangat kecewa, saya sing demen keneange. Tolong hargai seniman-seniman legendaris. Kalau mau bikin acara, harus profesional. Jamnya harus pasti karena persiapan kami panjang, harus merias juga. Jangan pentaskan berbarengan dengan band, karena soundnya saja sudah berbeda. Tempatnya harus dibedakan," katanya. (rtu)

Pj Bupati Minta Maaf

Penjabat (Pj) Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana mengatakan, pihaknya berupaya memberikan ruang untuk para seniman dan musisi untuk tampil dalam memperingati HUT Kota Singaraja tahun ini.

Terkait adanya kejadian ini, ia meminta maaf dan berjanji akan menjadikannya sebagai bahan evaluasi kedepan.

"Kami memang harus menyadari, sebagus apapun yang dirancang pasti ada saja yang perlu disempurnakan. Kami juga sangat menghormati nilai-nilai budaya adiluhung dengan keberadaan sekaa gong yang juga sarananya sudah ratusan tahun,'' jelasnya.

''Selain minta maaf, saya juga minta supaya Disbud untuk menyelesaikan dengan ngaturang guru piduka. Saya tidak menyalahkan siapa-siapa, karena panitia sudah bekerja keras siang dan malam. Ini jadi dasar kami evaluasi kedepan," sambung dia.

Lihadnyana mengaku akan menindaklanjuti saran dari para seniman untuk tidak menggabungkan penampilan seni tradisional dengan seni modern.

Meski sebelumnya pementasan digabung dengan tujuan untuk memperkenalkan kesenian tradisional kepada para anak muda.

"Tapi dengan kenyataan ini, kami akan evaluasi dan sesuaikan lagi kontennya. Kami tidak takut dan tidak malu untuk meminta maaf. Ini evaluasi sangat penting dan kedepan kami jadikan perbaikan. Ini adalah kejadian pertama dan terakhir," tandasnya. (rtu)

Kumpulan Artikel Buleleng

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved