Pelebon Tjokorda Bagus Santaka di Ubud

Palebon Tjokorda Santaka di Ubud Bali, Libatkan 4.000-an Krama Adat, Cok Wah Persembahkan Lembu Ungu

Pelebon Tjokorda Bagus Santaka dari Puri Agung Ubud, Cok Wah mengatakan, mendiang Cok Santaka merupakan kakak tertuanya.

|
Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Lembu tangi dalam pelebon di Puri Agung Ubud saat ditaruh di barat Pasar Tematik Ubud, Gianyar, Bali, Rabu 10 April 2024 - Pelebon Tjokorda Santaka di Ubud Bali, Libatkan 4.000-an Krama Adat, Cok Wah Persembahkan Lembu Ungu 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Pelebon mendiang Tjokorda Bagus Santaka dari Puri Saren Kauh, Puri Agung Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali akan berlangsung pada Minggu 14 April 2024.

Sejak beberapa hari ini, sarana petulangan telah dipajang di depan Puri Agung Ubud.

Seperti lembu tangi atau lembu berwarna ungu dan naga banda.

Hal tersebut pun menjadi pusat perhatian.

Baca juga: Pelebon Puri Peguyangan: Layon AA Sagung Istri Parcinti Telah Bergerak Menuju Setra Ageng, Denpasar

Terlebih lagi letak menaruh petulangan ini sangat estetik, yakni di sebelah barat Pasar Tematik Ubud.

Bahkan setiap malam, warga lokal terlebih lagi wisatawan, banyak yang 'nongkrong' di sana, mengabadikan momen dalam kamera handphone.

Tjokorda Ngurah Suyadnya atau karib disapa Cok Wah mengatakan, mendiang Cok Santaka merupakan kakak tertuanya.

Semasa hidupnya, mendiang dikenal low profil.

Selain itu, beliau juga menerapkan sifat air dalam kehidupan sehari-hari.

"Beliau sosok yang low profil, tidak begitu ingin menonjol. Beliau hidup serba santai. Kebetulan beliau yang melanjutkan perjalanan ayah sebagai indigo," ujar Cok Wah.

Dikarenakan kakaknya tersebut merupakan seorang indigo, dalam pelebon ini, dirinya mempersembahkan lembu berwarna ungu.

Sebab diketahui, ungu merupakan salah satu warna yang identik dengan indigo.

"Kalau kita berbicara soal indigo, itu identik dengan warna ungu. Kebetulan saya sebagai adik terkecil juga gemar dengan warna ungu, jadi saya persembahkan sesuatu dengan warna ungu," ujarnya.

Selain itu, Cok Wah juga mengatakan ada spirit positif pada warna ungu.

Kata dia, di Bali warna ungu disebut tangi. Kata tangi juga memiliki makna lain, yakni bangun.

Melalui lembu tangi ini, pihaknya ingin mengajak keluarga yang ditinggalkan agar tidak terus-menerus larut dalam kesedihan.

"Dalam bahasa Bali, ungu adalah tangi, tangi juga berarti bangun. Jadi, dalam suasana sedih, dalam suasana keterpurukan kita tidak boleh terlalu larut untuk down, kita harus bangkit dan harus metangi. Semuanya pasti berlalu dengan baik, jadi saya persembahkan yang terbaik untuk kakak," ujarnya.

Terkait prosesi pelebon, Cok Wah mengatakan, petulangan, seperti lembu, bade, naga banda dan iringin seni budaya, akan berjalan dari catuspata Ubud menuju Setra Dalem Puri di Banjar Tebesaya, Desa Peliatan, Ubud di atas pukul 12.00 Wita.

"Prosesi ke setra setelah jam 12. Dalam hal ini kita libatkan 11 banjar adat, dan astungkara saya juga meminta bantuan wong samar. Mudah-mudahan berjalan dengan baik, mohon doa restunya," ujar Cok Wah.

Adapun banjar adat yang terlibat dalam pelebon ini, mulai dari Banjar Bale Agung Ubud (terdiri dari 4 banjar), Banjar Bentuyung Sakti, Banjar Taman Kelod, di mana banjar-banjar ini merupakan banjar pokok dari Puri Agung Ubud. Lalu ada Banjar Junjungan, Banjar Tegalantang. Juga ada Banjar Gagah Tegalalang dan Pejengaji Tegalalang. Terakhir Banjar Abianseka di Desa Mas, Ubud.

"Krama yang terlibat kurang lebih 4.000-an. Peran masyarakat dalam pelebon sangat luar biasa. Sebenarnya, banjar yang mengusulkan untuk ngayah sangat banyak. Tapi karena keterbatasan tempat, sehingga kami sepakati 11 banjar saja," ujar Cok Wah. (*)

Kumpulan Artikel Gianyar

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved