Pilkada 2024

Pilkada Badung 2024, Ketua KPU Badung: Partisipasi Pemilih Sebaiknya Lebih

KPU Kabupaten Badung menyambut positif gaung Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang mulai menghangat.

Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Komang Agus Aryanta
Ketua KPU Kabupaten Badung, Gusti Ketut Gede Yusa Arsana - Pemilu 2024, KPU Badung Catat 89,50 Persen Partipasi Masyarakat Datang ke TPS 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - KPU Kabupaten Badung menyambut positif gaung Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang mulai menghangat.

KPU menilai kondisi ini memberi dampak pada antusiasme pemilih mencoblos pasangan calon (Paslon).

Berikut penjelasan Ketua KPU Badung Gusti Ketut Gede Yusa Arsana pada wawancara khusus bersama Pemimpin Redaksi (Pemred) Tribun Bali, I Komang Agus Ruspawan di kantor KPU Badung, Selasa (23/4).

Berikut lanjutannya:

Baca juga: PILKADA 2024! Ketum PDIP Kumpulkan Semua Kader Bangun Semangat Menangkan Pemilu

Mengenai target partisipasi dengan mulainya menghangat mesin politik di Badung?

Dengan mulai bergerak mesin politik, diharapkan berdampak positif pada partisipasi pemilih.

Bahkan nanti untuk Pilkada ini dengan situasi yang menghangat di Badung target kami harus berkaca dari pileg kemarin.

Pada lileg kita bisa mencapai 87 sampai 88 persen, bahkan hampir 89 persen. Nah harusnya pada pilkada dengan memilih Bupati itu harusnya paling tidak sama dengan itu.

Mengapa harus sama? karena yang dipilih ini langsung pemimpinnya termasuk juga ada pemilihan Gubernur.

Harusnya masyarakat hadir ke TPS dalam hal ini. Namun untuk bisa mencapai semua itu tentu bukan pekerjaan mudah, tapi tetap kita akan terapkan pola atau dasar yang sudah berjalan seperti penetapan pemilih.

Penetapan sebagai pemilih itu asasnya adalah siapapun dengan administrasi kependudukan di Kabupaten Bandung harus kami catat sebagai pemilih di Bandung entah dia masih tinggal di Bandung atau tidak, itu tidak menjadi catatan tersendiri kecuali memang KTP-nya sudah pindah.

Artinya pasti akan ada orang pegang KTP Badung, tetapi orangnya sudah tidak tinggal di Badung.

Dengan kasus ini akan ada keengganan untuk melepas status kependudukan di Badung karena ada jaminan sosial, dan ada banyak hal yang memungkinkan mereka harus di Badung.

Masalah seperti ini yang menjadi catatan kami, sehingga kami akan maksimalkan.

Misalnya kalau tidak ada di Badung, kita harus tahu dia di mana kemudian memberitahunya supaya hadir di Pemilu.

Bagaimana nanti memberitahunya tentu harus ada pola berbeda ini yang saya lihat menjadi tugas penyelenggara berat.

Baca juga: Jika Direkomendasi PDIP, Ketut Suiasa Siap Maju di Pilkada Badung: Saya Tegak Lurus

Bahkan meskipun pilkada tanggal 27 November 2024, namun kami sudah dari sekarang berpikir dan mengatur pola agar mereka mau hadir ke TPS.

Harus ada strateginya untuk menghadirkan mereka. Apakah dari Tim Sukses paslon yang juga bergerak karena kalau tanpa itu mungkin sedikit yang datang karena kepentingan KPU relatif lebih sedikit.

Tetapi kalau paslon kan dia ada kepentingan politik tersendiri untuk ada hubungan emosional dengan calonnya. Nah ini harus kita bangun jadi menjadi linier.

Jadi kalau menghangat politiknya secara positif kan harusnya tim Sukses ini mencari pemilihnya supaya dia dapat hadir dan memberikan suara ke TPS.

Kalau dibandingkan pilkada sebelumnya, partisipasi pemilih di Badung seperti apa?

Kalau di Pilkada kemarin atau 2019, di Badung cukup tinggi, bahkan kita mencapai 87 persen. Hanya saja saat itu calon tunggal.

Namun kini harusnya kalau calonnya lebih dari satu logikanya partisipasi pemilih harus naik, apalagi berbarengan juga dengan gubernur harusnya dia partisipasi lebih tinggi dari Pilkada kemarin.

Tetapi terus terang harapan kami sebetulnya paling tidak target partisipasi bisa sama dengan pilkada sebelumnya.

Namun kalau kita bisa sama atau lebih misalnya untuk Badung, tentu juga sangat bagus, karena sebelumnya partisipasi kita nomor 2 di Bali setelah Gianyar.

Nah kira-kira untuk tantangan di Pilkada nanti seperti apa? Apa mungkin sudah bisa mulai dipetakan atau bagaimana?

Dulu penyelenggara itu agak santai, karena berpikir calon tunggal. Jadi sekarang kalau misalnya kita kalkulasi jumlah kursi dengan jumlah partai politik yang memperoleh kursi itu kemungkinan sekarang ada dua calon.

Namun kalau dua calon nanti tentu kita di penyelenggara seringkali meminta kepada teman-teman dan mengharapkan bagi penyelenggara untuk benar-benar bisa menunjukkan netralitas integritas.

Berbeda dengan calon tunggal atau calon yang lebih dari dua yang minim akan menyalahkan penyelenggara.

Sehingga kedepan akan kita tekankan kepada penyelenggara, apa yang tidak boleh dilakukan kepada calon.

Misalnya kita berfoto dengan gaya tanda tangan yang mengarah ke satu pasang calon sudah tidak boleh. Kemudian di jalan misalnya atau ketemu dengan calon tidak boleh dekat sementara.

Nanti sambil ngopi ada orang mau foto juga tidak boleh. Ini kan harus betul-betul dipahami oleh kawan-kawan kita di tingkat bawah.

Termasuk juga memakai warna baju, nomor-nomor tanda-tanda apa dianggap sebagai serong kanan atau serong kiri ini kan yang harus kita hindari.

Apakah sudah ada pemetaan daerah-daerah khusus yang mendapat atensi dari KPU atau pihak keamanan yang merupakan wilayah rawan?

Untuk wilayah rawan, kami sebetulnya dengan pihak kepolisian dan TNI, dengan Pak Dandim dengan Pak Kapolres pasti sudah diatensi khusus.

Baca juga: Jika Direkomendasi PDIP, Ketut Suiasa Siap Maju di Pilkada Badung: Saya Tegak Lurus

Namun kalau dari KPU yang bisa disampaikan adalah semua daerah itu ada kerawanannya, tetapi tingkat kerawanan masing-masing berbeda.

Namun kerawanan itu teropongnya ada di kepolisian. Misalnya di daerah itu ada calon wakil atau calon bupati. Kemudian di daerah di sana juga ada dekat dengan dukungan dari calon yang lain. Mungkin itu akan dianggap rawan.

Namun kalau kemarin dibilang rawan, saat di satu tempat yang ada dua calon dari partai yang berbeda atau dengan partai yang sama pun itu dianggap rawan.

Namun kalau sampai lebih dari itu rawan. Untuk mengantisipasi semua itu kami tetap berkomunikasi dengan kepolisian.

Tentu mereka dengan basis data sebelumnya akan tahu situasi.

Selain berkoordinasi dengan kawan-kawan kepolisian dan TNI yang tidak kalah penting juga dengan Kesbangpol sebagai pemangku kepentingan tentang perkembangan atau pertumbuhan situasi politik dan keamanan di tingkat kabupaten.

Ini juga mempunyai informasi-informasi yang cukup detail karena mereka bisa langsung ke bawah seperti kepala lingkungan. Jadi semua ini kan koordinasi yang harus dibangun terus demi terjaganya kondisi di Bandung yang betul-betul di BADUNG (Bersih Aman Damai dan Unggul).

Jadi Kenapa saya taruh unggul terakhir karena dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tertinggi di Bali harusnya di Badung paling unggul di antara yang lain termasuk penyelenggaraan pemilu.

Harapan KPU Badung kedepan seperti apa?

Pertama tentu kami berharap nanti masyarakat berbondong-bondong datang ke TPS pada 27 November.

Semua itu harus untuk kita berpartisipasi secara aktif, karena konon menurut salah satu filsuf Jerman mengatakan buta yang paling buruk itu adalah buta politik.

Sejatinya, orang Golput ada dua yakni yang pertama Golput karena pilihannya meragukan.

Mereka tidak memilih karena ideologis mereka merasa kalau mencoblos nanti salah memilih sehingga memilih tidak hadir. Begitu juga yang kedua Golput secara administrasi.

Secara administrasi. Maksudnya, misalnya orang berusia 17 tahun belum rekam KTP, belum punya KTP elektronik. Jadi tidak bisa hadir ke TPS.

Sehingga semua ini yang kita terus sosialisasikan bahwa penting untuk menyelesaikan administrasi kependudukan dulu supaya bisa menjadi pemilik administrasi kependudukan.

Namun sejatinya masalah itu ada pada pemilih sendiri. Kalau pemilihnya juga tidak aktif kami mensosialisasikan berbuih-buih pun juga tidak ada artinya.

Kadang-kadang mereka mau aktif baru satu hari dua hari menjelang pemilihan. Padahal persiapan pemilu itu juga setahun, termasuk di antaranya persiapan data pemilih. Sehingga pemilih harus menyadari betul, kami pun berharap mereka semua datang ke TPS memberikan suaranya bukan kepentingan KPU tapi kepentingan kita di Badung.

Sehingga sebagai masyarakat Badung yang punya tanggung jawab terhadap Badung untuk menjalankan suksesnya kepemimpinan.

Apalagi kebetulan Bupati sekarang sudah dua kali periode tentu akan ada pejabat baru.

Sehingga kita semua yang harus punya kesadaran untuk membangun Badung secara bersama-sama. (gus)

>>> Baca berita terkait <<< 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved