Kebakaran di Bali
PILU, Kakak Beradik Asal NTT Tewas, Korban Tewas Kebakaran Gudang LPG di Denpasar Jadi 5 Orang
Korban meninggal dunia akibat kebakaran gudang elpiji maut di Jalan Cargo Taman 1 Denpasar, Minggu (9/6), bertambah menjadi 5 orang.
TRIBUN-BALI.COM – Korban meninggal dunia akibat kebakaran gudang elpiji maut di Jalan Cargo Taman 1 Denpasar, Minggu (9/6), bertambah menjadi 5 orang.
Dua korban tewas terakhir adalah kakak beradik Petrus Jewarut alias Ernus (31), laki-laki yang meninggal dunia, Selasa (11/6) pukul 21.30 Wita dengan luka bakar 80 persen.
Dan adiknya Robi Aprianus Amput (23), laki-laki yang meninggal dunia, Rabu (12/6) pukul 10.30 Wita dengan luka bakar 87 persen.
Hal tersebut disampaikan oleh Dewa Ketut Kresna selaku Kasubag Humas RSUP Prof Ngoerah, Rabu (12/6). “Iya up date hari ini ada tambahan yang meninggal. Jadi yang meninggal 5 orang,” jelas Dewa.
Saat ini pasien yang masih dirawat berjumlah 11 orang di Burn Unit ICU RSUP Prof Ngoerah. Sebelumnya, korban meninggal dunia akibat kebakaran di gudang penyimpanan elpiji di Jalan Cargo Denpasar ada tiga orang.
Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang RSUP Prof Ngoerah, dr Affan Priyambodo mengatakan, RSUP Prof Ngoerah sejak 9 Juni 2024 telah merawat 16 pasien korban luka bakar dengan saat ini dalam perawatan 13 orang.
Baca juga: IRONI Kebakaran Gudang Gas Elpiji Jalan Kargo Saat Kelangkaan Terjadi, YLPK Harap Kasus Ini Diusut!
Baca juga: TRAGEDI Izanwadi Tertimbun Tanah Galian Sedalam Satu Meter Langsung Dilarikan ke Puskesmas Kintamani

Sementara 12 orang mendapatkan perawatan dengan dipasang jalan napas dan satu orang tidak.
“Dari 16 tersebut 3 orang sudah meninggal dunia. Pada tanggal 10 Juni pukul 01.30 wita satu orang meninggal, 10 Juni pukul 13.45 wita orang kedua dan 11 Juni 03.15 Wita orang ketiga,” jelas dr Affan pada jumpa pers, Selasa (11/6).
Jenazah kakak beradik itu dipulangkan oleh kerabat untuk dimakamkan di kampungnya di Mompol, Desa Golo Lajang, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Bernat, selaku kerabat kedua korban mengakui bahwa korban memang kakak beradik berdasarkan cerita keluarga mereka. Dan betul mereka bekerja di tempat yang sama.
“Tapi saya tidak tahu kronologinya bagaimana. Saya tahu kalau kakak sudah meninggal pertama kali, saya dapat informasi jam 21.00 malam. Maka saya langsung datang ke Forensik (RSUP Prof IGNG Ngoerah Denpasar, Red). Kami sampai pagi berangkat ke sini jam 11.00 ke Bandara dan jadwal keberangkatan jam 15.30 sore (Rabu, Red),” kata Bernat saat ditemui di Forensik RSUP Prof Ngoerah, Rabu (12/6).
Bernat menjelaskan, begitu ia dan kerabat lainnya mengurus jenazah Ernus ke pintu detektor Kargo Bandara, ia mendapatkan informasi bahwa adik Ernus juga telah meninggal. Lantas Bernat kembali ke RSUP Prof Ngoerah untuk mengurus jenazah adik Ernus.
“Adiknya lagi proses mempersiapkan dokumen yang perlu disiapkan untuk keberangkatan besok mungkin jam 08.00 diberangkatkan ke kampung halaman,” imbuhnya.
Untuk biaya kepulangan kedua korban Bernat telah melakukan diskusi dengan keluarga dan perusahan tempat kedua korban bekerja. Kata Bernat, perusahaan siap mem-backup biaya dari rumah sakit sampai kampung halaman.
Namun perusahaan hanya mampu menanggung 2 penumpang. “Sebagai keluarga, kami tidak memaksa, tapi ini suara hati kami tetap bertanggung jawab untuk dua mereka yang mendampingi,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah perusahaan sempat bertemu keluarga korban, kata Bernat, perwakilan dari perusahaan tempat korban bekerja sudah menemui keluarga korban, Selasa malam. Terkait kompensasi atas kejadian ini, Bernat mengatakan, pihaknya dan keluarga korban tidak pernah menuntut kompensasi.
“Saya bilang seberapa kemampuan mereka jangan tolak, karena ini bukan kehendak kita ini kecelakaan kerja. Syukur perusahan terlibat,” ujarnya. Kata Bernat, perusahaan gas tersebut janji memberikan santunan untuk keluarga korban yang akan ditransfer melalui rekening bank.
Almarhum Petrus Jewarut (Ernus) meninggalkan satu orang istri yang sedang mengandung anak keduanya dan satu orang anak berusia 3 tahun. Istri Ernus baru saja pulang ke kampung halamannya dua bulan lalu. Sedangkan adiknya, yakni Robi Aprianus Amput belum menikah.

Sementara itu, dari delapan korban luka bakar pada kebakaran hebat di gudang CV Bintang Bagus Perkasa milik Sukojin (46) warga Denpasar itu sempat dilarikan ke RSUD Mangusada Badung. Tujuh di antaranya dirujuk ke RSUP Ngoerah, dan 1 korban masih dirawat di RSUD Mangusada.
Dirut RSD Mangusada, dr Nyoman Darta mengakui sebelumnya delapan korban dilarikan ke RSUD Mangusada. Hanya saja karena di Mangusada tidak memiliki ruangan atau pelayanan terkait luka bakar, tujuh pasien dirujuk ke RSUP Prof Ngoerah. "Hari Minggu (9/6) itu sudah langsung kita rujuk ke RSUP Prof Ngoerah atau dikenal dengan Sanglah," ujarnya.
Namun sampai saat ini pihaknya mengaku masih ada satu pasien yang dirawat. Bahkan karena kondisi pasien stagnan atau tidak ada perkembangan, rencananya akan dirujuk juga ke RSUP Prof Ngoerah. "Kita akan rujuk pasiennya, karena kita kan tidak punya ruang pelayanan untuk luka bakar.
Jadinya kita harus rujuk," jelasnya. Kapan akan dirujuk, dr Darta mengaku menunggu kesiapan RSUP Prof Ngoerah. Mengingat saat ini kondisi masih stabil, namun harus perlu penanganan khusus. "Kalau sekarang siap (RSUP Prof Ngoerah, Red), sekarang kita rujuk. Mengingat kami belum memiliki fasilitas menangani pasien khusus luka bakar," katanya. (sar/gus)
YLPK Bali Minta Kasus Diusut
TERBAKARNYA gudang elpiji di Jalan Cargo Taman 1, Denpasar dinilai sebagai peristiwa ironis. Pasalnya belakangan masyarakat, khususnya di Kota Denpasar, sedang kesulitan mendapatkan elpiji 3 kg.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali, Putu Armaya meminta aparat penegak hukum (APH) menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam dugaan pengoplosan elpiji di gudang yang terbakar di Jalan Cargo Taman I, Ubung.
"Kalau terjadi pengoplosan, kasih tindakan tegas. Tindak tegas. Oknum-oknum polisi yang bermain tindak tegas juga, misalnya oleh Propam. Jadi diawasi. Masalah gudang terdaftar atau tidak, saya tidak tahu. Itu kebijakan Pertamina. Tapi apapun yang terjadi, yang melanggar hukum, tindak saja. Sekarang kan kewenangan Pertamina," kata Armaya, Rabu (12/6).
Dia mengatakan, jangan sampai kasus dugaan pengoplosan tanpa pengawasan ketat sehingga orang leluasa menggunakan elpiji 3 kg bersubsidi yang menyebabkan terjadinya kelangkaan. Bila perlu, menurutnya, pengawasan dilakukan seminggu atau dua minggu sekali.
“Kita awasi. Jangan cuma buat aturan, tapi begitu ada kebijakan baru yang mengharuskan membeli dengan KTP yang mana ujungnya terjadi kelangkaan. Sebelum kebijakan dilakukan, kelangkaan di mana-mana. Sulit orang cari gas. Kan kasihan masyarakat babak belur. Dibikin ribet beli gas 3 kg. Jangan sampai tidak ada pengawasan. Kebijakan yang diterapkan saya yakin akan sia-sia. Ujung-ujungnya masyarakat menengah ke bawah jadi korban. Sulit mencari gas. Tidak bisa memasak. Babak belur cari gas. Kan kasihan," tandasnya.
Dia meminta, kedepannya agar ditindak tegas pihak-pihak yang memang ada unsur pengoplosan dan tidak terdaftar. Laporkan pada APH. Begitu juga dari pihak Polri, tegakkan aturan para pengoplos elpiji "Jangan pandang bulu. Jangan biarkan terjadi kelangkaan di masyarakat. Hak masyarakat pra sejahtera itu dirampas oleh oknum pengusaha yang menggunakan elpiji 3 kg yang seharusnya tidak mereka gunakan," ujarnya.
Pada Keputusan Menteri ESDM nomor 37 tahun 2023 telah ditegaskan bahwa yang berhak menggunakan elpiji 3 kg yaitu rumah tangga prasejahtera, UMKM, nelayan dan petani sasaran. Maka, di luar dari kelompok tersebut diharapkan tidak menggunakan.
"Siapa yang tidak boleh menggunakan LPG 3 kg? Hotel jangan sampai menggunakan LPG 3 kg, restoran, laundry/binatu, las, pembatikan, peternakan, tani tembakau, agar jangan menggunakan. Maka dari penyalurannya harus diawasi ketat di Bali," ujarnya.
Menurutnya, ke depannya penyaluran elpiji 3 kg harus diawasi lebih ketat. Pertamina diharapkan tidak hanya menerapkan kebijakan penggunaan KTP pada setiap pembelian 3 kg, tapi juga disertai dengan pengawasan dan penindakan yang tegas.
"Kebijakan Pertamina dengan mewajibkan penggunaan KTP itu hanya pendataan by name by address, tapi klasifikasinya kan sudah jelas . Karena dari dulu kebijakan yang dibuat tidak tegas sehingga elpiji 3 kg salah sasaran," ungkapnya.
Menurutnya, yang jadi korban dari permainan ini adalah masyarakat pra sejahtera. "Kasihan masyarakat mengalami kelangkaan. Padahal masyarakat disuruh membeli dengan KTP sekaligus didata. Jangan aturannya hangat-hangat tahi ayam," katanya. (sar)
Kriminolog Unud Desak Polda Bali Usut Tuntas
KRIMINOLOG Universitas Udayana (Unud) Bali, Prof Rai Setiabudhi turut angkat bicara mengenai kasus kebakaran gudang elpiji yang diduga menyimpan kejanggalan menjadi tempat praktik pengoplosan gas elpiji subsidi ke nonsubsidi.
Saat dihubungi Tribun Bali, Rabu (12/6), Prof Rai mengaku mengikuti isu-isu kelangkaan elpiji. Ia menyoroti dugaan pengoplosan itu harus benar-benar diusut tuntas dan transparan, apalagi menyebabkan belasan korban luka bakar dan 5 di antaranya tewas. Tak berhenti di situ, dampak dari pelaku pengoplosan elpiji ini juga menyebabkan keresahan di masyarakat karena mengakibatkan kelangkaan di pasaran.
Memang dari hitung-hitungan, para pelaku pengoplosan ini bakal mendapat keuntungan lebih dari bisnis gelap yang "menggiurkan" tersebut. Sebagai kriminolog, Prof Rai menegaskan pengoplosan itu merupakan perbuatan kejahatan atau kriminal.
Rata-rata elpiji 3 kg subsidi di pasaran dibanderol sekitar Rp 20 ribu. Kemudian 3 tabung gas 3 kg dioplos ke tabung gas 12 kg. Dengan modal Rp 60 rb, kemudian dijual di kisaran harga Rp 200 ribu untuk gas 12 kg.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mengeluarkan sinyal menemukan adanya temuan dugaan tindak pengoplosan elpiji di hotel dan kafe, melalui hasil sidak. Temuan dugaan pengoplosan itu didapati melalui inspeksi mendadak (Sidak) pengawasan elpiji 3 kg bersubsidi di Jakarta, Bogor, Depok dan Bali. Tim sidak menemukan harga Elpiji 12 kg dan 50 kg yang dijual jauh di bawah harga jual Pertamina, yang kemudian diindikasikan adanya dugaan tindak pengoplosan elpiji non subsidi dengan elpiji bersubsidi.
"Ya, saya mengikuti soal kelangkaan dan apalagi ada dugaan yang ngoplos sehingga isi tabung menjadi berkurang. Semua perbuatan itu adalah perbuatan jahat atau kejahatan, di mana pada prinsipnya perbuatan yang membahayakan dan atau merugikan adalah termasuk perbuatan jahat kriminal," kata Prof Rai.
Prof Rai mendesak Polda Bali untuk membuktikan dugaan pengoplosan dalam peristiwa kebakaran itu di samping menyelidiki penyebab terjadinya kebakaran, serta menindak pemilik usaha yang kabarnya sudah diperiksa polisi.
"Terhadap kasus kelangkaan gas dan mengoplos gas, bila itu terbukti, menimbun atau mengoplos gas, hal ini adalah perbuatan melawan hukum yang mesti segera ditindak dan disidangkan, dan diberikan sanksi pidana," tutur dia.
Profesor Unud ini mengatakan, sanksi pidana yang bisa dikenakan kepada pelaku usaha pengoplosan adalah ancaman penjara 5 tahun hingga denda Rp 40 miliar.
"Banyak sekali peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh perbuatan tersebut. Di antaranya melanggar KUHP termasuk mencuri, menipu, menadah, dan lain-lain, melanggar UU Perlindungan Konsumen UU No 8 tahun 1999 karena sangat merugikan konsumen yang sangat luas," paparnya.
"Juga melanggar UU tentang Minyak dan Gas Bumi UU No 22 tahun 2001. Jadi, sesungguhnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan tersebut sanksinya sangatlah berat. Dapat dipidana penjara selama 4 sampai 5 tahun dan denda Rp 2 miliar hingga Rp 40 miliar," ujarnya.
Untuk menanggulangi hal tersebut terjadi, Prof Rai yang mendalami seluk beluk kriminalitas ini mengatakan, harus dilakukan tindakan yang tegas dalam penegakan hukumnya, dengan menjatuhkan sanksi maksimal sesuai dengan ancaman sanksi yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Setelah itu pencegahan preventif, dilakukan pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum terutama polisi, dan dari pihak Pertamina sebagai lembaga penanggung jawab penyedia elpiji, terutama pengawasan terhadap sub agen, maupun pedagang/pengecer elpiji.
"Saat ini pengawasannya sangat lemah dan kurang ketat," ungkapnya. Di masyarakat juga beredar isu praktik pengoplosan yang "dibekingi" atau dilindungi pihak tertentu dalam kegiatan usahanya. Mengenai hal itu, Prof Rai tak ingin berspekulasi. Menurutnya, hal itu harus benar-benar dibuktikan terlebih dahulu, namun hal itu harus ditanggulangi agar praktik pengoplosan "dihanguskan".
"Soal muncul isu, soal praktik gelap ada yang membekingi, itu kan isu. Belum tentu kebenarannya. Semua harus dibuktikan atau ada buktinya. Janganlah terlalu percaya pada isu, sebelum ada bukti. Yang penting sekarang bagaimana cara menanggulangi agar praktik-praktik seperti itu, kedepan tidak lagi terjadi," katanya. (ian)
BEKAS Bangunan Liar di Pantai Bingin Kebakaran, Petugas Damkar Kesulitan Memasuki Lokasi |
![]() |
---|
TERIAKAN Minta Tolong! Rumah Warga Pergung Ludes Diamuk Si Jago Merah, Warga Evakuasi Lansia |
![]() |
---|
TRAGEDI Kebakaran Lahan Dekati Pemukiman Warga di Karangasem, Simak Beritanya Berikut Ini |
![]() |
---|
2 Warga di Karangasem Alami Luka Bakar, Begini Kondisinya! |
![]() |
---|
TRAGEDI 2 Kebakaran di Karangasem, 2 Warga Alami Luka Bakar, Begini Kronologinya! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.