Berita Bali
Lemhanas RI Gelar Diskusi Dengan Pemprov Bali, Petakan Potensi Laut Untuk Serap Karbon
pemanfaatan OTEC berdampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar di bidang perikanan karena akan memberikan nutrisi pada biota laut
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Republik Indonesia menggelar diskusi membahas pemetaan potensi laut sebagai penyerap karbon, di Ruang Bappeda Pemerintah Provinsi Bali, pada Rabu 12 Juni 2024.
Focus Group Discussion (FGD) ini digelar untuk pencapaian target Net Zero Emission (NZE) Tahun 2024 yang menjadi perhatian Lemhanas menggandeng pemerintah daerah.
Direktur Pengkajian Ekonomi dan Sumber Kekayaan Alam Lemhanas RI, Laksma TNI Ocktave Ferdinal, S.T., M.Si. (Han)., CHRMP., CFrA., bertindak selaku moderator dalam FGD yang dipimpin oleh Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI, Prof Dr Ir Reni Mayerni, MP, juga dihadiri Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra.
Dengan narasumber yang dihadirkan meliputi Asisten Operasi Survei dan Pemetaan Pushidrosal, Laksma TNI Dyan Primana, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Ir Putu Sumardiana.
Baca juga: Laut di Bali Dikaji Untuk Serap Emisi Karbon, Namun Pemerintah Keluhkan Sampah Kiriman Dari Luar
Kepala Dinas LHK Provinsi Bali, I Made Teja, lalu Kepala Bappeda Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana dan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Dr R. Agus Budi Santosa.
Dalam FGD itu, Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI, Prof Dr Ir Reni Mayerni, MP menyampaikan, bahwa sebagai salah satu negara Kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi kekuatan Blue Economy yang luar biasa.
"Indonesia adalah negara terkaya biodiversity di laut, dengan sumber ikan dan biota laut sangat melimpah," kata dia dijumpai Tribun Bali di sela kegiatan.
Kata dia, selain pemanfaatan gelombang laut sebagai sumber energi, potensi energi laut juga dapat dihasilkan dari Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC).
"Jika dimaksimalkan di seluruh perairan Indonesia, diprediksi OETC dapat menghasilkan daya listrik sekitar 240 Gigawatt (GW). Selain energi listrik, OETC juga dapat menghasilkan air murni akibat penguapan air laut," jelasnya.
Menurutnya, pemanfaatan OTEC juga berdampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar di bidang perikanan karena akan memberikan nutrisi pada biota laut di permukaan laut.
Selain itu, potensi yang juga sangat besar adalah Blue Economy, di mana laut sebagai penyerap karbon sekaligus menahan lepasnya karbon ke atmosfer, antara lain melalui hewan laut, seperti ikan, mamalia laut dan zooplankton.
"Hewan laut tersebut dapat menyerap karbon melalui berbagai proses alami, mulai dari menyimpan karbon dalam tubuh, mengeluarkan kotoran yang kaya dengan karbon ke lautan dalam, hingga menyuburkan dan melindungi ekosistem laut," jelas dia.
Lanjutnya, Blue Carbon juga dapat dimanfaatkan sebagai mekanisme untuk menciptakan nilai ekonomi melalui perdagangan karbon dunia.
Ekosistem Blue Carbon, kata dia, sangat penting bagi Indonesia dan dunia, karena selain mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) dapat menyediakan barang dan jasa lingkungan dengan spektrum yang luas.
"Ekosistem karbon biru Indonesia berpotensi menyerap 50 persen karbon yang ada di atmosfer," tuturnya.
Reni menyampaikan, perluasan kawasan konservasi perairan dengan target 32,5 juta hektar di tahun 2030.
Karbon biru atau coastal wetland perlu menjadi pertimbangan dalam menghitung keluaran dan serapan emisi gas rumah kaca Indonesia.
Namun demikian, sambungnya, Indonesia belum dapat mengoptimalkan kekuatan Blue Economy untuk kesejahteraan rakyatnya.
Di sisi lain, laporan The World Bank Tahun 2021 menyatakan bahwa Indonesia memiliki 2 tantangan besar dalam kelautannya yaitu pencemaran laut dan overfishing.
Reni menjelaskan, bahwa Indonesia juga mengalami tantangan semakin menipisnya hutan mangrove dan padang lamun sebagai penyerap karbon yang sangat besar.
Di satu sisi terdapat penggunaan secara berlebihan pada hasil perikanan laut Indonesia, di sisi lain terdapat pemanfaatan yang sangat minim terhadap energi terbarukan yang memiliki banyak dampak positif apabila bisa dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin.
"Saat ini Blue Carbon masih belum menjadi perhatian serius pemerintah. Carbon Trading yang sudah dimulai oleh pemerintah RI pada tahun 2023 baru diberlakukan untuk Forest and Other Land Use," jelasnya.
Terkait kondisi di atas, Lemhannas RI, sebagai salah satu think thank Presiden RI Joko Widodo melaksanakan kajian Jangka Panjang tentang “Pemetaan Potensi Laut Indonesia sebagai Penyerap Karbon untuk Pencapaian Target NZE”.
Sementara itu, Asisten Operasi Survei dan Pemetaan Pushidrosal, Laksma TNI Dyan Primana, berharap hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada Presiden RI terkait rumusan strategi kebijakan untuk membangun ekosistem Blue Economy yang terintegrasi dan berkelanjutan.
"Hal ini untuk memitigasi perubahan iklim dan mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim terkemuka di dunia sekaligus untuk mencapai target NZE di Indonesia melalui laut dan sumber daya laut di dalamnya," kata Laksma TNI Dyan. (*)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.