Berita Nasional
PHK Kian Masif, Target Ekonomi Bisa Meleset, Pemerintah Harus Serius Tangani Ini!
Pasalnya, dapat berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran berujung pada meningkatnya angka kemiskinan di Tanah Air.
TRIBUN-BALI.COM - PEMERINTAH mesti serius dalam menangani gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah sektor industri.
Pasalnya, dapat berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran berujung pada meningkatnya angka kemiskinan di Tanah Air.
"Kalau angka pengangguran dan jumlah penduduk miskin bertambah, tentunya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah kepada KONTAN, Rabu (3/7).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa hingga Februari 2024 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,2 juta orang.
Sedangkan tingkat pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia pada Februari 2024 mencapai 4,82 persen.
Jumlah tersebut menurun sekitar 790.000 orang dari periode yang sama tahun sebelumnya dengan TPT 5,45 persen.
Kendati demikian, angka tersebut masih dinilai tinggi, apalagi kalau dilihat angka setengah menganggur jumlahnya sebanyak 12,11 juta orang.
Trubus menjelaskan, PHK tentunya menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran. Adapun korelasinya bisa berpotensi menambah angka kemiskinan lantaran daya beli masyarakat yang menurun, sedangkan biaya kebutuhan meningkat.
Baca juga: Angka Pengangguran Masih Tinggi, Dekan FEB UI Usulkan Cara Mereduksi Masalahnya!
Baca juga: TRAUMA Tragedi Kebakaran Gudang LPG Tewaskan 18 Orang, Satpol PP, Hiswana & Pertamina Gelar Sidak!

Pada akhirnya, juga akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Dengan kondisi sektor industri yang demikian, maka target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintahan baru sebesar 7 persen bakal semakin berat ketika angka pengangguran dan kemiskinan bertambah.
"Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 5 persen saja sudah berdarah-darah karena memang kondisi ekonomi global juga tak membaik," ungkap Trubus.
Yang jelas, marak PHK di sektor industri juga berdampak negatif terhadap minat dan iklim investasi di Indonesia, terutama di sektor manufaktur.
Untuk itu, pemerintah harus memperkuat kapasitas UMKM, selain menjaga kelangsungan usaha di industri padat karya dan manufaktur demi memperluas serapan tenaga kerja.
"Dengan kondisi masyarakat yang membutuhkan lapangan kerja, maka fokus pemerintah adalah membuka investasi atau lapangan kerja di manufaktur bukan di sektor padat modal yang serapan tenaga kerjanya rendah," jelasnya.
Selain itu, Trubus bilang, pemerintah harus memberikan proteksi bagi industri dalam negeri terhadap gempuran produk impor.
Studi kasus keramik impor asal China yang sangat murah telah memukul industri keramik dalam negeri, sehingga kapasitas produksi anjlok.
"Pemerintah harus mengenakan antidumping dan pajak bea masuk sangat tinggi untuk produk keramik asal China untuk memproteksi industri dalam negeri," tandasnya. (kontan)
Jokowi Mengaku Prabowo Tak Bicara dengan Dirinya Soal Amnesti Hasto, Sinyal Merapat ke Mega? |
![]() |
---|
Diskon Tiket Pesawat Berlanjut, Pemerintah Bersiap Rilis Stimulus di Paruh Kedua 2025 |
![]() |
---|
Operasi Katarak Gratis Digencarkan Untuk Turunkan Prevalensi Kebutaan Di Indonesia |
![]() |
---|
PLN Tak Pernah Pungut Biaya dalam Rekrutmen, Masyarakat Diimbau Berhati-Hati |
![]() |
---|
Wamen Kebudayaan Sebut Pemerintah Pantau Sound Horeg: Budaya Harusnya Membawa Kebahagiaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.