UMKM Bali

UMKM Gipang Mutiara Indah: Jajanan Tradisional Bali yang Tetap Bertahan di Tengah Zaman

I Wayan Suka, seorang pria berusia 70 tahun, adalah pendiri dari Gipang Mutiara Indah di Bali

Tribun Bali/I Made Wira Adnyana
UMKM Gipang Mutiara Indah: Jajanan Tradisional Bali yang Tetap Bertahan di Tengah Zaman 

Meski sederhana, jajanan ini sangat populer, terutama dalam konteks upacara keagamaan umat Hindu di Bali, di mana gipang sering digunakan sebagai pelengkap banten (sesajen). 

Namun, selain sebagai bagian dari ritual, jajanan ini juga cocok sebagai camilan sehari-hari dengan rasa yang manis dan tekstur yang renyah, terutama jika dinikmati bersama secangkir kopi.

Regenerasi Bisnis: Estafet ke Generasi Kedua

Saat ini, Gipang Mutiara Indah diteruskan oleh generasi kedua, yaitu Made Adiawan, putra I Wayan Suka yang kini berusia 41 tahun. 

Ia mengambil alih kepemimpinan usaha keluarga ini dengan penuh semangat, mempertahankan warisan kuliner yang telah dirintis oleh ayahnya.

“Usaha ini bergerak di bidang makanan tradisional Bali, namanya Gipang. Gipang sendiri merupakan jajanan olahan dari beras atau jagung, rasanya hampir mirip dengan popcorn,” ujar Made Adiawan. 

“Usaha ini didirikan oleh ayah saya tahun 1987, dan sekarang saya teruskan hingga sekarang,” lanjutnya.

Made Adiawan tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga melibatkan warga sekitar, terutama ibu-ibu rumah tangga, dalam kegiatan produksi. 

Dengan cara ini, UMKM Gipang Mutiara Indah juga berperan dalam memberdayakan masyarakat setempat. 

Dalam musim ramai, terutama saat mendekati hari-hari besar keagamaan, permintaan Gipang bisa melonjak tajam. 

“Sehari itu bisa menghabiskan 100 kg beras waktu musim ramai, bisa ribuan kita buat Gipang,” kata Made Adiawan.

Proses Produksi Gipang yang Masih Tradisional

Proses pembuatan Gipang di Gipang Mutiara Indah masih dilakukan dengan cara tradisional, meskipun dibantu dengan beberapa mesin sederhana. 

Made Adiawan menjelaskan proses pembuatan Gipang yang terbilang cukup sederhana, namun memerlukan ketelatenan.

“Awalnya beras atau jagung itu dipanaskan di sebuah mesin hingga mekar, hasilnya disebut emping. Setelah itu, kita masak campuran gula, air, dan vanili hingga mengental di wajan. Campuran tersebut kemudian dicampurkan dengan emping yang sudah mekar hingga meresap dan agak lengket, baru kita cetak menggunakan cetakan dan digiling supaya Gipang -nya melekat dengan kuat. Tidak perlu menunggu lama, setelah itu dilepas dari cetakan dan dikemas,” jelas Made Adiawan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved