Berita Nasional

Butuh Rp 1,2 Triliun Tiap Hari, Syarat Program Makan Gratis Beroperasi Penuh di Indonesia

Dadan menjelaskan, dari total anggaran harian tersebut, dana sebesar Rp 800 miliar akan dialokasikan untuk belanja kebutuhan program MBG.

ISTIMEWA
Studi perbandingan model pemberian makan bergizi gratis pada siswa SD yang dilakukan oleh PT Japfa Comfeed Indonesia, Yayasan Edufarmers bersama Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan, Universitas Indonesia. 

TRIBUN-BALI.COM - Program makan siang gratis atau kini berubah nama menjadi makan bergizi gratis butuh anggaran yang besar dalam realisasinya. Untuk dijalankan, program ini menelan anggaran Rp 1,2 triliun per hari jika beroperasi penuh.

Pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran berambisi menjalankan janji besar Makan Bergizi Gratis (MBG). Anggaran jumbo pun disiapkan untuk Badan Gizi Nasional yang bakal mengelola dan menjalankan program tersebut. Program ini akan dijalankan secara bertahap setiap tahun oleh pemerintah.

Jika sudah dilaksanakan secara penuh, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan, program MBG akan membutuhkan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun per hari, dengan target penerima mencapai 82,9 juta jiwa.

Baca juga: Pembatasan Produk Impor Murah, Cara Pemerintah Atas Deflasi 5 Bulan Berturut-turut

Baca juga: AKIBAT Konflik Timur Tengah, 3 Terapis SPA Asal Bali Balik, Jumlah PMI Bali di Lebanon Masih Didata!

MAKAN GRATIS - Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana memberi keterangan di Gedung DPR, Jakarta, beberapa waktu lalu. 
MAKAN GRATIS - Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana memberi keterangan di Gedung DPR, Jakarta, beberapa waktu lalu.  (Kompas.com)

"Ini uang yang tidak sedikit, Rp 1,2 triliun setiap hari Badan Gizi Nasional akan keluarkan untuk investasi SDM (sumber daya manusia) masa depan," tutur dia, dalam BNI Investor Daily Summit 2024, di Jakarta, Selasa (8/10).

Dadan menjelaskan, dari total anggaran harian tersebut, dana sebesar Rp 800 miliar akan dialokasikan untuk belanja kebutuhan program MBG. Kebutuhan yang dimaksud ialah terkait pemenuhan komoditas pangan untuk program MBG.

Pemenuhan komoditas pangan tersebut akan langsung berimplikasi positif terhadap perekonomian di setiap daerah. Pasalnya, pemerintah bakal menyerap komoditas pangan langsung dari pasar di masing-masing daerah satuan pelaksana program.

"Kelemahan ekonomi Indonesia selama ini kekurangan likuiditas pedesaan, dan dengan program Prabowo-Gibran ini likuiditas kita atasi," katanya.

Pelaksanaan program makan siang dinilai menjadi sangat krusial untuk merealisasikan mimpi Indonesia Maju pada 2045. Dadan membeberkan, saat ini tingkat reproduksi masyarakat kelas bawah jauh lebih tinggi dibanding kelas menengah ke atas.

Apabila pemerintah tidak melakukan intervensi, gizi anak dari masyarakat kelas bawah berpotensi tidak terpenuhi. Hal ini kemudian akan menghambat mimpi Indonesia menjadi negara maju.

"Jadi bisa dibayangkan populasi Indonesia 2045 ketika tidak kita intervensi dengan gizi yang baik, apa yang terjadi dengan populasi Indonesia akan menggulung dari keluarga miskin, artinya kurang mampu, bersaing saja susah," ucap Dadan.

Prabowo berkomitmen untuk menjalankan program ini secara bertahap setiap tahunnya untuk menjaga kesehatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pada tahun pertama kepemimpinannya, alokasi anggaran yang disiapkan untuk program MBG sebesar Rp 71 triliun. (kompas.com)


Diberikan Dua Kali Sehari

Sementara itu, adik kandung Prabowo sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo mengatakan, makan gratis untuk anak sekolah, balita, dan ibu hamil atau menyusui akan diberikan pada pagi dan siang hari. "Saya mau luruskan, sebagian masyarakat merasa bahwa (MBG) ini makan siang gratis. Ini bukan makan siang gratis, ini makanan gratis dua kali sehari, pagi dan siang," ujar Hashim.

Dia mengungkapkan, makan bergizi gratis perlu diberikan dua kali dalam sehari karena berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kesehatan) sebanyak 41 persen anak sekolah di Indonesia berangkat ke sekolah dalam kondisi lapar. "Kenapa? Karena orang tuanya tidak mampu untuk menyediakan sarapan pagi," kata dia.

Kondisi ini membuat pelajar di Indonesia sulit konsentrasi belajar di sekolah sehingga ilmu yang terserap pun tidak maksimal. Hal ini tercermin dalam Program Penilaian Siswa Internasional (PISA) dimana Indonesia selalu menempati posisi buntut dari sekitar 70 negara yang mengikuti PISA.

"Saya sudah amati selama 12 tahun ranking PISA ini nomor 1 selalu kalau bukan Singapura, Korea Selatan, Finlandia, Selandia Baru. Indonesia konsisten termasuk paling buruk di dunia, 63 dari 70 dan selalu tidak bergeser dari situ," demikian ucapnya. (kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved