Berita Nasional
Bali Tidak Dapat Jatah Menteri, Putu Artha: Bali Tak Punya Representasi Kuat pada Partai Koalisi
Hingga kini masih banyak pihak yang bertanya mengapa tidak ada tokoh asal Bali yang mendapatkan posisi menteri meskipun pengumuman Kabinet Merah Puti
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Bali Tidak Dapat Jatah Menteri, Putu Artha: Bali Tak Punya Representasi Kuat pada Partai Koalisi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Hingga kini masih banyak pihak yang bertanya mengapa tidak ada tokoh asal Bali yang mendapatkan posisi menteri meskipun pengumuman Kabinet Merah Putih oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah dipilih dan dilantik.
Menanggapi hal ini, Pengamat Politik, I Gusti Putu Artha, menyatakan bahwa tidak adanya representasi Bali di kursi menteri merupakan akibat dari kurangnya tokoh Bali yang kuat di partai politik koalisi.
Baca juga: Berdarah Bali, Ini Profil Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, Wakil Menteri Kabinet Prabowo-Gibran
“Kalau sudah menjadi konvensi dan tradisi, kabinet itu merupakan representasi dari keragaman Indonesia baik berkaitan dengan sebaran wilayah barat dengan timur, baik berkaitan dengan keragaman suku maupun agama. Ini sudah jadi tradisi sejak Orde Baru,” jelasnya pada, Selasa 22 Oktober 2024.
Lebih lanjut, Putu Artha menjelaskan bahwa secara tradisi, Bali biasanya mendapatkan jatah dalam komposisi kabinet, namun kali ini hanya ada dua tokoh Bali yang diangkat sebagai Wakil Menteri, yakni Ni Luh Puspa sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Isyana Bagoes Oka sebagai Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Baca juga: Ikuti Pembekalan Jadi Calon Wakil Menteri Prabowo, Ni Luh Puspa Mengaku Baru Dikabari Tadi Malam
“Kita dapat jatah dua, tapi dua-duanya di Wamen, yaitu Ni Luh Puspa dan Isyana Bagoes Oka. Prabowo harus mengakomodir kekuatan politik besar, distribusi kekuasaan ini menyebabkan tidak ada orang Bali yang cukup menonjol untuk menjadi representasi partai koalisi,” imbuhnya.
Menurutnya, kurangnya tokoh Bali yang menduduki posisi menteri juga disebabkan oleh faktor internal partai.
Ia mencontohkan posisi Isyana Bagoes Oka yang bukan merupakan pemimpin utama di Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang membuatnya kalah bersaing dengan Raja Juli Antoni, yang akhirnya mendapatkan kursi menteri.
Baca juga: Tiba di Balikpapan, Menteri AHY Menuju IKN untuk Peresmian dan Penyerahan Sertifikat Istana Negara
"Kalau Isyana orang nomor satu di PSI, mungkin dia akan dipilih jadi menteri. Tapi, Raja Juli yang jadi pemimpin nomor satu, makanya dia yang terpilih," ungkapnya.
Selain itu, Putu Artha menyoroti bahwa salah satu penyebab Bali tidak mendapatkan representasi di kabinet adalah karena tokoh-tokohnya tidak memiliki kekuatan politik yang cukup dalam koalisi.
"Tokoh Bali pengen jadi menteri, tapi pertama-tama mereka harus menjadi representasi dari partai koalisi yang kuat. Prabowo pun harus bagi-bagi jatah ke partai-partai, dan tokoh Bali tidak cukup punya posisi kuat di partai politik koalisi," jelasnya.
Baca juga: Lantik 67 Pejabat Struktural dan Fungsional, Menteri AHY Harapkan Bangun Semangat Integritas
Meskipun demikian, Putu Artha menilai bahwa Prabowo tetap adil dalam pembagian posisi.
Menurutnya, distribusi kekuasaan dalam kabinet kali ini lebih mengedepankan profesionalisme ketimbang politik.
"Prabowo ingin kabinet yang lebih banyak diisi oleh orang profesional daripada politisi. Dia menggemukkan kabinet untuk mengakomodasi partai-partai besar dan profesional yang bergabung," ujarnya.
Sebagai penutup, Putu Artha menyarankan agar tokoh Bali yang ingin masuk kabinet di masa depan harus aktif di partai politik dan memiliki posisi kuat di dalamnya.
"Pelajaran bagi orang Bali yang mau masuk kabinet lima tahun ke depan, mereka harus masuk partai politik dan menjadi yang terbaik. Kalau partai dapat jatah, maka dia akan merepresentasi kekuatan partai dan etnisitas Bali," tutupnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.