Ujian Nasional

Peniadaan UN Timbulkan Berbagai Dampak Negatif, Parta: Tidak Semua Daerah Bisa Dipaksakan UN

Kendati menimbulkan berbagai dampak negatif usai Ujian Nasional (UN) ditiadakan untuk siswa-siswi, Nyoman Parta selaku Anggota Komisi X DPR RI

Istimewa
DPR RI, I Nyoman Parta - Peniadaan UN Timbulkan Berbagai Dampak Negatif, Parta: Tidak Semua Daerah Bisa Dipaksakan UN 

Peniadaan UN Timbulkan Berbagai Dampak Negatif, Parta: Tidak Semua Daerah Bisa Dipaksakan UN

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kendati menimbulkan berbagai dampak negatif usai Ujian Nasional (UN) ditiadakan untuk siswa-siswi, Nyoman Parta selaku Anggota Komisi X DPR RI mengatakan pelaksanaan UN tidak bisa dipaksakan di semua daerah. 

“Di sisi lain memang UN tidak bisa dipaksakan apalagi dipakai untuk tentukan kelulusan karena pasti tidak adil."

"Karena satu kondisi sekolah, jangankan antar pulau, antar daerah antar kecamatan saja berbeda. Sarana dan prasarana juga begitu. Sekolah di kota dengan di desa itu berbeda."

Baca juga: Tiba di Surabaya, AHY akan Ujian Terbuka Doktoral, Dihadiri Presiden ke-6 RI

"Kan kita tidak bisa berpikir Bali saja, kita berpikir Indonesia,” kata, Parta pada, Minggu 10 November 2024. 

Selain itu, lebih lanjutnya Parta mengatakan sarana dan prasarana setiap sekolah berbeda.

Guru-guru pada umumnya di kota menumpuk dan secar akademis nilainya relatif lebih tinggi. 

Jika dipaksakan diadakan UN, terlebih untuk penentu kelulusan tidak adil untuk pengajar yang ada di pedesaan. 

Baca juga: Kelulusan Siswa di Denpasar Ditentukan Nilai Rapor dan Hasil Ujian Sekolah

“Ada satu lagi yang agak ekstrem karena UN penentu kelulusan, sekolah-sekolah tidak mau turun namanya gara-gara banyak anak tidak lulus, akhirnya dia membuat tim sukses guru-guru itu, yang terparah terjadi dulu ketika UN. Oleh karena itu harus dilakukan kajian secara komprensif,” terangnya. 

Karena ada UN ataupun tidak ada UN sama-sama menimbulkan persoalan, Parta pun menyarankan harus tetap ada tolak ukur untuk siswa belajar. 

“Menurut saya, ini pendapat saya tetap harus ada tolak ukur. Jadi ibarat ikut pelatihan, ikut kerja harus ada target. Sekolah, masak tidak ada target? Agar budaya berkompetisi positif itu tumbuh gitu,” tandasnya. 

Intinya, Parta menegaskan harus dibuatkan sebuah sistem penyempurnaan sistem.

Agar ketika tidak adanya pelaksanaan UN tetap ada tolak ukur dari capaian yang terjadi pada anak bersekolah selama 6-12 tahun.

Selain untuk siswa, hal ini bertujuan juga agar ada pembobotan dari sekolah apakah sekolah ini berhasil melakukan transfer knowledge serta melakukan proses belajar mengajar. 

“Kalau semuanya datar ya guru-guru pun biasa-biasa saja. Dan dia (para guru) tidak ada upaya untuk menambah atau mengangkat kualitas dirinya, toh juga akan sama saja di semua tempat,” tutupnya. (*)

 

Berita lainnya di Ujian Nasional

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved