Bandara Bali Utara
Dirut PT BIBU Ungkap Bandara Internasional Bali Utara Proyek Inovatif Berkonsep Restorasi Abrasi
Direktur Utama PT BIBU Panji Sakti, Iwan Erwanto, menjelaskan bahwa proyek ini dirancang dengan konsep restorasi abrasi untuk mengatasi permasalahan..
Penulis: Putu Kartika Viktriani | Editor: Putu Kartika Viktriani
TRIBUN-BALI.COM - PT BIBU Panji Sakti sebagai pemrakarsa proyek Bandara Internasional Bali Utara siap membangun bandara megah di atas laut, berlokasi di Desa Kubu Tambahan, Buleleng, Bali.
Proyek yang telah direncanakan sejak hampir sembilan tahun lalu ini diharapkan menjadi solusi inovatif dalam pembangunan infrastruktur sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Restorasi Abrasi: Konsep Unik Bandara di Laut
Direktur Utama PT BIBU Panji Sakti, Iwan Erwanto, menjelaskan bahwa proyek ini dirancang dengan konsep restorasi abrasi untuk mengatasi permasalahan erosi di wilayah pesisir.
“Sebenarnya kita tidak membangun bandara saja. Kita membangun tiga hal yaitu pertama bandara itu sendiri, kedua Aero City, dan ketiga Aerotopolis,” ungkapnya.
Bandara dan Aero City akan dibangun di atas laut seluas 900 hektare, dimulai dari jarak 60 meter dari bibir pantai hingga 1,5 kilometer ke tengah laut.
“Di laut, kami tetap menyisakan ruang agar masyarakat bisa tetap melukat dan nelayan masih bisa mencari nafkah di sana,” jelas Iwan.
“Setelah 60 meter, barulah kami membangun bandara.”
Baca juga: PT BIBU Panji Sakti Yakin Penlok Bandara Bali Utara Segera Turun Pada Pemerintahan Prabowo-Gibran
Untuk desain teknis, Iwan menyebutkan masih ada dua opsi, yaitu membangun dengan struktur terapung atau menggunakan tiang pancang.
Bandara ini juga berfungsi sebagai penghalang abrasi.
“Karena lokasi ini terabrasi setiap tahun 5-10 meter, kami bisa menjadi pagar abrasi. Justru bandara ini akan menjadi pagar abrasi terbaik,” katanya.
Selain itu, Aero City akan mendukung bandara dengan fasilitas seperti pergudangan, rumah sakit, hotel, dan lainnya.
Aerotopolis: Kota Baru Ramah Budaya dan Lingkungan
Di daratan, PT BIBU akan membangun Aerotopolis, sebuah kota baru yang menjadi bagian dari proyek besar ini.
“Di darat, kami membangun kota baru yang meliputi perumahan, sekolah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas lainnya untuk mendukung bandara,” jelas Iwan.
“Kami juga berkomitmen untuk tidak menggusur tempat suci. Runway tidak mungkin dibangun di lokasi yang melanggar nilai budaya.”
Konsep ini memastikan kehormatan terhadap situs suci tetap dijaga, sejalan dengan prinsip Tri Hita Karana yang menjadi panduan proyek ini.
Dukungan dari Tokoh Adat dan Masyarakat
Proyek Bandara Bali Utara mendapatkan dukungan dari tokoh adat setempat, termasuk Anak Agung Ngurah Ugrasena, Penglingsir Puri Singaraja.
“Kami mencoba mengikuti komitmen dan konsep perencanaan PT BIBU Panji Sakti ini. Menurut kami, konsep ini yang paling tepat,” ujarnya.
Ugrasena menekankan pentingnya lokasi bandara yang berada di tengah laut, sehingga tidak ada penggeseran pura.
“Kami tidak mau ada penggeseran Pura setapak pun,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi konsep pembangunan yang tidak melibatkan jual beli tanah masyarakat.
“Aerotopolis tidak ada jual beli tanah, dan dikawal oleh 13 kepala desa,” katanya.
“Ini komitmen bagaimana tujuan keberadaan bandara ini untuk mensejahterakan masyarakat.”
Proyek ini juga dianggap ramah budaya dan lingkungan, serta melibatkan masyarakat lokal dalam proses pembangunan.
“Penduduk setempat tetap tinggal di sana dan diberdayakan,” tambahnya.
Infrastruktur Pendukung: Menghubungkan Bali Utara dan Selatan
Agar akses ke bandara menjadi mudah, pemerintah telah mempersiapkan infrastruktur seperti jalan tol dan kereta api.
“Dari bandara ke Bandara Ngurah Rai sejauh 60 kilometer, akan tersedia jalan tol dan kereta api,” ungkap Iwan.
“Kalau naik mobil, waktu tempuh hanya sekitar setengah jam.”
Proyek ini diharapkan membawa dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat Bali Utara.
Dengan konsep Aerotopolis, peluang usaha dan pekerjaan baru akan terbuka luas.
Iwan menambahkan bahwa kepemilikan tanah masyarakat tetap terjaga karena pembangunan dilakukan melalui kerja sama, bukan pembelian.
“Sertifikat tanah tetap milik masyarakat, dan untuk Aerotopolis akan ada kerja sama dengan masyarakat sekitar,” jelasnya.
Proyek Bandara Internasional Bali Utara tidak hanya fokus pada infrastruktur transportasi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.
Dengan konsep restorasi abrasi, keberlanjutan budaya, serta dukungan penuh dari masyarakat adat, bandara ini diharapkan menjadi ikon baru Bali sekaligus penggerak kemajuan ekonomi dan sosial di wilayah Bali Utara.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.