Berita Denpasar

Sidang PN Denpasar Perkara di Puri Kepisah, Ini Eksepsi Terdakwa, JPU Tanggapi di Sidang Berikutnya

Sidang PN Denpasar Perkara di Puri Kepisah, Ini Eksepsi Pihak Terdakwa, JPU Bakal Tanggapi di Sidang Berikutnya

ist
Sidang dalam agenda eksepsi terdakwa dalam perkara Jero Kepisah di PN Denpasar. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Agenda pembacaan eksepsi atau keberatan Terdakwa atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjadi babak baru dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar atas perkara dugaan pemalsuan silsilah dalam sengketa tanah waris yang dialamatkan kepada keluarga Jero Kepisah, Pedungan Denpasar.

Eksepsi diajukan pihak kuasa hukum Jero Kepisah atas keyakinan bahwa semestinya perkara silsilah yang didakwakan terhadap kliennya terlebih dahulu diuji secara perdata bukan pidana. 

Tim kuasa hukum keluarga Jero Kepisah yang diwakili Kadek Duarsa SH MH CLA, Wayan ‘Dobrak’ Sutita SH dan Siswo Sumarto SH menjelaskan pokok perkara kasus tersebut. 

Bahwa kepemilikan tanah yang terletak di Subak Kerdung, Desa Pedungan, Denpasar Selatan, Denpasar telah bersertifikat hak milik (SHM) diterbitkan oleh BPN Kota Denpasar.

Tanah tersebut memiliki luas 8,6 hektar atas nama 14 ahli waris keluarga Jero Kepisah, yang mana salah satu pemegang haknya atas nama Anak Agung Ngurah Oka yang saat ini ditetapkan sebagai Terdakwa. 

“Mengacu pada hal tersebut maka upaya yang seharusnya dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu mengenai kepemilikan alas hak yang sah baik secara keperdataan maupun Pengadilan Tata Usaha Negara,” kata Kadek Duarsa di Denpasar, pada Kamis 21 November 2024. 

Baca juga: Sidang di PN Denpasar Diwarnai Aksi Bentang Spanduk, Gelar Sembahyang Upasaksi, Ini Kata Kejati Bali

Dalam eksepsinya, ia juga menyampaikan upaya untuk memastikan mengenai kepemilikan alas hak yang sah atas objek tanah sengketa yang dimaksud.

Hal tersebut pernah disampaikan oleh Kejaksaan Tinggi Bali melalui Surat No. B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023, Perihal: Pengembalian Berkas Perkara atas nama Anak Agung Ngurah Oka yang disangka melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP.

Untuk dilengkapi Bahwa dalam Surat Nomor B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023 disebutkan bahwa Penyidik harus melengkapi petunjuk jaksa.

“Penyidik harus melengkapi petunjuk jaksa yang intinya, antara Anak Agung Ngurah Oka (terdakwa,-Red) dengan pihak saksi AANEW (pelapor,-Red) agar penyidik dapat memastikan status kepemilikan alas hak yang sah," bebernya.

Dalam eksepsi yang dibacakan Siawo Sumarto mengatakan petunjuk jaksa tersebut sudah selaras dengan surat Jaksa Agung Nomor: B-230/E/Ejp/01/2013, Tertanggal 22 Januari 2013, Perihal: Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum Yang Objeknya Berupa Tanah.

Pertama, bahwa bilamana Kajati dan Kajari menerima SPDP dari penyidik yang objek perkara pidananya berupa tanah, maka hendaknya diatensi secara sungguh-sungguh dengan menyikapi secara objektif, profesional dan proporsional sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh manuver-manuver dari oknum-oknum yang memiliki kepentingan pribadi. 

Melalui Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, telah mendelegasikan kewenangan kepada para Kajari dalam melakukan pengendalian tuntutan perkara tindak pidana umum sehingga dengan kewenangannya diharapkan para Kajati dan Kajari memiliki kemandirian fungsional, keberanian bersikap dan bertindak selaras dengan rasa tanggung jawab profesi yang tinggi.

Kedua, memberikan bimbingan dan petunjuk kepada para jaksa di wilayah hukum masing-masing, bilamana menerima SPDP dari penyidik yang objek perkaranya berupa tanah agar jeli memahami anatomi kasusnya dengan menentukan terlebih dahulu status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki, untuk sampai kepada pendapat bahwa perkara yang bersangkutan adalah perkara pidum atau perkara perdata murni.

Ketiga, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah, dimana status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki, jelas, kuat dan sah menurut ketentuan undang-undang, maka jika ada pihak yang melanggarnya, misalnya berupa penyerobotan tanah, maka kasus tersebut dapat dipidanakan. 

Namun sebaliknya, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah yang belum jelas status hukum kepemilikannya, sehingga menjadi objek sengketa perdata, demikian juga sengketa-sengketa dalam transaksi jual beli tanah dimana status hukum kepemilikan telah dimiliki oleh penjual, selanjutnya terjadi sengketa dalam transaksi jual beli tanah yang bersangkutan, maka kasus tersebut berada dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni sehingga tidak selayaknya dipaksakan untuk digiring masuk ke ranah pidum. 

“Namun, hal tersebut tidak dijadikan dasar oleh Jaksa Penuntut Umum," ujar dia.

Pihaknya menegaskan bahwa AANEW tidak berasal dari Puri Kepisah yang dibuktikan dengan tidak adanya bangunan rumah dan merajan (tempat ibadah,-Red) di Banjar atau Lingkungan Kepisah Pedungan. 

Bahkan pelapor juga tidak pernah terlibat dalam upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh keluarga besar Puri Kepisah.

Ia juga mengungkapkan adanya tumpang tindih dalam kasus ini. 

Secara nyata dan fakta kasus ini berkaitan dengan sengketa hak maka sebagaimana teori hukum yang berujung pada penerapan asas hukum yakni jika suatu perkara terjadi pertumpang tindihan dan berkaitan dengan sengketa hak serta adanya pertumpang tindihan antara hukum pidana dan hukum perdata, maka hal yang menyangkut keperdataan atau hukum perdata yang harus diselesaikan terlebih dahulu.

Dalam Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM- 650/DENPA.KTB/11/22024, tertanggal 28 Oktober 2024, kata Duarsa, Jaksa Penuntut Umum hanya menitik beratkan pada permasalahan silsilah atau ahli waris.

Dimana Terdakwa diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat atau memalsukan surat yaitu Silsilah keluarga Terdakwa, dkk tanggal 27 Oktober 2016 yang menyatakan sebagai ahli waris atau keturunan dari I Gst Gd Raka Ampug (alm) dengan istri Anak Agung Sayu Made (alm).

Surat silsilah yang diduga dibuat atau dipalsukan tersebut sebenarnya adalah Silsilah yang benar yang dimiliki Terdakwa (Puri Kepisah) karena berdasar pada keterangan lebih dari 50 Bukti Pipil Lontar; dan Berdasarkan “Surat Permohonan Untuk Mendapat Izin Pemindahan Hak Menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor: 14/1961” dengan tertulis “Keterangan Mengenai Jang Mempunyai Hak Sekarang: Nama Lengkap: I Gst Alit Made (Waris I Gst Gd Raka Ampug) dan bertempat tinggal di Br. Kepisah Pedungan”.

“Terlepas dari itu semua, secara hukum hal yang berkaitan erat dengan sengketa silsilah atau keturunan atau ahli waris, maka upaya hukum yang semestinya dilakukan terlebih dahulu terkait dengan permasalahan tersebut adalah dengan cara menguji tentang sah tidaknya Anak Agung Ngurah Oka (Terdakwa) sebagai ahli waris dari I Gst Gd Raka Ampug (alm),” ujarnya.

“Karena itu, aspek hukum yang dominan dalam pengujian sah tidak Anak Agung Ngurah Oka (Terdakwa) sebagai ahli waris dari I Gst Gd Raka Ampug (alm) dilakukan melalui upaya hukum perdata (hukum waris),” sambungnya.

Lebih lanjut, Wayan ‘Dobrak’ Sutita SH mengungkapkan bahwa Pengujian Surat Pernyataan silsilah GST RAKA AMPUG (alm) Nomor: 593/631/XI/2015, Tanggal 23 Nopember 2015 dan Surat Pernyataan Waris Nomor: 593/434/XI/2016 sudah pernah dilakukan sebagaimana tertuang dalam: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 25/PID.PRA/2017/PN.Dps, Tanggal 19 Desember 2017;

Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 942/PDT.G/2017/PN.Dps tertanggal 11 Januari 2018 dalam perkara antara A.A. Sagung Mirah Adi, SH sebagai Penggugat lawan A.A Sayu Raka Candri, dkk sebagai Para Tergugat dengan Amar Putusan pada poin 3 yaitu “Menyatakan Penggugat dan Para Tergugat (Tergugat I s/d Tergugat XIII) adalah merupakan Para Ahli Waris yang masih hidup dari almarhum Gusti Ampug alias Gst Gd Raka Ampug alias Gst Gde Ampug alias I Gusti Raka Ampug alias Gst Raka Ampug alias I Gst Gd Raka Ampug alias I Gst Gde Raka Ampug alias I Gst Raka Ampug.

Kemudian yang tidak masuk dalam logika hukum adalah Jaksa Penuntut Umum, sebutnya, menjadikan silsilah yang belum pernah diuji kebenarannya seolah-olah benar dan bahkan menganggap salah silsilah Terdakwa yang sudah jelas-jelas pernah diuji di pengadilan. 

Atas eksepsi Terdakwa tersebut, Jaksa Penuntut Umum JPU, Ni Putu Evy Widhiarini SH M.Hum dan Isa Ulinnuha SH MH mengatakan akan menanggapi secara tertulis dalam sidang berikutnya. 

“Kami akan ajukan tanggapan tertulis yang mulia,” kata Jaksa Iza Ulinnuha, saat ditanya Ketua Majelis Hakim Heriyanti dalam persidangan yang berlangsung di PN Denpasar, pada Selasa 19 November 2024. 

Adapun sidang selanjutnya bakal digelar 10 Desember 2024 dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi Terdakwa.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved