Berita Bali

Miris Gus Miftah Rendahkan Pedagang Es Teh, di Bali Murad Hidupi Lima Anak dari Berjualan Es Teh 

Meskipun masuk musim penghujan, tak menyurutkan semangat Pak Murad untuk berjualan es teh.  Dengan rombong kayu berwarna hijau merah, ia menjajakan es

Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sari
Pedagang es teh di Denpasar, Murad saat berjualan Kamis 5 Desember 2024. Ia miris dengan seorang tokoh agama yang merendahkan pedagang es teh seperti dirinya. 

Miris Gus Miftah Rendahkan Pedagang Es Teh, di Bali Murad Hidupi Lima Anak dari Berjualan Es Teh 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Meskipun masuk musim penghujan, tak menyurutkan semangat Pak Murad untuk berjualan es teh

Dengan rombong kayu berwarna hijau merah, ia menjajakan es teh buatannya di Jalan Kamboja, Denpasar, percis di depan Gedung SMAN 1 Denpasar. 

Baca juga: Gus Miftah Ungkap Alasan Hubungannya dengan Rizky Billar dan Lesti Kejora Merenggang: Salah Paham!

Ketika ditemui Tribun-Bali.com, Kamis 5 Desember 2024, pria asal Lombok berusia 59 tahun ini mengaku telah berjualan es teh di sekitar jalanan Kamboja Denpasar sejak tahun 1983. 

Tak hanya berjualan di depan SMAN 1 Denpasar, sesekali ia juga menjajakan es teh nya di GOR Ngurah Rai yang cukup dekat juga dengan Jalan Kamboja. 

Bisa dikatakan es teh buatan Pak Murad ini berbeda dengan es teh pada umumnya.

Pasalnya, es teh Pak Murad terdapat rasa mocca. 

Baca juga: MEMPRIHATINKAN Kondisi Pasar Tradisional Melaya Jembrana, Pedagang Enggan Berjualan!

Murad mulai berjualan pada pukul 10.00 Wita sampai pukul 18.00 Wita. Ia pun tak pernah libur berjualan sebab ada anak dan istri yang harus ia hidupi. 

Diakuinya memasuki musim hujan ini omset penjualannya dalam sehari menurun. Berbeda kala di musim kemarau seperti beberapa bulan sebelumnya.

“Sehari kalau hujan begini saya bawa es teh hanya 12 liter dan terjual hanya Rp 100 ribu. Kalau musim panas bisa dapat jualan Rp 200 sampai 250 ribu,” ucap Murad.

Baca juga: Terima Rp 900 Juta dari Wahyu Kenzo yang Kini Jadi Tersangka, Gus Miftah Buka-bukaan

Tak mahal-mahal, pembeli hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp3.000 untuk segelas es teh mocca.

Rasanya segar, manis, dan sedikit pekat dari cita rasa mocca. Sari tehnya sendiri, dia peroleh dari pedagang langganannya.

“Biasanya paling ramai saat ada Porjar atau kegiatan santai seperti lomba-lomba di sekolah,” ungkapnya. 

Selain karena musim hujan, es teh buatan Murad juga bersaing dengan rombong-rombong es teh baru yang lebih kekinian kemasannya dan berjualan di sekitar Jalan Kamboja Denpasar. Dengan berjualan es teh ini ia mampu menghidupi istri dan 5 orang anaknya. 

“Saya punya lima anak, tapi empat sudah bekerja dan satunya masih SMP. Alhamdulillah bisa menghidupi keluarga dari berjualan ini. Sedikit-sedikit,” ucap pria yang tinggal di sekitar daerah Pekambingan, Denpasar Barat.

Disinggung terkait alasannya mengapa hanya menjual es teh, Murad mengungkapkan, rejekinya ada pada jualan ini. Sebelumnya dia sudah pernah mencoba hal lain, namun penghasilan yang diperoleh tak seberapa. 

“Saya pernah coba jadi buruh bangunan, dan yang lainnya. Tapi mungkin memang di sini rejekinya,” kata dia.

Diakuinya, di usianya yang sudah senja, berjualan dengan berjalan kaki dan mendorong rombong es tehnya cukup melelahkan. 

Namun, jika mengingat jerih payahnya untuk menghidupi keluarga, lelah itu akan lekas hilang.

“Hujan pun saya tetap jualan. Karena kadang kan hujan tidak seharian, saat reda ada saja beberapa yang beli,” jelasnya.

Selama bertahun-tahun berjualan di tempat tersebut, sudah tak terhitung berapa kali dirinya dan pedagang lainnya dikejar Satpol PP. 

Bahkan, tak tanggung-tanggung, rombongnya pun pernah disita. 

Ia juga turut menanggapi terkait Pendakwah yang juga Utusan Khusus Presiden, Miftah Maulana Habiburahman yang tengah ramai diperbincangkan publik sebab mengatakan kata-kata tak pantas pada penjual es teh saat sedang mengisi acara salawatan di Lapangan drh Soepardi, Sawitan, Mungkid, Kabupaten Magelang, beberapa waktu lalu. 

Murad mengatakan sebagai pejabat sekaligus pendakwah hendaknya tidak menghina pekerjaan rakyat kecil, sebab dengan berjualan es teh seorang ayah mampu menghidupi istri dan anak-anaknya. 

“Janganlah sampai menghina orang jualan es teh karena itukan untuk memenuhi kebutuhan keuarga untuk anak istri,” tutupnya. (*)

 

Berita lainnya di Human Interest

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved