Seputar Bali
Viral Isu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit BPJS Klungkung Dijatah, BPJS: Penataan, Menjaga Pelayanan
Warga Kabupaten Klungkung mengaku resah usai adanya isu bahwa rumah sakit yang melayani BPJS akan melakukan penjatahan
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ngurah Adi Kusuma
TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA – Warga Kabupaten Klungkung mengaku resah usai adanya isu bahwa rumah sakit yang melayani BPJS akan melakukan penjatahan.
Pembatasan ini dikabarkan berlaku terhadap setiap rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran masyarakat, apalagi Klungkung selama ini sudah UHC (Universal Health Coverage) dan mengandalkan jaminan kesehatan JKN-KIS untuk berobat.
Informasinya penjatahan diberlakukan, terhadap pelayanan kesehatan di poliklinik.
Baca juga: Hadirkan Akses Internet Berkualitas di Indonesia, TIF & MyRepublic Resmi Kerjasama Bangun Ini
Sehingga setiap rumah sakit memiliki kuota untuk memberikan layanan tertentu setiap bulannya.
Sementara jika telah melebihi kuota, rumah sakit tidak bisa memberikan layanan yang ditanggung JKN-KIS.
"Ada bilang layanan kesehatan di RS dibatasi, jadi khawatir kalau kenapa-kenapa nanti tidak ditanggung BPJS,”
“Saya harap, kalau memang mau berikan jaminan ke masyarakat, jangan dipersulit-persulit," ungkap seorang warga asal Gelgel, Klungkung, Sucipta.
Isu ini diduga karena kurangnya informasi yang diterima oleh masyarakat sehingga membuat banyak warga merasa resah.
Sementara Kepala BPJS Kesehatan Cabang Klungkung Gusti Ngurah Catur Wiguna mengatakan, sebenarnya tidak ada penjatahan, namun yang ada merupakan penataan.
Setiap rumah sakit layananya ditata, untuk memberikan pelayanan sesuai kapasitasnya.
Baca juga: KKP Catat Nilai Ekspor Perikanan Capai US Dolar 4,81 Miliar Naik 4,37 Persen, Alasannya Berikut Ini
“Lebih tepatnya kami penataan pelayanan,”
“Kami sesuaikan, di wilayah tersebut ada berapa yang diperkirakan membutuhkan layanan tersebut. Lalu disesuaikan,” ungkap Gusti Ngurah Catur Wiguna.
Ia juga kembali menegaskan, jaminan sosial konsepnya berbeda dengan komersial. Kalau jaminan sosial, mengikuti kebutuhan dasar kesehatan.
“Masalah dokter siapa yang mengerjakan, menyesuaikan di mana yang siap. Tidak bisa langsung memilih,” jelas dia.
Sehingga nanti setiap RS dapat memberikan pelayanan sesuai kapasitasnya. Hal ini untuk meningkatkan mutu layanan agar tetap terjaga.
"Jangan sampai satu ada over (pelayanan). Nanti dokter kecapean, jadi salah jahit misalnya. Intinya untuk menjaga mutu pelayanan," ungkapnya.
Menurutnya penataan ini sudah berlangsung cukup lama, dan pihaknya sejauh ini belum menerima ada keluhan dari masyarakat.
“Peran kami di BPJS Kesehatan ini mengatur strategi, untuk membelanjakan dana yang dikumpulkan masyarakat, agar benar-benar bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan yang mendasar,” jelasnya.
Ia juga memastikan, penataan ini tidak mempersulit masyarakat untuk dapat pelayanan kesehatan.
Baca juga: BAKAL Libatkan 4.000 UMKM, Pemerintah Rencana Bangun Holding, Dirancang Gabungkan 10Sektor Strategis
“Artinya penataan untuk beberapa kondisi, yang tentu sifatnya tidak darurat seperti layanan di UGD. Nanti pelayanan jadinya berbasis sesuai kebutuhan pasien, bukan keinginan,” jelas dia.
Sementara Direktur RSUD Klungkung dr. I Nengah Winata tidak menampik adanya pembatasan layanan oleh BPJS Kesehatan. Menurutnya beberapa layanan di RSUD Klungkung dijatah setiap bulannya.
Misalnya layanan phaco untuk operasi mata katarak di RSUD Klungkung dibatasi 25 pasien per bulan.
Sementara layanan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) di Poliklinik Urologi dibatasi 50 pasien perbulan.
“Misal untuk tembak batu ginjal (ESWL), kami dijatah perbulan 50 pasien dengan dokter spesialis ada 2 orang,”
“Kalau yang mau operasi ada 60, lagi 10 pasien kan tidak bisa dilakukan (ditanggung BPJS),” ungkap Winata.
Padahal menurutnya, di RSUD Klungkung kalau dilihat secara kapasitas masih mampu melayani hingga seratus lebih pasien.
“Artinya janganlah kami dibatasi, karena tugas kita berhubungan dengan kemanusiaan. Entah itu penataan atau pembatasan,” ujar Winata.
Bola panas dari kebijakan ini juga bergulirnya di rumah sakit. Karena yang akan berhubungan langsung dengan pasien, adalah petugas medis.
“Imbasnya nanti kepuasan masyarakat dengan pelayanan kesehatan rendah. Kalau kami dokter, tentu siap kapanpun, dimanapun untuk membantu sesama,” jelas Winata. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.