Berita Bali

Jalur Kereta hingga Tabanan, Kepala Dishub Bali Sebut Luas TOD hingga 50 Hektare

TOD di kawasan Tanah Lot ini rencananya akan dibuat lebih besar dibandingkan di Sentral Parkir, Kuta, Kabupaten Badung. 

Tribun Bali/Dwi S
Ilustrasi LRT di Bali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Aset tanah PT MNC Land Tbk (KPIG) milik pengusaha Hary Tanoesoedibjo di Tanah Lot, Tabanan dibeli PT Bumi Indah Prima (BIP) yang merupakan investor utama dalam pembangunan Bali Subway atau Bali Light Rail Transit (LRT)

Nilai transaksi jual beli aset tersebut mencapai Rp 5,5 triliun dan ditargetkan rampung pada 5 Januari 2025. 

Rencananya lahan tersebut akan digunakan untuk kawasan berorientasi transit atau atau transit oriented development (TOD) dalam proyek Bali Urban Rail dan Associated Development (Bali Subway). 

Ketika ditemui, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGW Samsi Gunarta menjelaskan, jika dilihat dari komitmennya, PT. BIP dengan Hary Tanoesoedibjo sudah deal untuk transaksi jual beli lahan sehingga tinggal menanti proses lebih lanjut. Samsi juga menjelaskan apa itu TOD dalam proyek Bali Subway. 

Baca juga: Sorotan Pembangunan LRT di Bali: Ini Total Investasi, Fase 1 Bandara-Cemagi, Fase 2 Bandara-Nusa Dua

“TOD itu adalah satu daerah yang dibangun terkompaksi dengan baik, jadi aktivitasnya kompak di situ yang memungkinkan orang itu bisa melakukan mobilitas dengan lebih efisien, ada perkantoran, tempat rekreasi, mall, departement store, hotel itu terkumpul jadi satu area terkompaksi,” kata jelas Samsi saat ditemui, Selasa 24 Desember 2024.

“Sehingga mobilitas orang di sana jauh lebih efisien, orang tidak perlu naik mobil. Cukup jalan kaki saja di daerah TOD kemudian nanti connect dengan trasnit (transportasi massal) apakah kereta, bus atau apapun,” tambahnya. 

Ketika ditanya apakah akan ada jalur Bali Subway menuju Tanah Lot? Samsi membenarkan hal tersebut. 

Ia mengatakan memang terdapat rencana untuk mempersiapkan jalur kereta sampai Tabanan. 

Bahkan, TOD di kawasan Tanah Lot ini rencananya akan dibuat lebih besar dibandingkan di Sentral Parkir, Kuta, Kabupaten Badung. 

TOD kira-kira kata Samsi, luasnya dari 6-50 hektare bahkan dapat menjadi satu kota.

“Ada rencana, mereka sudah siapkan itu. TOD di Tanah Lot akan dibuat jauh lebih besar dibandingkan TOD Sentral Parkir (Kuta),” imbuhnya. 

Setelah perencanaan selesai dilakukan jalur kereta menuju Tabanan ini akan dikoneksikan. 

Mengenai target pembangunan kereta di jalur dan ditahap pertama selesai pada tahun 2028, Samsi mengatakan pihaknya meminta agar pembangunan jalur menuju Tanah Lot ini dijadikan satu. 

Ia mengakui hal tersebut memerlukan proses dan waktu. 

Terlebih PT BIP dengan PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ) masih mengejar target terkait konstruksi kereta agar proses pembangunan lebih cepat. 

“Ada (jalur kereta sampai Tabanan). Perpanjangan dari rute Cemagi, Canggu (Kabupaten Badung) dan bisa saja tidak berhenti di sana. Kalau mesin sudah di bawah (tanah) khan enak tinggal kerja. Kemungkinan tidak stuck di Tabanan (jalur kereta) ada peluang jalurnya lebih nanti kita lihat agar lebih mudah pergerakannya,” paparnya. 

Samsi menanggapi dengan baik mengenai adanya perluasan jalur kereta sampai ke Tanah Lot

Sebab jika terjadi perluasan jalur kereta sekaligus dapat mengembangkan area berbasis transit. 

Sehingga masyarakat tidak perlu pergi ke mana-mana lagi cukup terpusat di kawasan TOD tersebut lalu menyebar.

Dengan adanya perluasan jalur kereta ini, Samsi juga membeberkan tidak akan menghabiskan lahan di sepanjang jalan serta layanan, air bersih, listrik dan internet juga jauh lebih mudah. 

Sebab kawasan tersebut telah terkompaksi dan dilayani orang dalam jumlah besar, pelayanan dalam jumlah besar membuat lebih efisien. 

PT PT BIP dan KPIG telah mencapai kesepakatan melakukan transaksi jual beli aset tanah MNC Bali Resort di Tanah Lot

Nilai transaksi jual beli aset tersebut mencapai Rp 5,5 triliun. 

PT BIP merupakan investor utama dalam pembangunan Bali Subway atau Bali LRT.  PT BIP bekerja sama dengan PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ) untuk membangun proyek ini dengan nilai investasi 20 miliar dolar AS.

Megaproyek tersebut mencakup transportasi berbasis kereta berupa Mass Rapid Transit (MRT) yang dibangun untuk mengatasi kemacetan di Bali. 

Sementara KPIG merupakan Emiten Hary Tanoesoedibjo. Aset tanah milik PT MNC Land Tbk (KPIG) itu rencananya akan digunakan untuk kawasan berorientasi transit atau TOD dalam proyek Bali Subway.

“PT Bumi Indah Prima (BIP) sebagai investor Bali Subway mengakuisisi aset MNC untuk digunakan sebagai TOD atau stasiun subway,” jelas Komisaris PT. Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ), Dodi Miharjana saat dikonfirmasi Selasa 24 Desember 2024. 

Proses pembangunan TOD untuk Bali Subway di Tanah Lot masih dalam proses studi kelayakan atau feasibility study (FS). 

“Tanah lot sedang dalam proses FS. Jadi Sentral Parkir yang akan dilakukan lebih dulu,” imbuhnya.

Sementara untuk pembangunan Bali Urban Subway pada fase 1 dan 2 rencananya pada bulan April atau Mei 2025. 

Rencana akan didatangkan tunnel boring machine (TBM) untuk mengebor terowongan bawah tanah. 

Proses dimulai dari Sentral Parkir ke arah bandara internasional I Gusti Ngurah Rai Bali dan Seminyak, Kuta. 

Ground Breaking pembangunan fase 1 dan 2 akan dilakukan bersamaan dengan proses pengeboran. 

“Rencana (ground breaking fase 1 dan 2) Mei 2025 sekaligus memulai proses pengeboran,” kata dia. (sar)

Percepat Proyek MRT Bali 

PT Bumi Indah Prima (PT BIP) dan PT MNC Land Tbk (KPIG) telah mencapai kesepakatan untuk melakukan transaksi jual beli aset tanah MNC Bali Resort yang berlokasi di Tanah Lot, Tabanan. 

Nilai transaksi jual beli aset tersebut mencapai Rp 5,5 triliun dan ditargetkan rampung pada 5 Januari 2025 mendatang. 

PT Bumi Indah Prima (BIP) merupakan investor utama dalam pembangunan Bali Subway atau Bali Light Rail Transit (LRT).  

PT BIP bekerja sama dengan PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ) untuk membangun proyek ini dengan nilai investasi 20 miliar dolar AS.

Megaproyek tersebut mencakup transportasi berbasis kereta berupa mass rapid transit (MRT) yang dibangun untuk mengatasi kemacetan di Bali.

Sementara PT MNC Land Tbk (KPIG) merupakan Emiten Hary Tanoesoedibjo. 

Aset tanah milik PT MNC Land Tbk (KPIG) itu rencananya akan digunakan untuk kawasan berorientasi transit atau atau Transit Oriented Development (TOD) dalam proyek Bali Urban Rail dan Associated Development (Bali Subway).

Direktur Utama KPIG, Budi Rustanto mengatakan, transaksi ini menunjukkan wujud komitmen MNC Land untuk mendukung percepatan pengembangan transportasi dan infrastruktur di Bali. 

“Ini merupakan keputusan tepat bagi KPIG dalam memperkuat kontribusinya terhadap pembangunan Bali terutama melalui proyek Bali Subway,” kata Budi dalam keterangan resminya seperti dilansir Kontan.co.id, Senin 23 Desember 2024.

Pihaknya optimistis ke depannya proyek ini akan menjadi katalisator utama dalam mengurangi kemacetan lalu lintas, meningkatkan daya tarik pariwisata dan secara signifikan mendorong perekonomian Bali, yang pada akhirnya akan terefleksi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Sementara itu, Direktur PT BIP Budi Arsil menyampaikan bahwa langkah tidak hanya memperkokoh kolaborasi antara kedua perusahaan. 

Tetapi juga mendukung visi pembangunan berkelanjutan di Bali khususnya dalam pengembangan proyek Bali Urban Rail dan Bali Subway. 

“Lewat kerja sama ini, kami optimis dapat memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan infrastruktur, kemudahan mobilitas dan pertumbuhan sektor pariwisata Bali. Semoga proyek ini menjadi awal dari inovasi transportasi modern yang mendukung perekonomian daerah dan meningkatkan daya tarik Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia,” jelas Budi.

TOD merupakan konsep perencanaan kota yang mengintegrasikan modernisasi sistem transportasi, khususnya melalui pembangunan sistem transportasi bawah tanah. 

Transaksi ini menandai langkah penting dalam pengembangan infrastruktur modern di Bali, di mana Proyek Bali Subway diharapkan menjadi solusi transportasi yang inovatif dan mendukung keberlanjutan ekonomi Bali sebagai destinasi wisata internasional.

Didukung penuh oleh Pemerintah Provinsi Bali, proyek Bali Subway atau MRT ini akan dilaksanakan dalam empat tahap pembangunan yang akan menghubungkan Bandara I Gusti Ngurah Rai dengan berbagai titik tujuan wisata utama di Bali. Fase 1 yaitu Bandara I Gusti Ngurah Rai - Kuta Sentral Parkir - Seminyak - Berawa – Cemagi (sepanjang 16 km), fase 2 meliputi Bandara I Gusti Ngurah Rai - Jimbaran - Unud - Nusa Dua (sepanjang 13,5 km), fase 3 yaitu Kuta Sentral Parkir - Sesetan - Renon - Sanur (masih dalam tahap FS) dan fase 4 meliputi Renon - Sukawati - Ubud (masih dalam tahap FS).
Pembangunan fase Bandara Ngurah Rai ke Kuta Sentral Parkir ditambah keseluruhan Fase 2 diharapkan dapat selesai pada akhir kuartal kedua tahun 2028.Sebelumnya PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ) bersama PT Bumi Indah Prima (BIP) telah melakukan upacara Ngeruwak atau peletakan batu pertama sebagai tanda awal dimulainya megaproyek Bali Subway. 

Upacara Ngeruwak atau peletakan batu pertama bertempat di Sentral Parkir Kuta, Kuta, Badung, pada Rabu (4/9) lalu. 

Peletakan batu pertama dilakukan Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya. 

Megaproyek Bali Subway atau MRT Bali ini bisa dimulai tahun 2025 mendatang. (dad)

NEWS ANALYSIS: Harus Ada Regulasi | Dr. Ir. I Made Rai Ridartha

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Provinsi Bali menanggapi pihak pengembang Bali Urban Subway membeli lahan milik Hary Tanoesoedibjo dikawasan Tanah Lot, Tabanan untuk menambah jalur Bali Urban Subway. 

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Provinsi Bali, Dr. Ir. I Made Rai Ridartha menjelaskan, dengan beredarnya kabar bahwa pihak pengembang Bali Urban Subway yakni PT. BIP telah membeli lahan milik Hary Tanoesoedibjo di kawasan Tanah Lot senilai Rp 5,5 triliun bukan merupakan masalah. 

“Artinya ini khan pribadi, perseorangan atau perusahaan yang bukan pemerintah (yang membeli), tentu ketentuannya sudah terpenuhi untuk pembelian aset apakah tanah atau bangunan pada suatu tempat tentu tidak masalah karena ini dana pribadi mereka,” jelas Rai Ridartha, Rabu 25 Desember 2024. 

Menurutnya dengan pembelian lahan sejumlah Rp 5,5 triliun pemerintah baik di Provinsi Bali maupun Kabupaten Tabanan akan memperoleh pajak dari hasil jual beli aset tersebut. 

Terlebih ketentuan jual beli aset terdapat 5 persen pajak yang dibayar pembeli dan 2,5 persen dibayar penjual, yang artinya pemerintah akan menerima ada 7,5 persen pajak dari jual beli aset tersebut. 

“Tentu angka ini sangat besar. Jadi angkanya sekitar Rp 12,5 miliar, ini angka sangat besar dari jual beli property,” imbuhnya. 

Kemudian terkait rencana dibangunnya Transit Oriented Development (TOD) yang merupakan terusan atau sambungan dari rute kereta yang akan dibangun di mana semula akan terakhir dibangun di Canggu tentu bukan masalah. 

Menurutnya, semakin luas jangkauan jaringannya, tentu pelayanan akan lebih luas. 

Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana nanti pengunjung yang datang baik dengan kendaraan pribadi maupun transportasi publik dapat menuju lokasi TOD di Tanah Lot

Juga ketika pengunjung akan melakukan perjalanan menuju atau arah tujuannya adalah ke Kuta maupun ke Bandara. 

Dengan TOD yang luas ini bisa saja terjadi penumpang diantar dan dijemput atau park and ride.

“Tentu sekali lagi, karena pembangunan proyek ini adalah didasarkan atas pembiayaan bisnis jadi bukan dari dana pemerintah APBD atau APBN, tentu bergantung hitungan dari pada investor tersebut, apakah mereka dapat melaksanakannya,” bebernya. 

Dengan hal tersebut ada beberapa hal yang pemerintah siapkan. 

Pertama tentang regulasinya, karena ini membangun di bawah tanah tentu regulasinya harus dimatangkan dulu apa dan bagaimana ini dilakukan terkait hak dan kewajiban investor. 

Termasuk juga pertimbangan-pertimbangan yang investor minta ke pemerintah tentu bisa dibuka ke public. 

Hal ini agar publik mengetahui Bali Urban Subway bisa dioperasikan jika investor berharap konsensi yang menjadi timbal balik dari pembangunan Bali Urban Subway ini.

“Kalau murni dioperasikan hanya Bali Urban Subway tentu saya menghitungnya ini tidak bisa menutupi biaya operasional kecuali ada krosubsidi dari pengelolaan yang lain misalnya TOD, ruang bawah tanah, tentu ini harus dibuka supaya publik mengetahui apa yang akan terjadi di bawah dan bagaimana pengelolaannya dan masyarakat juga bisa mengetahui ini aman nyaman dan sebagainya,” jelasnya. (sar)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved