Berita Bali

Kisah Jaya Lesmana, Jadi Guru Besar Psikiatri Termuda di Indonesia, Putra Prof. Suryani

Sejak tahun 2005, ia telah aktif dalam kegiatan kesehatan mental bersama Suryani Institute for Mental Health (SIMH). 

Istimewa/Dok. Pribadi Jaya Lesmana
Prof. Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana - Kisah Jaya Lesmana, Jadi Guru Besar Psikiatri Termuda di Indonesia, Putra Prof. Suryani 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Putra dari psikiater dan pemerhati kesehatan mental Prof. Dr. L.K. Suryani yakni dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana resmi menyandang gelar Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Prof. Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, S. Ked., SpKJ Subsp K (K), MARS ini menjadi guru besar termuda di Indonesia dalam bidang psikiatri sekaligus guru besar pertama dalam subdisiplin Psikiatri Komunitas. 

Cok Bagus dikukuhkan menjadi Guru Besar pada Sabtu 2 Februari 2025, bersama 10 orang lainnya.

Saat ini, ia menjabat sebagai Kepala Divisi Psikiatri Budaya di Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, serta Ketua Seksi Psikiatri Budaya pada Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). 

Baca juga: KISAH 1 Dekade Pendiri JFC Bali, Hampir Tumbang Namun Bangkit Lagi, Kini Target Ekspansi

Pria kelahiran Denpasar, 4 Maret 1976 ini memang berasal dari keluarga akademisi dan dokter, di mana ayahnya, Prof. Dr. dr. Tjokorda Alit Kamar Adnyana, SpFK, serta ibunya, Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, SpKJ(K), juga seorang dokter.

Sejak tahun 2005, ia telah aktif dalam kegiatan kesehatan mental bersama Suryani Institute for Mental Health (SIMH). 

"Salah satu inisiatif awalnya adalah melakukan studi dan penemuan kasus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Karangasem, Bali

Penelitian ini menemukan 895 orang dengan penyakit mental kronis, di mana 35 di antaranya mengalami pemasungan selama 5 hingga 30 tahun. 

"Temuan ini membuka mata bahwa sistem kesehatan mental di Indonesia masih sangat bergantung pada layanan berbasis rumah sakit, sementara banyak pasien dengan gangguan kronis justru lebih membutuhkan pendekatan berbasis komunitas," paparnya, Senin 3 Februari 2025.

Dari hasil studi tersebut, ia bersama timnya merintis pendekatan baru dalam menangani ODGJ, terutama mereka yang telah lama dipasung atau terisolasi. 

Alih-alih hanya mengandalkan rumah sakit jiwa, mereka membangun sistem kesehatan mental yang lebih terintegrasi dengan komunitas. 

Ini mencakup edukasi masyarakat, pendampingan keluarga, serta pemberian layanan psikiatri berbasis rumah tangga.

Keberhasilan program ini pun sangat signifikan. 

"Lebih dari 300 pasien per tahun berhasil direhabilitasi, dan lebih dari 90 orang dibebaskan dari pasung," paparnya. 

Cok Bagus memahami bahwa pendekatan konvensional dalam psikiatri perlu diubah agar lebih sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat. 

Ia memperkenalkan konsep mind-body-spirit sociocultural process, sebuah pendekatan holistik yang mengintegrasikan aspek medis, sosial, dan spiritual dalam perawatan kesehatan mental.

Dalam upayanya mereformasi pendidikan dokter spesialis psikiatri, ia mengembangkan program unggulan Psikiatri Budaya di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Inovasi ini menjadikan Universitas Udayana sebagai pusat pendidikan subspesialis psikiatri budaya di Indonesia. 

Dengan pendekatan ini, mahasiswa psikiatri tidak hanya belajar tentang diagnosis dan terapi medis, tetapi juga memahami aspek budaya yang mempengaruhi kesehatan mental pasien.

Pendekatan ini mendapat pengakuan dari Kolegium Psikiatri Indonesia, yang akhirnya membuka peluang bagi Universitas Udayana untuk menjadi pusat pendidikan subspesialis psikiatri budaya di masa depan. 

Selain itu, ia juga mengembangkan terapi berbasis budaya dan spiritual, seperti Spiritual Hypnosis Assisted Therapy (SHAT), yang menggunakan prinsip proto-personality untuk membantu pasien merekonstruksi kembali memori traumatik, bahkan hingga pengalaman dalam kandungan.

Dirinya juga aktif dalam studi kolaboratif dengan berbagai universitas ternama dunia, seperti University of Edinburgh (Inggris), University of Sydney (Australia), University of California (Davis, AS), dan Leiden University (Belanda). 

Ia juga merupakan alumni International Visitor Leadership Program (IVLP) tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

Berbagai penghargaan telah diraihnya, di antaranya diantaranya Bronze Medal Journalistic Photo Print, Salon Photo Indonesia XXXII (2011), Best Oral Communication, Biological Psychiatry and Psychopharmacology Division of IPA (2013).

Lalu Young Investigator Travel Award, Australasian Schizophrenia Conference (2013), International Fellow, American Psychiatric Association (2015).

Saat ini, ia sedang mengerjakan proyek Breaking Barriers: Advancing FemTech Design for Mental Health Support to Women in Rural Regions di bawah KONEKSI Research Collaborative Grant – Digital Transformation. 

Proyek dua tahun ini merupakan kolaborasi antara University of Sydney dan Universitas Udayana untuk meningkatkan dukungan kesehatan mental perempuan di pedesaan Bali melalui pengembangan prototipe FemTech yang sensitif secara budaya. (*)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved