Human Interest Story

Kisah Pasutri Bali Buka Beasiswa untuk Masyarakat Kurang Mampu dan Berangkatkan PMI ke Luar Negeri

Muliari mengatakan kegiatan sosial ini memang sudah ia lakukan sejak ia duduk dibangku Sekolah Menengah Atas (SMA). 

ISTIMEWA
ANTAR - Putu Muliari dan Wayan Widiada mengantar siswa kurang mampu kategori yatim piatu hingga dalam kondisi miskin ekstrem di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali. 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Putu Muliari dan Wayan Widiada membuka program beasiswa untuk masyarakat kurang mampu di Bali

Pasutri ini juga membantu keberangkatan PMI asal Bali yang ingin mengadu nasib ke luar negeri.

Putu Muliari (45) dan Wayan Widiada (51) membuka program beasiswa di Kampus Pariwisata yang berada di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung untuk masyarakat kurang mampu di Bali dengan kategori yatim piatu, hingga dalam kondisi miskin ekstrem. 

Selain membuka program beasiswa, pasutri asal Buleleng ini juga membantu keberangkatan pekerja migran Indonesia (PMI) asal Bali yang ingin mengadu nasib ke Luar Negeri. 

Baca juga: KISAH Sedih Kakak Adik Tewas Saat Hendak Plesiran, Tragedi Kecelakaan di Jalur Singaraja-Denpasar!

Ketika dihubungi Tribun Bali, Muliari mengatakan kegiatan sosial ini memang sudah ia lakukan sejak ia duduk dibangku Sekolah Menengah Atas (SMA). 

“Sejak SMA memang saya suka berkecimpung di kegiatan sosial dan banyak organisasi positif yang saya ikuti. Setelah tamat kuliah, wisuda, saya langsung bekerja di Kapal pesiar (NCL) selama 5 kontrak (5 tahun). Setelah itu saya menikah. Karna umur saya waktu itu sudah 26 tahun,” jelasnya, Senin 28 April 2025. 

Kemudian di Tahun 2010 setelah menikah, Muliari dan suaminya yakni Widiada, bekerja menggunakan visa kerja di Amerika selama hampir 10 tahun. 

Lalu di Tahun 2019, ia dan suaminya kembali ke Bali dan sudah memiliki satu buah hati. 

Saat bekerja di Amerika, pasutri ini sudah merencanakan akan membantu anak-anak yang tidak bisa mengenyam pendidikan, putus sekolah karena perekonomian dan remaja-remaja hamil di luar nikah. 

Sesampainya di Bali Muliari pun membuka usaha dua warung, dan agent keberangkatan ke Luar Negeri dibagian darat dengan nama G International di Denpasar. 

Setelah agent ini berjalan baik, 6 bulan kemudian terimbas pandemi Covid-19 selama 2,5 tahun. 

Meskipun sempat terhambat karena Pandemi, namun tak menyurutkan semangat kedua pasutri ini untuk membantu PMI Bali bekerja ke luar negeri. 

“Jadi usaha tutup dan agent belum bisa jalan karena Airport juga tutup hampir diseluruh dunia. Mimpi-mimpi kita untuk membantu banyak orang sempat terhambat. Dan setelah dunia mulai stabil dan berdamai dengan Corona, akhirnya agent keberangkatan keluar negeri kita mulai lagi,” imbuhnya. 

Muliari juga memaparkan, sudah banyak ia dan suaminya memberangkatkan anak-anak muda untuk bekerja ke luar negeri, seperti ke USA, Mauritius, Qatar, dan lain-lain. 

Bahkan ada yang diberangkatkan gratis serta dibantu dibuatkan visa liburan ke Amerika dan Australia. 

Sebisa mungkin kata Muliari ia tidak membebankan kandidat untuk mengejar impiannya mencari pengalaman kerja ke luar negeri. 

“Saya ingin anak-anak muda Bali khususnya dan Indonesia bisa lebih maju, punya pengalaman keluar, membantu perekonomian keluarga, belajar budaya luar, mengenal banyak karakter dan bisa hidup mandiri di negeri orang. Mengingat sekarang, orang-orang Bali sudah sedikit demi sedikit tersingkirkan dan banyaknya orang luar yang menguasai usaha di Bali,” terangnya. 

Sementara untuk beasiswa kampus, merupakan salah satu program dari salah satu kampus pariwisata di Mengwi yaitu, Kaniva International. 

Program ini katanya, sudah banyak membantu anak-anak yatim piatu, anak yatim, anak piatu, dan juga keluarga yang tidak mampu sekali untuk melanjutkan pendidikan. 

Untuk anak-anak yatim piatu dan anak-anak tidak mampu, dibiayai full, hanya membayar seragam saja.

Untuk anak yatim saja atau piatu saja, dibiayai 50 persen. 

Kebetulan agent Muliari ini juga bekerja sama dengan kampus Kaniva, sehingga bisa sejalan dengan visi misi program membantu anak-anak yang tidak mampu untuk bisa melanjutkan kuliah demi masa depan mereka yang lebih baik. 

“Ada beberapa juga kita bantu pakai uang pribadi saudara, atau sudah kenal sekali orangnya. Ada beberapa juga yang berangkat, mereka mengurus surat-surat saja pakai uang sendiri dan setelah mereka di sana dapat gaji, baru mereka bayar ke kita untuk agent fee-nya,” sambungnya. 

Untuk dari Kaniva International, bagi yang tidak memiliki biaya, diberikan kemudahan pinjaman uang di Koperasi Kaniva dengan bunga rendah. 

“Pokoknya kita cari jalan dan solusi yang baik untuk anak-anak yang semangat untuk mencari pengalaman kerja keluar,” tandasnya. 

Bekerja ke luar negeri acapkali ditemukan dengan oknum agen-agen nakal, atau oknum agen-agen yang rakus (greedy) yang hanya mementingkan kepentingan mereka saja, dan tidak melihat keadaan kandidat. Sehingga agen-agen di Bali dan Indonesia banyak di-blacklist. 

Melihat hal tersebut, Muliari dan suaminya membangun agen ini, untuk mengubah pola pikir masyarakat, bahwa tidak semua agen itu menipu dan memberatkan kandidat. 

Ada juga agen yang membantu mempermudah kandidatnya. 

Sosialisasi juga kerap dilakukn agar masyarakat mengetahui mana agen yang legal atau benar dan tidak. 

Biaya keberangkatan bekerja ke luar negeri yang paling mahal, yaitu menggunakan J1 visa (training dan internship) ke USA. 

Karena negara paling jauh, dan tiket ke sana sudah pasti paling mahal dibandingkan ke negara lain. 

Biaya untuk J1 visa berkisar antara $5.700 sudah termasuk biaya semua dan tiket kecuali bekal. Sementara untuk keberangkatan bekerja di Luar Negeri yang paling murah yakni di sekitaran Asia selain karena dekat, juga karena gaji mereka sesuai standard masing-masing negara dengan biaya kurang lebih Rp 25 juta. 

“Saya sangat berharap anak-anak muda Bali, semasih muda atau remaja, baiknya mencari banyak-banyak pengalaman keluar untuk masa depan sebelum berkeluarga. Biar tidak salah kaprah, waktu muda tidak mau merantau, dan akhirnya menikah punya anak, dan baru sadar kalau susu, pampers, pakaian, vaksin dan lain-lain mahal, gaji tidak mencukupi, baru mau berangkat keluar,” katanya. 

Muliari mengatakan, prinsip tersebut tentunya salah besar, karena sangat berat meninggalkan keluarga untuk bekerja jauh, banyak godaan dan juga untuk keutuhan keluarga juga berisiko. 

Jika sudah memiliki pengalaman bekerja keluar negeri, sudah pasti  katanya akan membuat pikiran jauh lebih dewasa dan lebih open mind.

“Bisa membandingkan budaya di luar, seperti kedisiplinan waktu, lebih menghargai sesama, dikasih kesempatan banyak untuk belajar di segala bidang tanpa melihat pengalaman dan umur, dan lain-lain. Sisi positifnya diambil, dan buang sisi negatifnya,” kata dia. (ni luh putu wahyuni sri utami)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved