Seputar Bali
Terinspirasi Langkah Gubernur Jawa Barat, AWK Siap Masukkan Siswa Nakal di Bali ke Barak Militer
DPD RI, Ngurah Arya Wedakarna alias AWK mengaku bakal memasukkan siswa yang bermasalah di Bali masuk ke barak militer.
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – DPD RI, Ngurah Arya Wedakarna alias AWK mengaku bakal memasukkan siswa yang bermasalah di Bali masuk ke barak militer.
Rencana ini diduga terinspirasi dari langkah tegas yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Hal ini muncul usai viral sebuah unggahan di media sosial soal penganiayaan yang dilakukan oleh siswa di SMKN 7 Denpasar pada Kamis, 15 Mei 2025.
Korbannya diketahui adalah siswa kelas 10 yang berinisial GD.
Baca juga: Babak Akhir Kasus Kekerasan di Besakih saat ITBK, Pecalang Ikut Jadi Tersangka: Ada Saling Lapor
Diketahui aksi pemukulan tersebut dilakukan oleh dua kakak kelasnya yakni A dan S sepulang sekolah di jalanan sekolah.
Rencana ini diungkapkan Arya lewat unggahan pada akun Instagram @aryawedakarna hari Kamis, (15/5/2025).
Baca juga: BSI Luncurkan Laku Pandai di Buleleng, Perluas Akses Keuangan Syariah hingga Pelosok Desa
Pada unggahan itu Arya menunjukkan potongan video yang diduga memperlihatkan siswa SMK di Denpasar, Bali yang disebut melakukan aksi perundungan atau bully.
Dalam video tersebut tampak ada seorang remaja yang berusaha menendang remaja lainnya beberapa kali.
Remaja yang ditendang memilih diam saja sambil mencoba menghindarinya.
Arya kemudian mengaku bakal memasukkan siswa bermasalah itu ke barak militer guna dibina.
“Senator RI AWK akan masukkan anak diduga Siswa SMKN 7 Denpasar ke barak militer lewat bela negara baik di Pangkalan TNI AU, AL, dan Rindam TNI AD. Sekolah segera dipanggil,” ujarnya melalui keterangan unggahan.
Pada unggahan itu dia juga menulis akun @jokowi, @prabowo, @gibran_rakabuming, dan @puspentni.
“Siap-siap anak-anak yang suka berantem, melakukan pem-bully-an di Bali akan Aji masukkan bela negara, akan kita kirim ke barak militer segera,”
“Hati-hati, siap-siap untuk mereka yang suka melakukan pem-bully-an. Tunggu kedatangan Aji di sekolah kami,” kata Arya.
Rencana Ngurah Arya Wedakarna itu muncul setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meluncurkan program pengiriman siswa nakal ke barak militer.
Baca juga: Delapan Anak Jalanan Kembali Dipulangkan, Masuk Bali Tanpa Identitas dan Tak Ada Tujuan Jelas

Muncul Pro dan Kontra
Program itu memicu kontroversi dan menimbulkan reaksi pro-kontra dari beragam pihak.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) memberi dukungan terkait rencana ini.
Ketua PGRI Jejen Musfah mendukung kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memberikan pendidikan karakter di barak militer kepada anak-anak nakal.
Jejen menilai kebijakan Dedi Mulyadi menangani anak-anak nakal di Jawa Barat merupakan inovasi baru.
Menurut Jejen, pendidikan militer sudah lazim dilakukan, tetapi dengan pendekatan TNI/Polri yang datang ke sekolah.
"Oleh karena itu ketika yang dikumpulkan anak-anak nakal kemudian dibawa ke barak, dilatih begitu dikembangkan karakter-karakter tertentu, pendisiplinan, saya kira ini sesuatu hal yang perlu kita apresiasi," ungkap Jejen dalam wawancaranya bersama Tribunnews, Rabu (14/5/2025).
Jejen menilai, anak-anak yang mendapat penggemblengan di barak militer ini dianggap sudah melakukan hal-hal yang tidak lagi sesuai dengan regulasi sekolah dan juga tidak sesuai dengan harapan orang tua mereka alias extra ordinary.
"Secara eksplisit dikatakan anak-anak (yang dibawa ke barak militer) ini melakukan tawuran, pengguna narkoba, dan mereka terlibat judi atau pinjaman online. Kemudian juga mereka malas untuk ke sekolah, bolos," ungkapnya.
"Nah, ketika anak-anak ini sudah menunjukkan perilaku yang di luar batas anak-anak seusianya, remaja seusianya, maka program atau kebijakan-kebijakan yang anti-mainstream, out of the box memang perlu dilakukan."
Yang perlu digarisbawahi, kata Jejen, mereka yang dibawa ke barak harus mendapat persetujuan dari orang tua.
"Kalau orang tuanya menganggap masih mampu (mendidik), itu tidak bisa diambil anaknya," ungkap Jejen.
Dengan memandang kenakalan yang dilakukan, Jejen menilai anak-anak tersebut perlu diberi terapi kejut alias shock therapy.
"Mereka adalah anak-anak, remaja-remaja yang di masa depan akan menjadi pemimpin."
"Perlu ada shock therapy, kebijakan atau program sehingga mereka kembali berperilaku punya mindset seperti anak-anak yang lainnya," ujarnya.
Komnas HAM keberatan
Di sisi lain, Komnas HAM keberatan atas kebijakan pengiriman siswa ke barak. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro meminta kebijakan itu dikaji ulang.
Kebijakan tersebut dinilai melanggar hak anak.
“Itu bukan kewenangan TNI melakukan edukasi-edukasi civic education,” ujar Atnike di kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).
Atnike menegaskan pelibatan TNI dalam kegiatan pendidikan hanya dapat dibenarkan jika bersifat pengenalan profesi, misalnya melalui kunjungan ke markas TNI atau lembaga publik lain.
Namun, jika dilakukan dalam bentuk pendidikan militer, apalagi sebagai bentuk hukuman, maka hal itu keliru dan melanggar prinsip hak anak.
“Pendidikan karier ke markas TNI, rumah sakit, atau tempat kerja itu boleh saja. Tapi kalau dalam bentuk pendidikan militer, itu mungkin tidak tepat,” katanya.
Dia juga memperingatkan bahwa mengirim siswa ke barak militer sebagai bentuk hukuman adalah bentuk penegakan hukum yang tidak sah.
Terlebih, jika dilakukan kepada anak-anak di bawah umur yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.
“Oh iya dong (keliru,-red). Itu proses di luar hukum kalau tidak berdasarkan hukum pidana bagi anak di bawah umur,” katanya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.