Berita Bali
Sosok Gek Wik alias Agus, Penari Joged Erotis Asal Bali Ungkap 'Gerakan Itu Permintaan Pemesan'
Sosok Gek Wik alias Agus, Penari Joged Erotis Asal Bali Ungkap 'Gerakan Itu Permintaan Pemesan'
DENPASAR, TRIBUN-BALI.COM – Gek Wik, penari Joged Bumbung yang sempat viral karena gerakan tari yang dinilai tidak senonoh, akhirnya memberikan klarifikasi secara langsung ke Kantor Satpol PP Provinsi Bali, Senin 19 Mei 2025.
Gek Wik, yang memiliki nama asli Agus, datang memenuhi panggilan bersama perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Dinas PMA.
Klarifikasi ini dilakukan sebagai bagian dari langkah pembinaan terhadap para pelaku seni, khususnya penari Joged Bumbung, agar tetap menjaga pakem dan marwah budaya Bali.
Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Darmadi, menegaskan bahwa video yang sempat beredar di media sosial bukanlah representasi dari tari Joged Bumbung yang sebenarnya.
“Itu bukan tarian Joged. Hanya menggunakan kostum joged, tapi gerakannya tidak sesuai pakem. Ini merusak citra seni budaya kita yang luhur,” kata Darmadi.
Ia menekankan pentingnya menjaga kelestarian seni tradisional Bali dan mengimbau masyarakat untuk melaporkan kejadian serupa jika menemukan pelanggaran di lapangan.
Baca juga: VIDEO Isak Tangis Sambut Jenazah Komang Adi, PMI Asal Jembrana Bali yang Meninggal di Polandia
“Dalam Perda No. 1 Tahun 2019 sudah jelas, pelanggaran dapat dikenai sanksi kurungan 3 bulan dan denda Rp 25 juta. Saat ini kita fokus pada pembinaan, tapi ke depan akan ada penindakan hukum bila pelanggaran berulang,” tegasnya.
Sosok Gek Wik: Penari Joged Bumbung Sejak Usia 15 Tahun
Agus, atau yang dikenal di panggung sebagai Gek Wik, telah menekuni dunia tari Joged Bumbung sejak usia 15 tahun.
Kini berusia 25 tahun, ia sudah satu dekade menghidupi diri dari profesi ini.
“Kalau di Denpasar bisa dapat Rp 300 ribu sekali tampil. Cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.
Terkait video yang sempat viral, Agus mengakui bahwa gerakan tersebut merupakan respons terhadap permintaan pemesan.
Namun ia juga mengaku bersyukur mendapat pembinaan.
“Waktu itu kejadiannya 2024 di Jimbaran. Sekarang saya paham betul mana yang pantas, mana yang tidak. Pembinaan ini bagus, saya jadi lebih waspada,” ujarnya.
Jalan Tengah Antara Tradisi dan Tuntutan Komersial
Kejadian ini membuka ruang diskusi yang lebih luas soal tekanan yang dihadapi penari tradisional di tengah permintaan pasar yang kadang melenceng dari nilai-nilai budaya.
Gek Wik sendiri menyadari batas-batas tersebut kini lebih tegas.
“Semoga ke depan tidak ada lagi yang seperti itu. Kita sebagai penari juga punya tanggung jawab menjaga seni budaya Bali,” tutupnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.