Berita Gianyar
Bupati Gianyar: Desa Adat Punya Celah, Pemkab Tak Punya Kekuatan Atur Toko Kelontong Berjejaring
Toko kelontong berjejaring tersebut hampir ada setiap jarak 100 meter, belum lagi jam operasionalnya yang mencapai 24 jam.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Toko kelontong berjejaring, sejak beberapa tahun ini dikeluhkan oleh masyarakat lokal. Sebab mengganggu perputaran ekonomi pedagang lokal.
Toko kelontong berjejaring tersebut hampir ada setiap jarak 100 meter, belum lagi jam operasionalnya yang mencapai 24 jam.
Hal itu menyebabkan banyak pelanggan yang beralih ke toko kelontong berjejaring tersebut. Sebab, pedagang lokal tak bisa memenuhi jam operasi lantaran mereka memiliki ikatan adat.
Terkadang warung masyarakat lokal bisa libur dalam beberapa hari atau jam buka tak menentu, karena mereka disibukkan kegiatan adat, yang menjadi roh pariwisata Bali.
Keberadaan toko kelontong berjejaring ini juga secara tak langsung juga telah merampas peluang usaha masyarakat lokal.
Baca juga: UPACARA Ngulap, Gurupiduka dan Pencaruan Pasca Kebakaran Pelawatan Barong di Pura Desa Adat Seminyak
Baca juga: Tingkatkan Literasi Keuangan Warga Bali, OJK & ACC Sinergi Beri Edukasi Cara Atur Uang
Yakni, mereka yang hendak membuka usaha warung kelontong, menjadi enggan, karena menjamurnya toko kelontong berjejaring di wilayahnya.
"Saat kami sedang menjalankan aktivitas adat, budaya, toko kelontong berjejaring inilah yang diuntungkan. Kita sibuk ngayah untuk Bali, tapi secara ekonomi mereka yang untung. Kami harap ada aturan yang membatasi toko kelontong berjejaring ini," ujar seorang pedagang di Ubud, Rabu (18/6).
Keluhan terhadap keberadaan toko kelontong berjejaring ini, juga sempat muncul dalam pandangan umum Fraksi Golkar DPRD Gianyar, dalam pembahasan Ranperda Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Gianyar 2024.
Golkar berharap Pemkab Gianyar membuat regulasi terkait keberadaannya. Sebab telah mengancam perekonomian pedagang lokal.
Bupati Gianyar, I Made Mahayastra mengatakan, izin keberadaan toko kelontong berjejaring selama ini ditentukan oleh pemerintah pusat.
Dan, selama ini keberadaannya memang tidak memberikan sumbangsih pada Pendapat Asli Daerah (PAD) Gianyar.
Namun karena ditentukan oleh pusat, maka pemerintah daerah tidak bisa membuat regulasi untuk pembatasan.
"Kita hanya bisa menertibkan jika mereka tidak mengantongi izin. Apapun yang dilakukan pemerintah, pemerintah kan pelaksana UU, tentu dalam menertibkan tidak boleh keluar dari itu," ujarnya.
Namun demikian, kata Mahayastra, masih ada celah yang dimiliki desa adat untuk mengatur jam malam. Mahayastra pun mendukung langkah, seperti yang dilakukan Desa Adat Batuyang, Kecamatan Sukawati yang mengatur jam operasional toko kelontong berjejaring ini. Sebab menurutnya, tempat yang beroperasi saat jam malam, rawan menjadi pemicu gangguan keamanan.
"Saya sangat setuju dengan apa yang dilakukan Desa Adat Batuyang. Karena saat jam malam, jam yang seharusnya istirahat," ujarnya. (gus)
Megawati Hadiri Plebon Ida Pedanda Gede Sadhawa Jelantik Putra di Gianyar |
![]() |
---|
PRIA LOKAL Digerebek di Batubulan Gianyar, Polisi Temukan ini di Rumahnya |
![]() |
---|
Kasus Orang Jatuh Ke Jurang Ternyata Korban Pengeroyokan Di Bali, Rohmat & Wahyu Jadi Tersangka |
![]() |
---|
Motif Rohmat dan Wahyu Tega Keroyok Lalu Tusuk Kurniawan, Korban Ditemukan di Bawah Jembatan di Ubud |
![]() |
---|
Hama Tikus Kembali Muncul Di Gianyar Bali, Distanak Tekankan Teknik Ngeropyok |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.