Berita Bali
Lagi Hamil, Srinadi Perjuangkan Keadilan untuk Suami di Bangli Bali, Polisi Tak Beri Respon
Srinadi dan suaminya tengah berada di Pantai Sanur, Denpasar, untuk menonton lomba layang-layang.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Ni Luh Srinadi, seorang perempuan asal Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali, tengah mengandung delapan bulan.
Dalam momen penantian anak pertamanya, suaminya I Wayan Purnawan justru terjerat kasus.
Satreskrim Polres Bangli menahannya atas dugaan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yakni menjual wanita penghibur dan menyediakan kamar untuk kegiatan prostitusi di sebuah penginapan di Kintamani, tempat Purnawan bekerja.
Luh Srinadi kepada Tribun Bali, Sabtu 23 Agustus 2025, menegaskan bahwa dirinya sedikit pun tidak percaya atas apa yang disangkakan pada suaminya.
Baca juga: Imigrasi Bali Perkuat Kolaborasi Dalam Pencegahan TPPO yang Modusnya Kian Beragam
Srinadi mengatakan, ia telah mengenal suaminya sejak kecil.
Sosok suaminya lugu, dan dirinya juga kerap melihat pesan-pesan di handphone suaminya, tak ada satu pun pesan yang bersifat melanggar hukum.
"Walaupun suaminya tatoan, tapi orangnya lugu, saya tidak percaya suami saya melakukan itu," ujar perempuan yang baru menikah pada 9 Mei 2025 itu.
"Saya yakin suami saya tak pernah menjual orang. Orang kerja di penginapan, kalau ada orang mau nginap pasti dibolehkan, kenapa tidak. Saya yakin suami saya tak pernah menjual orang. Saya setiap hari bersama suami saya dan saya tahu dia tidak pernah (melakukan itu)," ujarnya.
Srinadi mengatakan, penetapan suaminya sebagai tersangka TPPO tidak masuk akal.
Dia menerangkan, saat polisi melakukan penggerebekan orang yang tengah menginap di tempat suaminya bekerja, Srinadi dan suaminya tengah berada di Pantai Sanur, Denpasar, untuk menonton lomba layang-layang.
Saat itu masih di Denpasar, ada tamu penginapan menelepon, katanya digrebek polisi.
"Lalu suami saya bilang tunggu, nanti saya ke sana. Lalu suami nanya ke polisi lewat telepon, kenapa tamu saya digerebek, apa salahnya. Polisi bilang, ya kita jelasin di Polres Bangli. Karena suami saya bertanggung jawab atas tamu, jadi kami langsung menuju ke Polres," ujar Srinadi.
Dijelaskan bahwa tanggal 1 Agustus 2025, saat itu, statusnya masih sebagai saksi.
"Saya saat itu ada, mendampingi suami. Karena saya tahu suami saya lugu. Sampai jam 4 subuh, kami dibolehkan pulang. Tapi ada polisi bilang harus kembali jam 10 pagi. Karena tidak bisa, sehingga disuruh datang jam 12 siang,”
"Sampai di sana jam 1 belum di BAP, menjelang malam baru di-BAP ulang sampai subuh lagi. Dalam BAP itu, suami saya sudah bilang bahwa di sana hanya pekerja, tidak ada memperjualkan wanita. Melihat saya yang hamil besar, lalu dia menangis dan menanyakan ke polisi, kok saya diginiin, apa salah saya, kasihan istri saya tidur-tiduran di ruang tunggu," ujar Srinadi mengisahkan.
Di tengah lelahnya itu, Srinadi mendengar ada pejabat polisi yang mengaku akan membantu.
Namun suaminya harus menyampaikan keterangan sesuai arahan polisi tersebut.
Karena suaminya kasihan melihat istrinya yang sedang hamil besar, ia pun menyanggupi.
Terlebih lagi suaminya yang lugu itu mengira aparat tersebut memang benar-benar akan membantu.
Tapi setelah itu, ada dua orang polisi memberikan surat pemberitahuan keluarga.
"Belum dibilang jadi tersangka, lalu kertas itu langsung dilipat, tidak ada arahan untuk dibaca, langsung disuruh tanda tangan suami saya. Suami saya mau, karena dikira masalah sudah selesai. Tapi setelah itu, katanya harus tinggal di Polres, tak boleh pulang. Hanya saya yang boleh pulang. Lalu saya tak mau agar saya tak banyak pikiran karena takut ada masalah pada kandungannya," ujarnya.
Saat itu, dirinya didatangi oleh Kanit dan seseorang dengan jabatan manager. Mereka meminta agar Srinadi pulang.
"Saya diminta pulang. Katanya biar ini tidak menjadi masalah besar. Tapi saya ngotot tak mau pulang. Tapi saya ditekan agar pulang. Lalu saya disuruh pulang oleh suami karena kasihan pada kandungan. Lalu saya pulang," ujarnya.
Srinadi menemukan banyak kejanggalan pada kasus ini. Seperti barang bukti yang diperlihatkan aparat kepolisian dalam kasus ini.
"Barang bukti, saya mau pertanyakan, seperti tisu, alat kontrasepsi. Kenapa suami saya dibilang memakai cewek ini. Padahal saya ajak ke Denpasar," ujarnya.
Dalam mencari keadilan ini, Srinadi bersama kuasa hukumnya, salah satunya Buda Hartawan, telah melaporkan hal tersebut ke Propam Polda Bali.
Selain adanya kejanggalan, pihaknya melihat bahwa pihak kepolisian yang menangani kasus ini tidak memiliki hati nurani, sebab mengabaikan permohonan penangguhan penanganan yang dilayangkan oleh istri yang sedang hamil tua.
"Kita melihat seorang ibu, dia mengandung, sangat ironis pejabat tinggi negara khususnya di Polres Bangli tak melihat seperti ini. Kenapa tak dikabulkan permohonan penangguhan penahanan yang ditandatangani oleh Iluh sendiri.
“Keterangan dari bidan, kondisi Iluh tidak baik. Saya dampingi saat melakukan pemeriksaan. Saya ingin cek visum, untuk bisa melakukan permohonan penangguhan. Saya ajak ke bidan, kondisinya memperihatinkan, dia jatuh, dia nangis. Saat itu saya minta penangguhan penahanan. Saya sampaikan kondisi Iluh ke polisi. Namun sedikit pun tak bergetar hati mereka," ujarnya.
Hal yang lebih memilukan, selain tak merespon surat penangguhan, aparat justru mengeluarkan surat perpanjangan penahanan.
Pihaknya berharap bisa bertemu Kapolres dan membicarakan kasus ini secara kekeluargaan dan dilakukan restoratif justice (RJ).
Namun jika kasusnya terus berlanjut, pihaknya akan menempuh jalur praperadilan. (*)
Kumpulan Artikel Bangli
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.