Sponsored Content

Tiru Pencegahan dan Pemetaan Banjir, Setwan DPRD Bali Kunjungi Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta 

Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Provinsi Bali, mengadakan kunjungan ke Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta

TRIBUN BALI/ NI LUH PUTU WAHYUNI SRI UTAMI.
Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Provinsi Bali, adakan kunjungan ke Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta untuk mempelajari pencegahan dan pengelolaan banjir. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Provinsi Bali, mengadakan kunjungan ke Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta untuk mempelajari pencegahan dan pemetaan banjir.

Pertemuan tersebut disambut langsung Kepala Pusat Data dan Informasi Sumber Daya Air Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, Nugraharyadi di Jakarta, Kamis 9 Oktober 2025. 

Dalam pertemuan tersebut, Sekertaris DPRD Bali I Ketut Nayaka, yang didampingi Kabag Persidangan DPRD Bali I Gusti Agung Alit Wikrama dan Kasubag Tata Kepegawaian, Humas, dan Protokol Sekretariat DPRD Bali Kadek Putra Suantara, memaparkan banjir besar yang melanda Bali pada 10 September 2025 lalu telah menewaskan 18 orang dan menghancurkan banyak fasilitas umum menjadi latar belakang kunjungan ke Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta

Menurutnya, dilihat dari topografi dan tipe banjir yang ada di Bali dan DKI Jakarta, memang kedua daerah itu tidak sama, namun demikian, cara penanganan banjir perlu dipelajari Bali dari DKI Jakarta.

Baca juga: NEKAT Maling Sedan Corolla 1975 di Kaba-Kaba Tabanan, Pria Asal Sidoarjo Pengen Punya Mobil Tua

Baca juga: TEWAS Terlindas Truk Tangki, Motor Komang Sutiarta Oleng Lalu Tabrak Trotoar di Buleleng! 

"Penyebab banjir di Bali karena intensitas hujan yang sangat tinggi, berkurangnya ruang penutupan kawasan hutan, hingga alih fungsi lahan," katanya.

Selain itu, isu urbanisasi yang besar-besaran juga menjadi penyumbang utama hilangnya ruang-ruang terbuka hijau, kawasan hutan, penyempitan daerah aliran sungai. 

Menurutnya, urbanisasi tidak bisa bisa dipungkiri karena Bali sebagai destinasi wisata utama di Indonesia yang memerlukan SDM di berbagai sektor usaha untuk menopang wisata. 

Namun, kepadatan penduduk berdampak pada perluasan wilayah pemukiman yang pada akhirnya menghilangkan banyak tempat strategis untuk konservasi, daerah aliran sungai dan ruang terbuka hijau.

"Adanya alih fungsi lahan yang tidak terkendali untuk menopang perkembangan perwisata yang begitu cepat sehingga lupa akan potensi musibah. Itulah yang terjadi di Bali, saat ini,”imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi Sumber Daya Air Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Nugraharyadi memaparkan kondisi dan permasalahan banjir di DKI Jakarta yang dipetakan menjadi empat bagian utama yakni 13 sungai dari hulu, banjir rob di daerah Utara, penurunan tanah (land subsidence) dan perubahan tata guna lahan.

Untuk pengendali banjir sendiri, kata dia, Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta menggunakan pendekatan dari segi infrastruktur pengendalian banjir meliputi normalisasi sungai/kali, tanggul, kanal, sistem polder. 

Selain itu, pihaknya juga mengedepankan run off control (kontrol limpasan) meliputi pembuatan embung, on side detention (kolam detensi, tangki air, simpanan air atap rumah) hingga retensi/konservasi.

Tak kalah penting dari itu semua yakni pendekatan stormwater management Nature Base Solution (NBS) yakni dengan melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat dari tahap perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan. 

“Kebetulan, pengendalian air dan banjir di DKI ini ada kewenangan Pemerintah Pusat ada kewenangan DKI Jakarta, jadi jelas sistem komando dan koordinasi," katanya.

Dia menjelaskan kondisi Infrastruktur Jakarta saat ini yakni terdapat 1.032 m⊃3;/det debit air yang masih harus dikendalikan dengan kapasitas desain di Jakarta 2.357 m⊃3;/det dari jumlah debit air masuk ke Jakarta 3.389 m⊃3;/det.

Terkait pengelola sumber daya air di DKI Jakarta menggunakan sistem polder. Dia menjelaskan sistem polder merupakan inovasi teknologi pengelolaan sumber daya air yang efektif untuk mengatasi masalah banjir, mengatur drainase, dan memanfaatkan lahan di daerah rendah. Sistem ini dipakai untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan, ketika air tidak dapat mengalir secara gravitasi. 

Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan. Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan selanjutnya dipompa ke kolam tampungan.

Berdasarkan roadmap kajian pengembangan infrastruktur penanganan banjir, sistem polder DKI Jakarta tahun 2024, tercatat bahwa DKI Jakarta memiliki 70 polder.

Penentuan prioritas penanganan terhadap polder dibagi menjadi 2 indikator, yaitu tingkat keamanan dan riwayat kejadian banjir.

Sarana dan prasarana DKI Jakarta untuk penanganan banjir yakni pompa stasioner 557 unit di 190 lokasi, 449 dumptruk, 627 pompa mobile, 258 alat berat, petugas pengendalian banjir pengelolaan pantai sebanyak 3.943 dan 114 pintu air di 36 lokasi.

"Kami dinas sumber daya air inilah yang memberikan kebijakan-kebijakan memberikan rambu-rambu agar bagaimana seluruh  warga DKI Jakarta  bisa menikmati air bersih terus kemudian bisa bagaimana penanganan limbah dari warga DKI Jakarta bisa tertangani dengan baik," tutupnya.

 

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved