Sponsored Content

DPRD Badung Dorong 2 Raperda Inisiatif, Soal Kekayaan Intelektual & Penertiban Hewan Penular Rabies

Rabies bukan hanya persoalan kesehatan, tetapi juga berdampak pada ekonomi pariwisata

istimewa
Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Badung, Drs. I Made Retha, SH, MAP saat memberikan naskah ranperda pada Rabu 29 Oktober 2025. 

TRIBUN,BALI.COM, MANGUPURA – DPRD Kabupaten Badung kembali mengajukan dua rancangan peraturan daerah (Raperda) inisiatif dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, Rabu 29 Oktober 2025. Dua Raperda tersebut masing-masing mengatur Fasilitasi Pelindungan Kekayaan Intelektual serta Perlindungan dan Penertiban Hewan Penular Rabies (HPR).


Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Badung, Drs. I Made Retha, SH, MAP menyampaikan pengusulan dua Raperda ini menjadi bagian dari komitmen lembaga legislatif dalam memperkuat landasan hukum pelaksanaan pembangunan daerah, sekaligus menjawab kebutuhan masyarakat di bidang ekonomi kreatif dan kesehatan masyarakat.


"Raperda ini kami susun untuk menjawab kebutuhan nyata di lapangan. Perlindungan terhadap karya intelektual dan penertiban hewan penular rabies menjadi isu strategis yang harus segera diatur," ujarnya saatnya membacakan Ranperda pada Rapat Paripurna.


Dalam perlindungan karya dan ekonomi kreatif pihaknya menegaskan pentingnya pelindungan kekayaan intelektual (KI) sebagai bentuk pengakuan terhadap hak cipta, merek dagang, paten, desain industri, hingga ekspresi budaya tradisional. Pelindungan ini dinilai sejalan dengan amanat Pasal 28C UUD 1945, yang menjamin hak setiap warga negara untuk mengembangkan diri melalui ilmu pengetahuan, seni, dan budaya.


Menurutnya masih banyak masyarakat dan pelaku usaha di Badung yang belum memahami pentingnya mendaftarkan karya atau produk khas daerah mereka sebagai kekayaan intelektual. Padahal, potensi tersebut dapat menjadi sumber ekonomi baru dan promosi budaya daerah.


"Pemerintah daerah perlu hadir untuk memberikan fasilitasi, pembinaan, hingga promosi bagi pelaku ekonomi kreatif dan pegiat seni budaya. Dengan perlindungan KI, produk lokal Badung bisa naik kelas dan bersaing secara global," tegasnya.


Sementara terkait dengan rabies pihaknya juga menyoroti meningkatnya kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) di wilayahnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Badung, sepanjang 2024 tercatat lebih dari 10.000 kasus gigitan, terdiri atas 9.058 gigitan anjing, 1.025 gigitan kucing, dan 96 gigitan monyet.


Kondisi ini disebut berpotensi mengganggu ketertiban masyarakat sekaligus mencoreng citra pariwisata Badung di mata wisatawan.


"Rabies bukan hanya persoalan kesehatan, tetapi juga berdampak pada ekonomi pariwisata. Kita perlu langkah hukum yang tegas namun tetap menghormati hak masyarakat yang memiliki dan menyayangi hewan," jelasnya.


Melalui Raperda ini, DPRD mendorong pengaturan yang lebih jelas mengenai pemeliharaan hewan, penertiban hewan liar, serta keterlibatan Desa Adat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan rabies di tingkat lokal.


Pihaknya juga mengajak pemerintah Daerah Bersinergi
Dua Raperda inisiatif ini diharapkan segera dibahas bersama Pemerintah Kabupaten Badung untuk kemudian disetujui menjadi Peraturan Daerah.


Retha menegaskan bahwa pembentukan peraturan daerah merupakan bentuk tanggung jawab moral dan politik untuk melindungi kepentingan masyarakat, sekaligus memastikan keberlanjutan pembangunan di Gumi Keris.


“Kami berharap dua Raperda ini bisa segera disetujui bersama Bupati Badung dan menjadi payung hukum yang kuat bagi pelaksanaan program di lapangan," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved