Awas Terjebak Urusan Izin Kavling, Tanah Milik Sendiri Tak Bisa Urus IMB

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara
Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penyegelan bangunan liar tak berizin di Jalan Raya Puputan No 122, Renon, Denpasar, Rabu (29/7/2015).

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sudah setahun lebih I Gusti Ngurah Warassutha tak bisa tidur nyenyak jika memikirkan nasib tanah kavling yang dibelinya.

Ngurah tersandera urusan izin kavling, yang membuatnya tidak bisa membangun rumah di atas tanah bersertifikat hak milik atas nama dirinya itu.

(Baca Juga Berita Terkait: Beli Rumah, Seorang Pejabat Mantan Kepala UPT Perizinan pun Tertipu)

Sudah terlanjur membeli tanah kavling dengan sertifikat pecahan, namun ia tak bisa mendirikan bangunan di atas tanah itu lantaran pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) mensyaratkan Ngurah mengantongi izin kavling lebih dulu.

"Maaf, pak. Bapak tidak bisa mengurus IMB. Ini sertifikat bapak tanpa izin kavling. Bapak adalah satu dari banyak korban masalah seperti ini," ujar Ngurah Warassutha menirukan ucapan petugas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal (BPPTSP dan PM) Kota Denpasar saat ia hendak mengurus IMB beberapa waktu lalu.

"Saya sudah sekian kali menghadap kepala perizinan (BPPTSP dan PM). Bahkan saya sudah bawakan kelengkapan data yang diminta beliau. Saya malah bawakan ke rumahnya langsung. Tapi belum ada kabar sampai sekarang," keluh lelaki yang membeli tanah di kawasan Poh Manis, Denpasar Utara, Bali ini.

Masalah yang dialami Ngurah Warassutha muncul karena ketidaktahuannya tentang Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2005.

Dalam Bab II pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang melaksanakan pengkavlingan tanah di Kota Denpasar wajib mendapatkan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT).

IPPT diajukan secara tertulis kepada Wali Kota melalui Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar.

Izin inilah yang dikenal sebagai izin kavling --sebuah izin yang harus ada tatkala mengajukan IMB.

"Sebelum saya deal dan membayar tanah kavling itu, saya sudah cocokkan ke Dinas Tata Ruang Denpasar status tanah itu. Ternyata benar bahwa statusnya di kawasan pemukiman. Jadi tidak di jalur hijau. Makanya, saya berani beli. Tidak tahunya, ternyata harus ada izin kavling itu. Kalau memang izin kavling harus ada lebih dulu sebelum keluarnya sertifikat, mengapa BPN menerbitkan sertifikat untuk tanah kavling saya? Jadi bingung sekarang," curhat Warassutha kepadaTribun Bali.

Diperkirakan cukup banyak warga yang kecele karena tak mengetahui aturan tentang izin kavling ini.

Biang kerunyaman itu adalah ketidaksinkronan antara ketentuan dalam Perda Nomor 6/2005 itu dengan aturan keagrariaan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

BPN bisa menerbitkan sertifikat tanah kavling jika syarat-syarat yang diharuskan sesuai ketentuan keagrariaan sudah terpenuhi, tanpa perlu ada syarat izin kavling.

“BPN kan acuannya undang-undang, sementara Pemkot mengacu pada perda. Jadinya tidak sinkron, dan yang jadi korban adalah warga masyarakat. Mereka yang sudah mengantongi sertifikat tapi belum memiliki izin kavling jadi buntu, tak bisa membangun,” kata I Gusti Made Aryawan, Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Bali, Minggu (23/8/2015).

Halaman
123

Berita Terkini