TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Dong Nawa (85) dan Pekak Tunas (75) khawatir dan panik usai gempa cukup besar melanda tempat tinggalnya di Banjar Yeha, Desa Sebudi, Kecamatan Selat.
Mereka pun memilih untuk mengungsi sementara waktu, untuk antisipasi yang tidak diinginkan.
Kamis (21/9/2017), Dong Nawa mengaku masih trauma dengan ledakan Gunung Agung tahun 1963.
Pihaknya mengaku tak ingin tragedi serupa terjadi lagi.
Baca: Gempa Semakin Keras dan Lama, Warga Banjar Yeha di Dekat Gunung Agung Mulai Ketakutan
Baca: Puluhan Pengungsi Gunung Agung Tiba di Lapangan Gelgel ‘Gempa Sudah Terus Terasa di Desa Kami’
"Ledakan tahun 1963 keras. Makanya kita mengungsi untuk sementara waktu, sambil menunggu kondisi aman dan tenang,"kata Dong Nawa ditemui di lokasi.
"Sekarang anak dan cucu saya masih ambil barang dirumah. Saya ke sini (lokasi pengungsian) mulai tadi pagi, sekitar pukul 07.00 wita, "tambah Pekak Tunas, saudara Dong Nawa.
Pertanda Sekala Niskala
Pangelingsir Pura Pasar Agung, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Jro Mangku Wayan Sukra, Minggu (17/9/2017) mengungkapkan bahwa tanda-tanda sekala dan niskala biasanya muncul saat Gunung Agung hendak mengalami erupsi atau meletus.
Ini 7 Pertanda Sekala Niskala Jika Gunung Agung akan Meletus:
1. Pertanda sekala biasanya muncul sebulan hingga tiga bulan sebelum erupsi.
2. Pertanda sekala seperti hewan-hewan yang tinggal di ketinggian Gunung Agung turun gunung.
3. Hewan yang biasanya tinggal di Gunung Agung bahkan ke rumah-rumah penduduk.
4. Hewan-hewan itu lebih peka merasakan suhu yang meningkat di bagian atas gunung, karena adanya peningkatan aktivitas vulkanik.
5. Selain itu, biasanya juga terjadi hujan abu.
6. Jika abu tersebut menempel di badan akan bisa menimbulkan gatal, dan mengalami lecet.
7. Tanda niskala terdengar bunyi gamelan dan bleganjur sebleum erupsi.
Saat ini, tanda-tanda sekala dan niskala itu belum ada yang muncul.
”Kalau secara niskala biasanya terdengar bunyi gamelan dan bleganjur sebelum erupsi. Semoga tak terjadi,” harap Wayan Sukra.
Sedangkan pertanda sekala, imbuh dia, sebulan hingga tiga bulan sebelum erupsi biasanya hewan-hewan yang tinggal di ketinggian Gunung Agung turun ke bawah dan bahkan ke rumah-rumah warga.
“Tanda-tanda sekala dan niskala itu menjelang erupsi itu sebagaimana yang dituturkan turun-temurun dari nenek moyang. Saat ini, tanda-tanda sekala dan niskala itu belum ada yang muncul. Oleh karena itu, warga saya harap tenang dan tidak resah. Media juga harus beritakan yang objektif biar warga tak resah,” ungkap Jro Mangku Wayan Sukra.
Pria yang juga menjabat sebagai Bendesa Sogra ini berjanji akan terus menggelar upacara untuk memohon keselamatan kepada Tuhan dan agar terhindar dari bencana.
Sejak 1963 (tatkala Gunung Agung meletus terakhir) hingga kini, menurut Wayan Sukra, pemangku di Pura Pasar Agung rutin ngaturan pekelem di kawah.
Sarananya berupa kambing dan bebek berwarna putih. (*)