TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Akademisi yang juga seorang praktisi yang dalam hal ini adalah dalang, Dr. Komang Indrawan, SSn. MFilH, atau yang lebih dikenal dengan nama Komang Gases mengatakan bahwa pangruwatan Wayang Sapuh Leger dilakukan bagi mereka yang lahir Wuku Wayang.
Kembali kepada teologi dan mitologi sejarah orang tua dulu, yang mengatakan bahwasannya Wayang Sapuh Leger merupakan warisan yang patut dilestarikan.
“Tujuannya bukan hanya ngeruak atau membersihkan badan secara jasmani, tapi juga ngeruak bhuana alit dan bhuana agung,” kata Indrawan yang ditemui di IKIP PGRI Bali, Selasa (20/2/2018) siang.
Bhuana Alit yang dibersihkan menurutnya adalah badan yang kita miliki dan terkena aura negatif sehingga perlu membersihkan diri.
“Secara kasat mata kan kita mesiram (mandi) tapi secara batin membersihkan kayika, wacika, dan manacika (perbuatan, perkataan, dan pikiran). Jangankan hanya melukat Sapuh Leger atau bebayuhan melik, semua penglukatan memiliki pertanda agar kita lebih mengerti dan paham bahwa usai melukat kenapa kita berkata kasar, kenapa melakukan kegiatan tidak baik, kenapa kita berpikir tidak baik. Seperti itu sebenarnya,” imbuh Indrawan.
Ia menekankan, bahwa jika seseorang tidak mengerti maka percuma melukat.
Walaupun sampai 200 kali mebayuh maupun melukat, kalau karakter tidak bagus tetap saja tidak bisa bersih.
Menurutnya mebayuh, melukat, mesudamala hanya pertanda untuk mengingatkan kepada diri agar bisa menjaga perkataan, perbuatan, maupun pikiran.
“Tujuan Sapuh Leger kan bisa juga kita lihat dari katanya yaitu sapuh yang berarti membersihkan dan leger itu leget atau kotor. Sehingga sama artinya dengan membersihkan sesuatu yang kotor.” katanya.
Indrawan juga berharap agar tidak membuat penafsiran yang salah terhadap mereka yang lahir di dina wuku wayang atau melik.
Ia mengatakan lahir di wuku wayang ataupun melik itu bukan orang yang cacat atau salah lahir.
Tapi ia orang yang lahir secara spesial di wuku itu.
Karena pada saat lahir di wuku wayang, Ida Bhatara Siwa mepica (memberikan) penganugrahan kepada Bhatara Kala secara mitologi.
Diharapkan orang yang lahir pada wuku itu yang juga indentik dengan kekuatan sakti wisesa agar bisa mengendalikan emosi dalam dirinya sehingga menjadi orang yang berguna melalui upacara sapuh leger.
“Tapi kalau tidak dibersihkan bagaimana? Tidak kenapa. Apakah setelah dibersihkan akan berubah? Belum tentu. Itu tergantung pada karma wasana, karena semua orang terbungkus oleh karma. Namun tugas kita menjalankan apa yang sudah kita terima dari orang tua agar kebudayaan kita lestari,” kata Indrawan. (*)