Bandara Dibatalkan, Bangun Marina di Bali Utara yang Lebih Mewah dari Raffles Harbour Singapura

Penulis: Wema Satya Dinata
Editor: Ady Sucipto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Singapore Harbor

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Presiden Direktur PT BIBU Panji Sakti, Made Mangku, menyatakan tidak akan berhenti untuk membangun di kawasan Bali utara.

Meskipun seandainya pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) benar-benar dibatalkan, seperti yang dilontarkan Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.

“Berbicara agak jelek, jika isu itu benar, kemudian bandara dibatalkan tetap kita akan membangun, cuma posisinya dibalik,” ujar Made Mangku saat ditemui di Sanur, Denpasar, kemarin.

Mangku menjelaskan, awalnya pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) menjadi prioritas pertama untuk digarap.

Tetapi jika pembangunan bandara tidak dibolehkan, masih tersisa empat program pembangunan lainnya, yaitu marina, power plant, infrastruktur, dan aerocity.

“Kenapa tidak kita garap yang lain aja dulu, misalnya marina, pelan-pelan pasti memerlukan bandara,” katanya.

Dikatakan, bandara akan digarap belakangan, tidak lagi pertama atau menjadi prioritas.

“Rencananya bandara menjadi prioritas untuk dijadikan mesin penggerak. Kalau ada isu pembatalan, kita balik, program tetap jalan, marina dulu,” tuturnya.

Mangku menjelaskan keinginannya membangun marina karena menurutnya di Indonesia belum ada marina yang bisa disinggahi cruise-cruise besar.

Ia mencontohkan seperti di Pelabuhan Benoa, cruise melabuh di tengah laut, kemudian diambil menggunakan boat sehingga tidak memberikan rasa nyaman pada wisatawan.

“Ibaratnya, di Indonesia kedatangan Ferrari tetapi jalannya gang yang berbatu, mestinya disiapkan infrastruktur yang betul-betul representatif. Cruise harganya triliunan, marinanya jelek, mana ada yang mau singgah,” tuturnya.

Ia mengatakan nantinya marina yang direncanakan akan dibangun, grade-nya lebih tinggi dari Raffles Harbour di Singapura. 

Ilustrasi bandara di atas laut (Net)

Seperti diberitakan sebelumnya, wacana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) terus bergulir.

Terbaru, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan rencana pembangunan BIBU belum pasti batal.

Dengan kata lain, pembatalan belum final meskipun kajian Bank Dunia dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) merekomendasikan untuk dibatalkan.

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, mengatakan rekomendasi dua lembaga tersebut hanya masukan bagi Kemenhub sebelum mengeluarkan izin.

Dengan begitu, belum ada keputusan final soal pembangunan bandara yang rencananya dibangun di di kawasan Kubu Tambahan, Kabupaten Buleleng.

Pihaknya akan mengkaji lagi rencana pembangunan bandara yang akan dibangun di atas laut dengan nilai investasti Rp 27 triliun tersebut.  

"Belum pasti tidak jadi, tapi selama itu (kajian) izin tidak akan diberikan dulu," kata Menhub saat ditemui di Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/3) kemarin.

Menhub menjelaskan, dua lembaga tersebut memang menyarankan supaya bandara di Pulau Dewata cukup terkonsentrasi di Bandara Internasional Ngurah Rai yang belokasi di Tuban, Kabupaten Badung.

Namun, Kemenhub juga akan melakukan feasibility study (FS) tentang pembangunan Bandara Bali Utara tersebut.

Mantan Direktur Utama PT Angkasa Pura II itu melanjutkan, kajian yang akan dilakukan oleh Kemenhub akan selesai sekitar dua atau tiga bulan lagi.

Budi Karya belum mau mengungkapkan kajiannya seperti apa. Dia mengatakan kalau sudah ada hasilnya akan segera disampaikan.

Menurutnya ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam studi yang dilakukan. Hal itu meliputi sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan.

"Jadi itu juga kalau nanti contohnya kalau spreading pembangunannya juga spreading, nanti kerusakan lingkungannya juga spreading. Tapi itu masih awal-lah. Kita harus mengkaji kalau membuat itu bukan ekonominya aja kan. Kita juga mengkaji faktor-faktor sosial atau faktor ekologi lingkungan," jelas Budi Karya.

Sehari sebelumnya, Budi Karya mengisyaratkan belum akan memberikan persetujuan pembangunan Bandara Bali Utara.

Kemenhub cenderung mengembangkan bandara yang sudah ada yakni Bandara I Gusti Ngurah Rai.

"Secara umum memang ada studi yang kami lakukan, idealnya seperti apa. Indikasi awalnya, kami akan mendayagunakan bandara yang sudah ada (Bandara Ngurah Rai)," jelasnya saat meninjau PT Jakarta International Container Terminal, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (4/3).

Untuk diketahui, Menteri Koordinator Bidang kemaritiman, Luhut Pandjaitan, telah melaporkan kepada Presiden Joko Widodo untuk membatalkan rencana pembangunan Bandara Bali Utara.

Luhut menyebut pembangunan BIBU belum bisa dilaksanakan karena berdasarkan studi Bank Dunia dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), Bali tidak perlu bandara baru di Bali utara dan cukup mengembangkan Bandara Gusti Ngurah Rai di Bali selatan.

Saat ini, Bandara Ngurah Rai tengah dikembangkan untuk menyambut kegiatan Pertemuan Tahunan International Monetery Fund (IMF)-World Bank pada 8-14 Oktober 2018.

Acara itu bakal diikuti oleh 23 kepala negara dan 17.000 delegasi dari 189 negara.

Menurut Luhut, ada empat alasan pembatalan pembangunan Bandara Bali Utara. Pertama, kesulitan membangun akses kereta api.

Kedua, pemerintah akan memprioritaskan pengembangan Bandara Ngurah Rai. Menurut Luhut, pemerintah akan membuat runway (landasan terbang) tambahan di Bandara Ngurah Rai.

Ketiga, pemerintah akan memperbanyak tempat parkir pesawat di Bandara Ngurah Rai.

Keempat, pemerintah akan membangun jalur kapal Roro dari Pelabuhan Banyuwangi ke Bali Utara. Dengan begitu, nanti mobil yang masuk ke Denpasar bisa berkurang 30% sampai 40%.

Hal ini memupuskan keinginan masyarakat Bali untuk memiliki bandara internasional lain selain Ngurah Rai. Padahal Pemerintah Provinsi Bali telah memperjuangkan pembangunan bandara selama empat tahun.

Namun, lamanya pemerintah mengeluarkan izin penentuan lokasi (penlok) membuat nasib megaproyek ini terkatung-katung tanpa kejelasan.

Dana Investor

Ilustrasi Uang (Tribun Bali/ Istimewa)

Sementara itu, PT Bandara Internasional Bali Baru (BIBU) Panji Sakti sebagai inisiator pembangunan bandara di Bali utara menyatakan sudah menempuh semua prosedur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 20/2014 tentang Tata Cara dan Prosedur Penetapan Lokasi Bandar Udara.

Presiden Direktur BIBU Panji Sakti I Made Mangku masih berharap rencana pembangunan BIBU tidak sampai dibatalkan.

Dikatakan, saat ini persoalan yang belum selesai hanya satu, yaitu izin penetapan lokasi (Penlok) yang belum turun dari Kemenhub.

"Semua rekomendasi dari pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pusat sudah sudah dimiliki PT BIBU Panji Sakti," kata Made Mangku saat ditemui di Sanur, Denpasar, Senin kemarin.

Ia pun menegaskan, dana yang akan digunakan untuk membangun BIBU seluruhnya berasal dari investor dengan nilai Rp 27 triliun atau 2 miliar dolar AS.

“Jadi, BIBU sendiri tidak memanfaatkan dana pemerintah sepeser pun,” ungkapnya.

Ditambahkan, ada 16 investor yang tergabung dalam konsorsium Kinessis Capital and Investment (KCNI), yang bermarkas di Kanada, untuk membiayai proyek tersebut.

Seluruh proses sosialisasi maupun administrasi telah dilalui sejak empat tahun lalu.

Semua data yang dimilikinya adalah by process dan resmi, maka dari itu ia mengaku berani untuk membukanya agar diketahui oleh publik.

Rencananya bandara akan dibangun di tengah laut dan tidak mengganggu aktivitas di darat.

Ia mengungkapkan akan ada akses untuk masyarakat atau nelayan untuk mencari ikan karena di bawah runway disediakan terowongan untuk kapal melintas.

"Untuk luas total bandara adalah 2.150 hektare, dengan luas runway dengan terminalnya 1.060 hektare. Nantinya, semua bangunan berada di atas laut dengan sistem pancang," jelasnya.

Ia mengatakan tujuan membangun BIBU, yakni pertama untuk mengurai kemacetan dan kekroditan di Bali selatan.

Kedua, untuk mengoptimalisasi destinasi-destinasi pariwisata yang ada di Bali utara, Bali barat, dan Bali timur, karena akan lebih gampang dijangkau kalau ada bandara baru.

“Ini kan berbicara tentang kemajuan Bali, berbicara tentang kesejahteraan masyarakat Bali. Bukan berbicara tentang membangun di Bali, tidak,” tegas Mangku.

Ia menuturkan panjang runway pada awalnya direncanakan 3.600 meter kemudian diubah menjadi 4.100 meter.

Dengan runway sepanjang itu bisa didarati sebuah pesawat paling besar, tipe Airbus A380 yang bisa terbang jarak jauh dari Bali langsung ke Los Angeles.

“Itu sudah dipikirkan, ini datanya semua,” katanya kepada Tribun Bali sambil memperlihatkan beberapa file yang dibawa.

Direncanakan jika pembangunannya lancar, waktu yang diperlukan adalah lima tahun, hingga runway dan terminal selesai, serta bisa didarati pesawat.

Terakhir, ia mengatakan tujuan program adalah murni untuk membangun Bali dan menurutnya sulit mencari investor yang mau membangun bandara tersebut.

“Murni membangun, tidak suka-suka. Mencari kepercayaan investor tidak gampang kalau tidak betul-betul punya trust, pasti tidak akan dapat,” imbuhnya. (*)

Berita Terkini