Sedari 20-an tahun yang lalu, tak satupun ada yang diperbolehkan mengungkap bagaimana sejarah didirikannya patung yang dikenal sangat angker ini.
Akhirnya, Jero Mangku Ida Bagus Balik, keturunan pendonatur dan pencetus ide pembuatan patung itu mengungkapnya kepada Tribun Bali.
Awalnya, Jero Mangku Ambara yang lebih akrab disapa Ida Bagus Balik ini enggan mempublikasikan bagaimana sejarah berdiri dan filosofi patung yang sebagai simbolis Siwa Budha itu.
Namun, setelah menentukan hari baik dan tentunya persiapan yang matang, akhirnya ia bersedia membuka ke publik untuk mengobati rasa penasaran masyarakat Bali.
Baca: Bassist Navicula Diduga Alami Kecelakaan Tunggal di Jalan Raya Sakah Gianyar, Ini Kata Polisi
“Sejak dulu, banyak siswa, mahasiswa dan media yang meminta penjelasan kepada saya. Namun, saya tidak jelaskan karena untuk membuka sejarah dan filosofinya harus di hari yang tepat dan kepada orang yang tepat pula,” ujar Gus Balik kepada Tribun Bali di rumah kediamannya di Desa Mas, Ubud, Gianyar, Jumat (20/2/2015).
Patung yang sebagai simbolis Sang Hyang Siwa Budha itu ternyata disebut Sang Hyang Brahma Lelare.
Ide untuk membangun patung itu berawal dari niat mantan Bupati Gianyar Cokorda Darana pada tahun 1989.
Kala itu, Cokorda Darana mengajak sejumlah praktisi sejarah dan prajuru desa Batuan untuk melaksanakan sangkep (rapat).
Tujuan rapat itu adalah untuk membahas kehendak Bupati Darana untuk membuat patung di seluruh simpang tiga dan simpang empat yang ada di Kabupaten Gianyar.
“Kuncinya, adanya imbauan untuk membuat patung yang bisa dijadikan kebanggaan, sekali lagi yang menjadi kebanggaan. Pada saat itu diadakan rapat yang mengundang pakar-pakar sejarah untuk membahas patung apa yang akan dibangun,” ungkap Gus Balik sambil ditemani rintikan hujan yang mengguyur Gianyar kala itu.
Rapat pertama ternyata tidak menghasilkan keputusan.
Kebanyakan dari peserta rapat kala itu mengajukan ide untuk membangun patung wayang, dan patung Kapten I Wayan Dipta.
Menurut penjelasan dari Gus Balik, kalau patung wayang, dan patung Kapten I Wayan Dipta, tidak akan menjadi kebanggaan masyarakat Bali khususnya di Gianyar.
Sebab, kata dia, kalau di daerah lain dibangun patung pejuang dan wayang, maka patung yang akan dibuat itu tidak akan menjadi kebanggaan lagi bagi masyarakat Bali khususnya Gianyar.