Kongres V PDIP di Bali

Ini Sejarah Dibalik Dedication of Life, 'Mengabdi Kepada Tuhan, Kepada Tanah Air'

Penulis: Ragil Armando
Editor: Rizki Laelani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ini Sejarah Dibalik Dedication of Life, 'Mengabdi Kepada Tuhan, Kepada Tanah Air'

Ini Sejarah Dibalik Dedication of Life, 'Mengabdi Kepada Tuhan, Kepada Tanah Air'

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam setiap perhelatan yang digelar PDIP selalu diisi dengan pembaca teks dedication of life, termasuk di Kongres V PDIP nanti.

Dedication of Life ini merupakan sebuah karya yang ditulis Proklamator sekaligus Presiden pertama RI, Soekarno atau populer dipanggil Bung Karno.

Dedication of Life telah berulang kali disampaikan Bung Karno dalam berbagai pertemuan secara lisan.

Namun, kata-kata dalam Dedication of Life secara tertulis baru dilakukan Bung Karno pada 1966.

Bung Karno menulis Dedication of Life sebagai bentuk komitmennya dalam mengabdi kepada Tuhan, Bangsa, dan Tanah Air.

Berdasarkan sumber dari Buku Hari-hari Terakhir Soekarno karya sejarawan Peter Kasenda, saat September 1966.

Di Jakarta, mahasiswa, pemuda, pelajar makin sering turun ke jalan.

Mereka menuntut Presiden Soekarno turun dari kekuasaan.

Pertengahan bulan sebelumnya, di Bandung, gambar Soekarno disobek dalam sebuah aksi.

Di beberapa tempat gambar Soekarno diturunkan, termasuk di beberapa instansi pemerintahan.

Terkesan terencana dan sistematis. Pemicunya adalah pidato kenegaraan Soekarno pada 17 Agustus 1966 yang dianggap tetap tidak mau menyalahkan Partai Komunis Indonesia atas pembunuhan para jenderal setahun sebelumnya.

Pidato kenegaraan terakhir Bung Karno itu, sesuai judulnya, Djas Merah (Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah), seperti kekesalan berlarut melihat anak-anak bangsa yang kemerdekaaanya dia proklamasikan itu seperti sedang kehilangan kewarasannya.

“Abraham Lincoln, berkata ‘one cannot escape history, orang tak dapat meninggalkan sejarah’, tetapi saya tambah ‘Never leave history’. Inilah sejarah perjuangan, inilah sejarah historymu. Peganglah teguh sejarahmu itu, never leave your own history! Peganglah yang telah kita miliki sekarang, yang adalah akumulasi dari pada hasil semua perjuangan kita di masa lampau. Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri diatas vacuum, engkau akan berdiri diatas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung, dan akan berupa amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap.”

Bangsa yang seperti kera kejepit di dalam gelap. Nada pidato itu tahu: ia di pengujung kekuasaan.

Nasabah dan Krama Adat Gianyar Diminta Tak Panik, Satreskrim: 4 LPD Kami Sasar

Sekitar Rp 12 Miliar Hanya untuk Hotel, Begini Sebaran Peserta Kongres V PDIP di Bali

4 Nama Ini Terpilih Bacakan Teks Pancasila & Dedication of Life Sukarno Hasil Seleksi DPD PDIP Bali

Halaman
12

Berita Terkini