Jaje Bali Dilabeli Halal, Wajib bagi Produk Makanan dan Minuman

Penulis: eurazmy
Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi jaje Bali

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mulai per 17 Oktober 2019, pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman (mamin) di Indonesia, tak terkecuali di Bali, memiliki sertifikat halal.

Termasuk jajanan tradisional seperti jaje Bali.

Aturan yang didasarkan pada UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ini memberi tenggat waktu selama lima tahun kepada seluruh pengusaha maupun industri rumah tangga untuk mengurus label halal ini.

Tidak hanya produk mamin dari industri skala nasional, sertifikasi halal juga wajib dimiliki produk-produk mamin skala lokal maupun rumah tangga seperti permen, temulawak, jajanan tradisional, dan lain-lain.

Namun, produk mamin yang wajib dilabel halal ini tak berlaku buat produk non-halal, khususnya di Bali yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu.

''Kalau memang produk itu gak halal ya gak perlu disertifikasi. Intinya aturan ini tidak memberatkan dan lebih pada soal orientasi bisnis karena omzet produk halal sekarang lagi naik,'' ungkap Nur Khamid, Kabid Bimbingan Masyarakat Kanwil Kemenag Provinsi Bali, Kamis (17/10/2019).

''Lagipula tidak serta-merta per tanggal 17 semua produk harus halal, masih ada jangka waktu sampai tahun 2024 buat masyarakat untuk mengurus sertifikasi halal ini,'' tambahnya.

Penerapan regulasi ini di Bali juga akan segera dipersiapkan dalam waktu dekat baik secara sistem hingga perangkatnya.

Nur Khamid menjelaskan, sesuai perubahan pada UU JPH, otoritas sertifikasi halal yang sebelumnya dipegang Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), kini diambil alih BPJPH Kemenag.

Namun, keberadaan BPJPH untuk di daerah sementara akan ditangani Kanwil Kemenag daerah masing-masing seperti di Karangasem, Tabanan, Badung, dan lain-lain.

Hingga saat ini, pendaftaran sertifikasi di Bali masih belum bisa optimal karena masih harus menunggu koordinasi dengan berbagai pihak mulai dari MUI, Pemda, pelaku usaha hingga organisasi masyarakat.

''Khususnya kami masih tunggu keputusan dari Menteri Keuangan soal kesepakatan tarif pengurusan sertifikasi halal. Saat ini kami masih belum ada pendaftaran karena kami masih siapkan perangkatnya juga,'' terangnya.

Ditanya soal adakah kendala dan tantangan Kanwil Kemenag Provinsi Bali dalam mensosialisasikan regulasi ini di Bali, kata dia, tidak ada.

Pihaknya hingga saat ini masih belum menemui adanya resistensi tertentu dari masyarakat Bali yang plural.

''Semoga gak ada karena kembali itu juga, kami juga banyak temui masyarakat non muslim juga ada yang ingin produknya distempel halal. Jadi memang ada sisi orientasi bisnis di sana, gak hanya soal agama,'' tegasnya.

Halaman
12

Berita Terkini