Sektor Properti Lesu, Pendapatan BPHTB Badung Turun 21 Persen

Penulis: I Komang Agus Aryanta
Editor: Widyartha Suryawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dok. Tribun Bali - Sejumlah wisatawan menikmati liburan di Pantai Kuta.

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA – Penerimaan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) tahun 2019 di Kabupaten Badung turun.

Hal ini lantaran terjadi kelesuan pada sektor properti dan dunia usaha di Kabupaten Badung.

Hal tersebut dikatakan Wakil Bupati Badung, I Ketut Suiasa saat membacakan jawaban-jawaban pemerintah, Senin (18/11/2019).

Menurutnya, secara year on year, penerimaan bulan Oktober 2018 sebesar Rp 375.178.623.937,00 dan bulan Oktober 2019 sebesar Rp 307.905.763.496,00.

Hal ini menandakan lesunya sektor properti dan dunia usaha khususnya di Kabupaten Badung.

“Jadi penurunan BPHTB di tahun 2019 mencapai 21 persen,” katanya saat rapat paripurna.

Rapat Paripurna DPRD Badung itu dipimpin Ketua DPRD Badung, I Putu Parwata bersama wakil ketua I Wayan Suyasa dan I Made Sunarta serta diikuti oleh seluruh anggota DPRD Badung.

Rapat juga dihadiri Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta namun kemudian menugaskan Wakil Bupati Ketut Suiasa untuk membacakan jawaban Bupati Badung.

Pada kesempatan itu, Suiasa juga menyampaikan sejauh ini kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) juga tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan.

Dikatakannya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, hingga bulan September 2019 kunjungan wisman mencapai 4.672.230 sedangkan pada bulan yang sama di tahun 2018 kunjungan 4.647.040.

“Sehingga kenaikan kunjungan sejumlah 25.190 orang atau hanya mencapai 0,54 persen,” kata Wakil Bupati asal Desa Pecatu, Kuta Selatan itu.

Dengan menurunnya BPHTB dan kunjungan wisatawan bisa digunakan sebagai  indikator serta  analisis untuk menyusun proyeksi dalam Rancangan Anggaran dan Belanja  Daerah  (RAPBD) Badung tahun 2020.

Indikator itulah yang kemudian menjadi pijakan pemerintah sekarang.

“Intinya untuk menetapkan RAPBD kita harus melihat situasi di lapangan,” bebernya.

Lanjut dijelaskan, indikator-indikator tersebut pula telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 86 tahun 2017 tentang tata cara evaluasi Ranperda RPJPD, RPJMD, dan RKPD sehingga proyeksi pendapatan daerah disusun dengan memperhatikan berbagai faktor.

Halaman
12

Berita Terkini