TRIBUN BALI.COM, MANGUPURA - Termohon ekstradisi WNA atas nama Rabie Ayad Abderahman alias Rabie Ayad alias Patistota asal Lebanon terus dicari keberadaannya hingga saat ini oleh Kantor Imigrasi Klas I Khusus TPI Ngurah Rai yang bekerjasama dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan.
“Saat ini kami terus melakukan penyelidikan dengan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan pencarian Rabie Ayad. Kami Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai tidak pernah memberikan fasilitas menyewakan villa untuk Rabie Ayad,” imbuh Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, Amran Aris, Rabu (20/11/2019).
Amran memaparkan status hukum Rabie Ayad terhitung mulai tanggal 22 Oktober 2019 adalah bebas sesuai putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 1/Pid-Ex/2019/PN.Dps tanggal 22 Oktober 2019.
Dan karena tidak memiliki izin tinggal, terhadapnya ditindaklanjuti sesuai dengan Pasal 116 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Selama menunggu proses pemulangan, pihak keluarga memohon agar Rabie Ayad dapat tinggal di luar Kantor lmigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai dikarenakan status hukumnya yang bebas.
“Sekali lagi pihak lmigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai tidak pernah memberikan fasilitas tempat tinggal di luar Kantor Imigrasi, dan selama tinggal di luar Kantor Imigrasi Rabie Ayad ditanggung oleh keluarganya,” kembali Amran menegaskan.
Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai berinisiatif sebagai bentuk Pengawasan terhadap Orang Asing, memerintahkan kepada 2 Anggota untuk mengintai villa tempat tinggal Rabie Ayad.
Hal ini dilakukan tak lain agar mempermudah dan mempercepat proses ketika yang bersangkutan akan pulang ke negaranya.
“Pada hari Senin tanggal 28 Oktober 2019 sekira pukul 09.00 Wita informasi dari anggota yang mengawasi dilaporkan Rabie Ayad tengah berenang. Tak lama ia kedepan dan kelalaian anggota kita saat itu yakin Rabie Ayad tidak akan melarikan diri karena hanya mau ke minimarket depan,” ungkapnya.
Ia menambahkan mungkin dua anggotanya saat itu pun tidak berpikiran Rabie Ayad akan melarikan diri dengan celana pendek yang biasa digunakan laki-laki berenang.
Namun ia tidak kembali lagi ke vila kemudian dua anggota itu pun melapor ke Kepala Seksi lalu ke Kepala Bidang.
Tanggal 29 Oktober 2019 Pengadilan Negeri Kelas I A Denpasar menyampaikan berkas Release Pemberitahuan Permohonan Perlawanan Nomor 1/Pen.Eks/2019/PN Dps ke Kantor lmigrasi Ngurah Rai yang berisi tentang pemberitahuan kepada Termohon Ekstradisi atas nama Rabie Ayad bahwa Penuntut Umum telah mengajukan perlawanan pada tanggal 28 Oktober 2019 terhadap putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1/Pid.Ex/2019/PN Dps, tanggal 22 Oktober 2019 sehingga status hukum WNA atas nama Rabie Ayad Abderahman alias Rabie Ayad alias Patistota terhitung mulai 29 Oktober 2019 adalah tahanan Kejaksaan Tinggi Bali.
Dan baru pada tanggal 31 Oktober 2019 pihaknya baru menyampaikan bahwa Rabie Ayad tidak diketahui keberadaannya.
“Kita melapor tanggal 31 Oktober jadi ada usaha kita mencari sendiri Rabie Ayad oleh anggota Imigrasi. Namun akhirnya kita meminta bantuan kepada Kepolisian,” jelas Amran.
“Kita tidak menduga bahwa Rabie Ayad akan melarikan diri. Karena paspornya masih tertahan disini dan sudah dinyatakan bebas sesuai putusan awal. Dan akan menimbulkan masalah baru jika melarikan diri seperti ini, harusnya tunggu satu dua hari akan dipulangkan,” sambungnya.
Terhadap dua anggota yang bertugas mengawasi Rabie Ayad itu telah diperiksa dan dimintai keterangan.
Petugas Ditjen Keimigrasian serta Kanwil Kumham Bali juga akan turun memeriksa terhadap keduanya apakah ada unsur kelalaian saat bertugas atau kesengajaan.
“Hukuman atau pun sanksi akan kita berikan tentunya kepada mereka. Dan apakah benar-benar lalai ataukah ada unsur-unsur lain,” imbuhnya.
Amran pun menambahkan sesudah putusan awal dinyatakan bebas hingga Rabie Ayad tidak diketahui keberadaannya pihaknya langsung menghubungi Konjen AS yang memohon ekstradisi untuk berkoordinasi serta meminta bantuan untuk mencari keberadaan Rabie Ayad.
Mengenai informasi masuknya Rabie Ayad ke Indonesia khususnya ke Bali sekitar bulan Februari 2018 secara legal pun dibantah oleh Amran Aris.
“Saat itu sekitar Februari 2018 ia masuk dan melewati Imigrasi setelah mendapatkan cap langsung kita ambil (paspornya). Kita langsung amankan karena ia masuk red notice Interpol,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rabi Ayad Abderahman merupakan WNA asal Lebanon buronan interpol Amerika Serikat (AS) yang melakukan tindak pidana skimming dengan kerugian Rp 7 triliun di Negeri Paman Sam tersebut.
Informasi yang didapatkan tribunbali.com dari sumber mengatakan Rabi Ayad Abderahman alias Patistota sempat menjalani sidang ekstradisi dan diputus bebas dari Pengadilan Negeri Denpasar pada Rabu 23 Oktober 2019 silam.
Jaksa lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) yang memutuskan mengabulkan permintaan ekstradisi jaksa.
Namun, saat akan dieksekusi warga Lebanon itu dinyatakan kabur.
"Kami tidak bisa mengeksekusi penetapan hakim Pengadilan Tinggi, karena tahanan kabur saat dititipkan di imigrasi," ungkap Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Didik Farkhan Ali saat dimintai konfirmasi, Jumat (8/11/2019).
Ia menambahkan Patistota dititipkan ke Rudenim Denpasar saat proses banding berlangsung.
Namun, saat jaksa akan mengeksekusi penetapan hakim Pengadilan Tinggi Abderahman tidak ada di tempat.
"Di PT (banding) diterima dan saat diminta untuk diambil lagi ke Kerobokan dinyatakan tahanan kabur," jawabnya singkat.
Majelis Hakim PN Denpasar memutuskan permohonan itu ditolak karena adanya perbedaan identitas dengan catatan dari interpol.
Namun, jaksa berhasil menyertakan bukti-bukti terkait hingga permohonan itu dikabulkan di tingkat banding.
Masih dari keterangan sumber kepada tribunbali.com, bahwa koordinasi dengan imigrasi ditindaklanjuti dengan surat permohonan dari Jaksa kepada pihak Imigrasi Khusus Ngurah Rai, tanggal 24 Oktober 2019 mengenai termohon ekstradisi.
Atas surat permohonan itu maka termohon dijemput oleh pihak imigrasi, dan pihak Jaksa Penuntut Umum meminta bantuan kepada pihak imigrasi khusus Ngurah Rai untuk mengawasi yang bersangkutan sampai dengan upaya perlawanan jaksa diterima oleh Pengadilan Tinggi.
Selanjutnya pada tanggal 28 Oktober 2019 upaya perlawanan dari pihak jaksa diterima oleh pengadilan Tinggi Bali, sehingga keluar penetapan pengadilan untuk memasukkan kembali termohon ke dalam Lapas Kerobokan pada hari Senin tanggal 28 oktober 2019.
Atas penetapan itu, Jaksa Penuntut Umum pada hari selasa tanggal 29 Oktober 2019 langsung berusaha melaksanakan penetapan Hakim Pengadilan Tinggi.
“Namun saat jaksa akan mengambil termohon ekstradisi Rabie Ayad ke dalam lapas, pihak imigrasi tidak memberikan ijin,” imbuh sumber.
Bahkan saat itu juga menurutnya melarang Jaksa bertemu Rabie Ayad dengan alasan bahwa istri termohon ekstradisi keberatan jika termohon ekstradisi dibawa oleh jaksa penuntut umum ke Lapas Kerobokan tanpa didampingi oleh penasihat hukumnya.
Sehingga akhirnya jaksa penuntut umum tidak bisa memasukan termohon ekstradisi kembali ke dalam lapas.
Lalu pada hari Jumat tanggal 1 November 2109 pihak imigrasi khusus Ngurah Rai menyatakan bahwa termohon ekstradisi Rabie Ayad Abderahman tidak bisa ditemukan untuk bisa melaksanakan penetapan hakim masuk kembali ke dalam lapas sesuai dengan Surat dari pihak imigrasi tertanggal 1 Nopember 2019.
“Nah pihak imigrasi baru menyampaikan informasi kepada Jaksa pada Jumat tanggal 1 Nopember 2019 pukul 16.00 WITA, bila termohon Ekstradisi Rabi Ayad Abderahman alias Rabie Ayad alias Roy Ayad alias Patistota telah kabur dari vila yang disediakan oleh pihak imigrasi,” tutur sumber yang enggan disebut namanya ini.
Dikonfirmasi lebih lanjut mengenai tidak dititipkannya Patistota di Rudenim Denpasar, Didik hanya menjawab silahkan langsung ke Imigrasi.
"Silakan ditanyakan ke imigrasi," jawab Didik singkat.
Petistota ditangkap polisi pada tanggal 19 April 2018 lalu di Hotel Lerina, Denpasar.
Sesuai Undang-undang nomor 1 tahun 1979 tentang ekstradisi, buronan interpol harus menjalani sidang di tempat dia ditangkap untuk dimohonkan ekstradisi.
Kepala Rudenim Denpasar, Saroha Manullang dikonfirmasi terpisah mengenai kaburnya WNA Lebanon dari Rudenim Denpasar tersebut mengatakan pihaknya tidak ada menangani kasus tersebut dan mengaku kaget ada kasus itu.
“Kami tidak menangani yang bersangkutan, menerima saja belum, gimana mau kabur," tegasnya.(*)