Setahun Warga Bangli Menunggu, Bantuan Bencana Gempa Lombok Tak Kunjung Cair

Penulis: Muhammad Fredey Mercury
Editor: Ni Ketut Sudiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kalak BPBD Bangli, I Wayan Karmawan

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Musibah gempa bumi di Lombok, NTB tahun 2018 silam menyebabkan sejumlah kerusakan, termasuk beberapa bangunan di wilayah Bangli, Bali. Walaupun telah berlalu setahun, namun para korban bencana belum juga menerima bantuan perbaikan dari pemerintah.

Kepala Pelaksana BPBD Bangli, I Wayan Karmawan menjelaskan setiap terjadinya bencana, pihak BPBD telah melakukan pendataan akan kerusakan yang ada. “Tentunya untuk mendapatkan bantuan. Dan hal ini tidak hanya pada musibah gempa Lombok saja, namun juga musibah lainnya,” ucap Karmawan. Kamis (28/11/2019).

Ihwal musibah gempa Lombok tahun 2018 silam, Karmawan mengatakan, memang terjadi sejumlah kerusakan di daerah Bangli, baik bangunan rumah penduduk, tempat ibadah, maupun fasilitas umum milik pemerintah. Total kerugian akibat bencana mencapai Rp 1 miliar, di mana kerusakan paling parah terjadi di wilayah Kecamatan Kintamani dan Tembuku.

Karmawan mengaku telah melakukan pendataan. Proposal permohonan bantuan juga telah disampaikan kepada provinsi. Dalam proses usulan bantuan ini, pihaknya mengatakan kendala di lapangan adalah harus jemput bola untuk pemenuhan persyaratan seperti kelengkapan administrasi berupa KK dan KTP, surat permohonan bantuan, fotokopi buku rekening, hingga RAB kebutuhan.

“Kendala lainnya adalah di administrasi, seringan nama antara KK dan KTP tidak cocok sehingga perlu proses perbaikan. Selain itu tidak semua masyarakat punya rekening,” katanya.

Walaupun mengalami kendala dalam pengumpulan proposal bantuan, Karmawan menegaskan tidak ada proposal yang tercecer. Dari 124 proposal yang diterima BPBD Bangli, seluruhnya telah disampaikan ke Provinsi.

“Sampai bulan September 2019 kemarin sudah ada 72 permohonan yang sudah lolos. Mereka yang tidak lolos kebanyakan nilai kerugiannya dibawah Rp 5 juta. Selain itu, provinsi juga melakukan verifikasi terhadap RAB yang dibuat dengan foto kerusakan. Karena provinsi juga memiliki tim tersendiri,” jelasnya.

Pejabat asal Desa Belantih, Kintamani ini tidak memungkiri banyak korban gempa yang mempertanyakan kapan pencairan bantuan. Ini disebabkan bantuan gempa semula difasilitasi oleh BNPB. Dari Januari hingga April 2019, ia mengaku sibuk mempersiapkan proposal untuk diserahkan ke BNPB.

“Setelah masuk di pusat, ternyata munculah bencana Gempa Palu hingga Tsunami di Jawa Barat. Sehingga bantuan ini ter-pending, lantaran anggaran pemerintah pusat difokuskan untuk penanganan di dua kejadian itu. Karena anggaran pusat habis, sedangkan bencana Lombok belum tertangani, sehingga inisiatif provinsi dan BPBD seluruh Bali memposisikan dana santunan untuk meng-cover proposal tersebut,” terangnya.

Karmawan yang saat itu didampingi Kasi Rehabilitasi dan Rekontruksi BPBD Bangli, Putu Dedi Upariawan mengatakan, pencairan bantuan dari Provinsi biasanya paling lama dua hingga tiga bulan. Namun lantaran provinsi meng-cover bantuan seluruh Bali, maka harus menunggu usulan semua Kabupaten masuk. Khususnya untuk proposal bantuan musibah gempa bumi, Karmawan memperkirakan awal bulan Desember sudah cair.

“Sebab sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 28 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Bali Nomor 60 Tahun 2015 tentang Santunan dan Bantuan Sosial Perbaikan Sarana dan Prasarana Perekonomian, Rumah Masyarakat dan Fasilitas Umum untuk Korban Bencana, disebutkan bahwa bantuan minimal Rp 5 juta dan paling besar Rp 30 juta,” terangnya.

Karmawan menambahkan bantuan yang diberikan pada korban bencana bersifat stimulant artinya untuk merangsang masyarakat agar bisa memperbaiki kerusakan akibat bencana yang terjadi. “Walaupun kerusakan sudah mereka perbaiki secara mandiri, korban bencana yang dinyatakan lolos akan tetap mendapatkan bantuan,” tandasnya. (mer)

Berita Terkini