Alih Fungsi Lahan Marak, Made Gianyar Sarankan Ada Insentif Bagi Petani Bangli

Penulis: Muhammad Fredey Mercury
Editor: Ni Ketut Sudiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Made Gianyar ketika menanam bambu di Desa Bunutin, Kintamani, Bali, Minggu (15/12/2019).

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Bupati Bangli, I Made Gianyar mengajak masyarakat di wilayah Kintamani, Bangli, Bali, ikut menanam pohon bambu.

Selain sebagai gerakan bersama menjaga hutan, upaya tersebut digadang-gadang menjaga eksistensi sumber air di Bali.

Hal tersebut diungkapkan Made Gianyar disela-sela kegiatan penanaman bambu kerjasama antara Pemkab Bangli dengan Yayasan Kryasta Guna, Minggu (15/12/2019).

Pada kegiatan yang dilakukan di jaba Pura Dalem, Desa Bunutin, Kintamani tersebut, Made Gianyar mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjaga kawasan Kintamani sebagai daerah penyangga air di Bali. Terlebih bambu merupakan jenis tamanan yang sangat berguna untuk menarik serta menyimpan air tanah.

“Melalui kegiatan menanam bambu ini, kami ingin mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjaga kawasan Kintamani sebagai daerah penyangga air di Bali,” ucapnya.

Made Gianyar mengakui sebelumnya dia sempat menebar ancaman untuk mengurug sungai dengan sampah.

Hal itu dilakukan agar Bangli mendapat perhatian lebih, baik dari Pemerintah Provinsi Bali maupun kabupaten lain yang berkepentingan dengan sumber air dari Bangli. Apalagi Bangli termasuk daerah konservasi.

“Memang saya sempat mengeluarkan ancaman, tapi itu sebatas ancaman. Faktanya sekarang, saya dan masyarakat menanam bambu untuk melestarikan sumber air di Bali,” ujarnya.

Menurut Gianyar jika hutan di kawasan Kintamani beralih fungsi, ke depan Bali akan mengalami krisis air.

Alih fungsi, lanjut Gianyar, tidak dipungkiri saat ini sudah mulai terjadi di mana sejumah masyarakat, khususnya di daerah aliran sungai (DAS) menebang pohon bambu untuk diganti dengan tanaman jeruk.

Kendati demikian Gianyar menilai hal tersebut wajar sebab hasil produksi tanaman jeruk, mampu memutar roda ekonomi masyarakat mengingat keuntungan yang dihasilkan lebih besar ketimbang menanam bambu.

Ia mengaku tidak bisa melarang masyarakat yang mengganti tanaman bambu dengan jeruk. Namun ia berpendapat alih fungsi lahan bisa lebih ditekan bilamana pemerintah Provinsi Bali dan kabupaten lain, menyiapkan insentif bagi masyarakat yang mau menanam bambu pada lahan pribadi atau desa yang mampu menjaga hutan desa.

“Mungkin solusi ini bisa dicoba untuk mengatasi permasalahan ini (krisis hutan bambu), Bapak Gubernur Bali dan para bupati bisa menyiapkan insentif bagi petani yang mau menanan dan memelihara hutan bambu. Setiap menanam bambu, berikan mereka insentif. Paling tidak insentif yang diberikan sesuai dengan pendapatan mereka jika menanam jeruk. Jika penghasilannya sama, tentu mereka tidak akan menggati bambu dengan jeruk,” terangnya.

Meskipun kenyataanya saat ini banyak hutan desa yang pohon-pohonya mulai ditebangi, Made Gianyar tetap berusaha menggugah kesadaran tokoh dan masyarakat agar kembali menanami hutan dengan bambu atau pepohonan lain.

Bupati Bangli dua periode itu juga menyarankan agar laba pura di masing-masing desa adat dimankaatkan untuk hutan.

“Lebih baik distatuskan menjadi hutan desa atau hutan adat, sambil menunggu kebijakan pemberian insentif dari Bapak Gubernur Bali dan para bupati yang berkepentingan akan air dari Bangli. Dengan begitu sumber air akan terjaga dan tidak tertutup kemungkinan akan muncul sumber-sumber air baru di Bangli,” ungkapnya.

Sementara Pelaksana tugas (Plt) Kadis Pertanian Ketahanan Pengan dan Perikanan (PKP) Bangli, I Wayan Sarma mengatakan penanaman bambu merupakan kegiatan rutin.

Pihaknya menyebut sejak tahun 2013, terhitung sudah 18 ribu bambu yang ditanam.

“Untuk hari ini jumlah bambu yang ditanam mencapai 2.500 batang bambu yang terdiri dari tiga jenis di antaranya bambu petung, bambu tali, dan bambu hias. Tujuan kegiatan ini untuk menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi bambu sebagai tanaman penyangga. Di samping itu juga untuk mengembalikan peran Bangli sebagai kabupaten penghasil hasil hutan bukan kayu (HHBK),” tandasnya. (mer)

Berita Terkini