Sehari Jelang Imlek 2020, Vihara Dharmayana Kuta Gelar Persembahyangan Tolak Bala, Ini Maknanya

Penulis: Zaenal Nur Arifin
Editor: Irma Budiarti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Persembahyangan tolak bala dan kirab atau pawai liong serta barongsari di Vihara Dharamaya Kuta, Badung, Bali, Jumat (24/1/2020). Sehari Jelang Imlek 2020, Vihara Dharmayana Kuta Gelar Persembahyangan Tolak Bala, Ini Maknanya

Sehari Jelang Imlek 2020, Vihara Dharmayana Kuta Gelar Persembahyangan Tolak Bala, Ini Maknanya

Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin

TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Sehari menjelang Tahun Baru Imlek atau Tahun Baru China 2571, Vihara Dharmayana Kuta, Badung, Bali, melaksanakan upacara persembahyangan tolak bala disertai dengan kirab atau pawai satu liong dan lima barongsai, Jumat (24/1/2020).

Tepat pukul 17.00 Wita sore, prosesi persembahyangan tolak bala dimulai dari depan Vihara Dharmayana.

“Tadi diawali di pintu gerbang Vihara Dharmayana ritualnya bermakna agar makhluk-makhluk yang berada di alam bawah, misalnya makhluk-makhluk kesasar bisa menerima persembahan tadi. Yang mana persembahan tadi secara tradisi Tionghoa,” jelas Kelian Banjar Dharma Semadi Kuta Adi Dharmaja Kusuma, yang juga sekaligus Penangungjawab Vihara Dharmayana Kuta.

Hal ini bertujuan agar besok menyambut Tahun Baru Imlek penuh dengan suka cita.

Dimana persembahan tadi melambangkan semua unsur dewa.

Unsur Shingbing ada warna kuning, warna hijau dan hitam.

“Itu semua melambangkan semua unsur dewa. Tadi persembahannya juga ada kue mangkoknya, ada samsingnya, itu semua melambangkan semua unsur dewa,” tambahnya.

Akulturasi budaya Bali dengan Tionghoa sangat kental selama persembahyangan tolak bala tersebut berlangsung, terlihat dari umat yang membawa persembahan mengenakan pakaian kebaya adat Bali.

Hal tersebut menurut Adi Dharmaja dikarenakan pelaksana harian di Vihara Dharmayana Kuta sebagian besar adalah warga Banjar Dharma Semadi yang beragama Hindu.

“Umat di sini mengambil pelaksana harian dari warga Banjar Dharma Semadi yang 80 persen adalah Hindu. Sehingga baju adatnya yang dipakai adalah kebaya Bali. Juga tadi bisa dilihat ada bunga-bunga dan gebogan pada kirab atau pawainya,” ungkapnya.

Rute kirab tadi mengitari Jl Blambangan Kuta, lalu ke arah Pasar hingga ke Pura Adat Desa, lalu mengarah kembali ke Vihara Dharmayana.

Di setiap perempatan jalan, peserta kirab berhenti melakukan persembahyangan, setelah itu liong dan barongsai memutari persembahan tersebut.

Prosesi ini memiliki makna tersendiri bagi umat, yakni di setiap perempatan itu banyak makhluk-makhluk tidak pada tempatnya.

Halaman
12

Berita Terkini