Beberapa bulan setelah kremasi, kata Jro Rahajeng, ada yang meragukan kematian mendiang.
Bahkan ada yang mengatakan mendiang menikah dengan orang terpandang di Perancis, karena terpesona kecantikan mendiang.
Namun hal tersebut dibantah oleh suami mendiang dan para sekaa wayang wong yang menyaksikan proses pemasukan jasad mendiang ke dalam peti mati.
“Karena peti tidak dibuka saat prosesi pengabenan, timbullah berbagai persepsi masyarakat."
"Padahal saat dimasukan dalam peti, suami, ipar, dan semua sekaa yang saat itu ada di Perancis melihat semua itu. Jadi ini perlu kami luruskan kembali, persepsi miring masyarakat itu tidak benar,” ujarnya.
Jro Rahajeng berharap, jasa mendiang Jujul tetap dikenang.
Selain itu, pihaknya juga berharap generasi muda, yang saat ini aktif melestarikan wayang wong, supaya mewarisi semangat mendiang.
“Sosok Jujul ini adalah panutan dan inspirasi kami sebagai masyarakat seniman di Telepod,” ujarnya.
Ketua DSC Bali, I Wayan Ekayana mengatakan, kegiatan seperti ini merupakan fokus para penggemar vespa.
Anak vespa, kata dia, tidak hanya semata-mata lalu lalang di jalanan, namun lebih mengedepankan kegiatan sosial dan budaya.
“Selain beranjangsana pada keluarga tidak mampu, kami juga fokus dalam kegiatan ini. Kami berharap, semangat ini terus bergenerasi pada pecinta vespa,” tandasnya. (*)