Peternak Babi Di Denpasar Turunkan Harga Sejak Ada Isu Babi Afrika, per Kilo Hanya Rp 23 Ribu

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara
Editor: Eviera Paramita Sandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pedagang daging babi di Pasar Badung, Denpasar, Bali, Sabtu, (6/2/2016), jelang hari raya Galungan harga daging babi di pasar badung mencapai harga Rp 55 ribu per kilonya.

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Fenomena ribuan babi mati di Bali ternyata membuat harga babi di Denpasar anjlok.

Hal ini diungkapkan oleh salah satu penjual dan peternak babi di Renon, Denpasar, Made Raun, Senin (3/1/2020).

Raun mengakui bahwa sejak beberapa minggu terakhir harga babi di Bali termasuk di Denpasar turun dari sebelumnya Rp 35 per kilogram, sekarang menjadi Rp 23 ribu per kilogram.

Padahal sebelum ada isu virus flu babi Afrika, menjelang hari besar seperti Galungan, harga daging babi per kilogram bisa mencapai Rp 50 ribu sampai Rp 65 Ribu.

"Itu kalau saya ngambil di tempat lain harganya sekarang Rp 23 ribu per kilogram, sebelumnya Rp 35 ribu per kilogram. Saya jualnya Rp 24, sampai Rp 25 ribu per kilogram," kata Raun.

Terkait Ratusan Babi Mati Mendadak, Keswan Kesmavet Jembrana Gelar Sosialisasi

Peternak Panik Ada 888 Ekor Babi Mati, Pemprov Bali Gelar Acara Makan Babi Bersama

Babi yang dijualnya bergantung besar kecil dan berat babi tersebut.

Ada yang harganya Rp 1,4 juta per ekor, Rp 1,5 juta, sampai Rp 2 juta per ekor. 

Raun mengungkap fakta mengejutkan dalam bisnis jual beli babi.

Ternyata ada pengusaha atau peternak babi yang menjual babi sakit atau mati dengan harga yang jauh lebih murah.

"Kalau babi sakit, ada juga yang jual, kalau mau beli harganya Rp 500 ribu," ungkap Raun. 

Ia tak mau menyebut peternak atau pengusaha babi mana yang menjual babi sakit atau mati tersebut. 

"Lebih baik saya kubur saja kalau sudah mati. Saya enggak mau jual barang murah-murah walaupun dapat untung banyak saya enggak mau," ujar Raun

 Meski saat ini harga daging babi anjlok, tapi Raun tetap optimistis beberapa bulan kedepan harga babi di Bali pasti akan kembali normal.

"Perkiraan saya beberapa bulan lagi naik double harga babinya. Sekarang karena dimana-mana harganya turun, ya mau gak mau kami turunkan juga harganya," kata dia. 

Sebelumnya diberitakan, jumlah kematian babi mendadak di Bali akibat penyakit menular pada babi yang disebabkan oleh virus terus bertambah. K

abid Kesehatan Hewan dan  Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Ketut Gede Nata Kesuma mengungkapkan berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan per 31 Januari 2020 jumlahnya mencapai 888 ekor.

Dari jumlah tersebut mayoritas kematian berada di kawasan Sarbagita atau Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan.

Sedangkan jumlah kematian tertinggi terjadi di Kabupaten Badung berjumlah 598 ekor, dan Kabupaten Tabanan berjumlah 219 ekor. 

Selanjutnya kasus kematian babi di Kota Denpasar jumlahnya 45 ekor dan Kabupaten Gianyar jumlahnya 24 ekor.

Dan Kabupaten Bangli dan Kabupaten Karangasem masing-masing satu ekor.

“Sebenarnya dilihat dari jumlah angka ini tidak banyak yaitu 888 ekor dari populasi 800 ribu. Tetapi kalau jumlah kecil ini tidak dipadamkan bisa merebak ke seluruh penjuru Bali. Kami tidak anggap enteng jumlah kecil ini,” kata Nata saat ditemui di Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Jumat (31/1/2020).

Saat ini pihaknya sudah menempatkan 26 personil di 26 titik untuk memantau dan melaporkan setiap saat jika ditemukan kasus kematian babi secara mendadak. Berdasarkan data dari laporan petugas itulah yang digunakan sebagai rujukan.

Dilihat dari perkembangannya, lanjut dia, kematian yang tertinggi terjadi pada tanggal 20 Januari, dimana jumlah kematiannya mencapai 204 ekor.

Setelah tanggal tersebut jumlah kasus kematian babi cenderung menurun.

“Itu artinya keberhasilan dari peternak dalam mencegah kematian yang bertambah. dengan menutup kandangnya untuk sembarang orang keluar masuk,” ujarnya.

Penyakit ini yang jelas disebarkan oleh virus karena banyak babi yang mati dalam waktu singkat.

Mengenai jenis virusnya saat ini masih terus diteliti di laboratorium Balai Besar Veteriner (BBVet) Medan.

 “Jadi secara klinis hasil pemantauan staf kami di lapangan menunjukkan gejala klinis penyakit babi, baik Hog cholera , salmonella, ASF. Jenisnya mirip-mirip cuman agar lebih pasti kita harus konfirmasi secara laboratorium,” tutur Nata.

Pihaknya hingga kini masih menunggu hasilnya.

Hasil pengujian akan diumumkan oleh pihak Kementerian.

Itupun kalau hasilnya memang positif ASF karena ada SKnya, tetapi kalau hasilnya negatif maka tidak perlu diumumkan.

Sementara itu upaya pencegahan meluasnya virus tersebut terus dilakukan yakni dengan penanganan yang sama seperti kasus wabah.

“Yang jelas penyakit itu disebabkan oleh virus. Penyebarannya cukup cepat sehingga penanganannya seperti wabah,” jelasnya.

Saat ini yang menjadi rujukan harus dilakukan adalah dengan bio security, pengetatan lalu Lintas perdaganagan dan pemberian pakan dari sumber yang jelas

Menurutnya, kasus kematian babi ini umumnya terjadi pada peternakan-peternakan yang bio security nya rendah, sehingga dari sisi teknis tidak salah penularan penyakit itu ketempat itu.

Sedangkan pada peternakan yang bio security nya baik di beberapa perusahaan hampir tidak ada masalah, sehingga stok babi untuk Hari Raya Galungan nanti dipastikan aman karena masih banyak babi yang bisa diselamatkan.

Sebelumnya, Nata mengaku sempat menghadiri rapat koordinasi teknis peternakan dan pertanian di Kementerian Pertanian RI, Jakarta.

Disela-sela pertemuan juga didiskusikan terkait kasus kematian babi ini. Serta langkah apa yang kedepan harus dilakukan karena penyakit ini belum ada vaksinnya. 

Penyakit ini hanya bisa ditangani dengan bio security dan menghindari pemberian pakan dari sumber-sumber yang sudah terkontaminasi.

Hasil dari Jakarta mendapat fasilitas bio disinfektan dalam jumlah yang cukup yaitu untuk 5 ribu ekor babi dan secara bertahap akan difasilitasi lagi dari Kementerian.

“Disinfektan sudah ditebar pagi ini semua, di 7 titik di empat Kabupaten,” ucapnya

Ia menjelaskan dari referensi kalau diduga penyakitnya karena African Swine Fever (ASF), maka penyakit ini tidak bersifat zoonosis atau tidak ada dampak penularan kepada manusia.

Untuk itu, dihimbau kepada peternak agar, pertama, melaporkan segera kalau ada babi yang mati mendadak, demam tinggi, kemerahan pada kulit, dan diare ke petugas dan Dinas Peternakan setempat.

Kedua, mengubur babi yang sudah mati. Ketiga, Jangan menjual babi yang sakit.

Selanjutnya, keempat, Awasi orang keluar masuk kandang, bila perlu jangan diberikan sembarang orang masuk.

Dan kelima, daging babi agar dimasak matang dengan suhu diatas 70 derajat diatas 30 menit. (*)

Langganan berita pilihan tribun-bali.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/TribunBaliTerkini

Berita Terkini