Corona di Indonesia

Dampak Covid-19, Ekspor Manggis dari Bali ke Tiongkok Turun Ribuan Ton

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana
Editor: Wema Satya Dinata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi buah Manggis

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Adanya coronavirus deseas 2019 (Covid-19) ternyata tidak hanya merugikan dunia kepariwisataan di Bali.

Virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) ini juga menyebabkan kerugian bagi komoditas ekspor dari Pulau Dewata.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali I Wayan Jarta mengatakan, hampir semua komoditas ekspor dari Pulau Dewata mengalami penurunan akibat Covid-19.

Namun dari semua komoditas, manggis mengalami penurunan kuantitas ekspor yang paling signifikan.

Miliki 1.250 Butir Ekstasi, Wayan Agus Dituntut 14 Tahun Penjara

Rampok dan Aniaya WN Jepang, Buruh Bangunan Ini Divonis Delapan Tahun Penjara

Tangkal Penyebaran Virus Corona, Bandara I Gusti Ngurah Rai Tingkatkan Pengawasan

"Itu (penurunan komoditas ekspor manggis) sudah sangat signifikan. Dari 6 ribu ton, sekarang menjadi puluhan ton. Kan sangat signifikan," kata Jarta.

Hal tersebut Jarta ungkapkan usai melakukan rapat penyunan rencana aksi percepatan pemulihan kondisi pariwisata dan perekonomian Bali sebagai dampak dari Covid-19 di kantornya, Rabu (11/3/2020).

Menurutnya, penurunan ekspor manggis ini disebabkan oleh adanya penutupan penerbangan oleh pemerintah Indonesia ke negeri Tirai Bambu.

Meski adanya penutupan penerbangan, para eksportir manggis sampai saat ini belum menyerah.

Mereka masih berupaya untuk mengirim produknya ke Tiongkok menggunakan kapal laut.

Ketua Asosiasi Manggis Bali Jero Putu Tesan mengatakan, sebenarnya Bali sejak beberapa tahun terakhir tertinggi nilai ekspornya dibandingkan daerah lain di Indonesia.

Hal ini dikarenakan adanya penerbangan langsung antara 5 sampai 6 pesawat dari Bali ke Tiongkok.

Tetapi karena ada Covid-19 ini, pihak maskapai sudah menghentikan kegiatannya.

Seperti yang disampaikan oleh Jarta, Tesan mengakui bahwa pihaknya kini mencoba mengalihkan pengiriman manggis ke Tiongkok dengan transportasi laut.

 Namun dengan menggunakan transportasi laut, biayanya menjadi lebih mahal dan situasi ini pun berdampak ke petani.

Akibat biaya pengiriman yang lebih tinggi, maka pihaknya juga memiliki daya beli yang rendah kepada para petani.

 "Jadi perbandingannya hampir 50 persen," kata dia.

Selain biaya pengiriman yang lebih mahal, pengiriman menggunakan kapal laut juga bisa menurunkan kualitas produk.

Jika menggunakan kapal laut ,pengiriman manggis ke Tiongkok tentu memakan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan melalui pesawat.

 "Jadi kalau kita pakai pesawat bisa lebih fresh sampi di China dan itu bisa dijual (dengan harga) lebih bagus," tuturnya.

Guna menjawab berbagai persoalan ini, pihaknya selaku asosiasi mengupayakan agar dalam pincak panen raya nanti sudah ada jalan keluar.

Pemerintah juga diminta olehnya untuk mencari pasar lain diluar Tiongkok.

 "Ini sudah kita bahas dengan Kemenlu dan Kemendag untuk difasilitasi agar kita bisa but promosi, pameran ke sana. Kalau kita hanya monoton pada satu negara semata, kejadian seperti ini yang kita takuti," paparnya.

Adapun negara-negara yang rencananya disasar selain Tiongkok yakni Amerika, Australia dan negara-negara Timor Tengah.

Dari berbagai negara itu, Timor Tengah rasanya bisa menjadi salah satu solusi yang paling cepat untuk bisa digarap. Namun dengan volume yang masih rendah.

Hanya saja di negara-negara ini belum semua produk terdaftar karena tersendat regulasi pemerintah pusat.

Meski begitu, pihaknya meminta untuk Pemerintah Provinsi Bali untuk menyiapkan regulasi tersebut, mengingat buah-buah dari Bali sangat disukai oleh negara lain.

Selain manggis, buah yang sedang mencoba dipasarkan keluar negeri yakni salak, buah naga dan mangga arumanis. (*)

Berita Terkini