Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Tak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang, kengerian di balik ruang isolasi Covid-19.
MEP, pasien covid-19 yang sudah sembuh ini justru mengaku ia bisa melakukan kegiatan lari-lari kecil di ruang isolasi hingga makan burger dan spaghetti.
Tribun Bali menghubunginya lewat sambungan telepon, tidak ada nada-nada gelisah, lirih, dan rintih dari seorang laki-laki yang telah mampu berjuang melawan infeksi penyakit yang menjadi pandemi global ini.
Di balik layar telepon, juga terdengar suara istrinya MHW yang setia mendampingi dan memberikan suntikan semangat.
• Beraksi di Empat Lokasi di Badung, Dua Pelaku Jambret Diringkus Polresta Denpasar
• Soal Gaji Hanya Dibayar 25 Persen dari Kontrak, Begini Tanggapan Bek Bali United Anan Lestaluhu
MEP dengan nada semangat, riang, dan optimis tak seperti orang baru sembuh dari penyakit ganas, ia mengobrol dengan lugas dan terbuka.
Menceritakan kepada media ini awal mula dirinya divonis positif Covid-19 hingga dinyatakan sembuh.
Pria yang berprofesi sebagai kontraktor itu mengaku tidak cemas dan takut saat pertamakalinya divonis Covid-19 pada 27 Maret 2020, ia mengaku sudah mempersiapkan diri saat merasakan gejala batuk ringan pertama kali 13 Maret 2020.
Saat tiba di Bali sepulang bertugas di lima daerah.
“Saya tidak cemas dan takut. sebelum divonis positif saya sudah merasa diri saya positif, psikologi dalam pikiran, saya setting saya siap, saya tidak menonton berita soal corona, setiap ada berita korona saya ganti, kuncinya positif thinking, hal-hal yang membuat down tidak saya lihat. Corona bukan harus ditakuti, tapi menyiapkan diri kita dan badan kita siap,” ungkap dia kepada Tribun Bali.
Berkat mental dan kesiapannya itulah akhirnya membawa dia keluar dari ruang isolasi salah satu rumah sakit swasta di Bali dan bisa kembali bertemu istri serta malaikat-malaikat kecilnya setelah 11 malam di rawat.
Ia menjalani masa kritis selama tiga hari di ruang seluas 3x5 meter itu, yakni pada 22 – 24 Maret 2020, setelah melewati masa kritis itu kondisinya berangsur normal.
“Kondisi saya drop kritis 22 Maret 2020, dua hari setelah masuk rumah sakit, kondisi saya saat itu benar-benar turun tapi masih bisa aktivitas. Batuk semakin parah, demam suhu tubuh naik menjadi 39 derajat celcius tapi saya tidak merasa, lalu setiap kali batuk saya merasakan sesak napas yang sangat berat sekira 30 detik sampai 1 menit, saya hanya bisa diam, tidak melakukan apa-apa, kemudian hilang, tapi berulang batuk lagi begitu lagi,” ungkapnya.
“Ngobrol panjang tidak bisa, ngos-ngosan, tidak bisa cerita, rasa sakit itu saya rasakan dari tanggal 22 – 24 Maret 2020, setelah Nyepi berangsur normal. Saat itu nilai saturasi, oksigen dalam darah yang harusnya 95-100, nilai saya 92 oleh karena itu dipasang selang untuk menstabilkan, pasien covid umumnya di bawah 90 itu susah napas,” imbuh dia.
Setelah melewati masa kritis, pada tanggal 27 Maret 2020, alat medis seperti infus, selang oksigen dan sebagainya mulai dilepas, dokter meminta MEP untuk melakukan aktivitas olah raga ringan, lalu ia melakukan lari-lari kecil di dalam ruang isolasi itu, berkeliling di seputar tempat perawatannya.