TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pengelola daya tarik wisata (DTW) dengan pola community based tourism (CBT) di Bali berharap pemerintah segera membuka kembali pariwisata di Pulau Dewata.
Dibukanya pariwisata di Bali agar DTW bisa beroperasi kembali setelah tutup selama dua bulan lebih dan sama sekali tidak mendapat income.
Manajemen DTW Pantai Pandawa, I Nyoman Mesir menjelaskan, akibat ditutupnya pariwisata Bali karena terdampak pandemi Covid-19, sebanyak 282 pegawai manajemen dan 200 pedagang di Pantai Pandawa kehilangan pendapatan.
Oleh karena itu, Mesir sangat berharap pemerintah segera membuka pariwisata Bali sehingga DTW yang dikelola oleh pihaknya bisa beroperasi.
“Kapan pun pemerintah memutuskan DTW dibuka, DTW Pantai Pendawa siap menerima kunjungan dengan SOP new normal,” kata Mesir.
Hal itu Mesir sampaikan dalam website seminar (Webinar) ke-2 Pusat Unggulan Iptek Pusat Unggulan Pariwisata Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PUI-PUPAR LPPM) Universitas Udayana (Unud), Senin (1/6/2020) sore.
Manajer DTW Monkey Forest Ubud, Komang Adi Wiryathana, menjelaskan sejak dilakukan penutupan karyawannya yang terbagi dalam berbagai devisi penghasilannya menurun drastis.
Bahkan mereka yang tetap bekerja memelihara kawasan Mandala Suci Wenara Wana Padang Tegal bekerja dengan sistem ngayah, alias gotong-royong.
“Kami harus merogoh kocek Rp 120 juta sebulan untuk pakan kera sekitar 1.100 ekor, sampai saat ini kualitas di Monkey Forest tetap terawat karena ada penyemprotan disinfektan secara berkala untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan,” jelasnya.
Dalam Webinar bertajuk “Strategi CBT di Bali Menghadapi Pandemi COVID-19” yang dibuka Rektor Unud, Prof. Anak Agung Raka Sudewi, Adi Wiryathana menyampaikan bahwa kera di DTW Monkey Forest perlu makan 7 sampai 8 kali dalam sehari.
Senada dengan hal tersebut, Manajemen DTW Jatiluwih I Nengah Sutirtayasa mengakui, sebanyak 82 karyawan manajemen DTW dan akomodasi yang ada di Jatiluwih mengalami nasib sama yakni tidak memiliki pendapatan.
“Syukurnya kami berada di daerah pertanian, perkebunan dan juga peternakan sehingga krisis akibat pandemi Covid-19 tidak mengganggu ketahanan pangan masyarakat Jatiluwih,” tutur pria kelahiran 10 Juni 1987 itu.
Menanggapi hal ini, ahli virus Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unud Prof. I Gusti Ngurah Mahardika meminta pengelola DTW untuk berhati-hati mengambil keputusan untuk beroperasi kembali.
“Vaksin Covid-19 paling cepat tersedia Juli 2021, itupun produksi luar negeri, kalau produksi Indonesia kemungkinan lebih lama lagi,” ucapnya.
Menurutnya, pengelola DTW ini harus menyiapkan standard operational procedure (SOP) untuk pencegahan penularan Covid-19 secara rigid.
Dalam Webinar yang dipandu oleh peneliti senior PUPAR Unud Prof. I Nyoman Darma Putra itu, Prof Mahardika mengatakan bahwa ada dua jenis DTW, yakni alam terbuka dan tertutup.
Menurutnya, DTW Pantai Pandawa dan Jatiluwih termasuk alam terbuka sehingga sinar matahari dan udara kemungkinan besar bisa menekan pertumbuhan virus Covid-19.
Sementara DTW Monkey Forest harus memberlakukan protokol kesehatan yang lebih ketat, mengingat kera menjadi mediator uji coba vaksin sehingga hewan tersebut rentan jadi vektor penyebaran Covid-19.
Mahardika mengajurkan masing-masing DTW maksimal menerima kunjungan 25 persen dari yang biasanya diterima saat masih normal sebelum pandemi Covid-19.
DTW Monkey Forest, kata Prof. Mahardika, sebelumnya dihubungi sampai 4.000 wisatawan dalam sehari.
Kini Prof Mahardika menyarankan pengelolanya hanya menerima 1.000 oranh saja dengan mengatur kelompok-kelompok kecil wisatawan yang berkunjung.
“Kelompok wisatawan yang bukan dari satu keluarga sebaiknya dipisahkan dan atur jarak mereka masuk areal kunjungan,” sarannya.
Peneliti PUPAR yang getol meneliti medical tourism dr. Ady Wirawan mengatakan, saatnya pengelola DTW berbenah di masa sepi pengunjung dengan cara mengatur kembali pola pengelolaan alur pengunjung.
“Atur kembali alur pengunjung masuk dari mana, keluar kemana. Berapa orang yang paling banyak berada didalamnya,” kata Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Unud itu. (*)