TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Semua pamedek pakai masker dan jaga jarak. Ada pula yang mengenakan alat pelindung diri (APD) berupa face shield (pelindung wajah).
Pun tak lupa ukur suhu badan, cuci tangan atau memakai hand sanitizer. Demikian yang terlihat saat Umat Hindu melakukan persembahyangan Hari Raya Saraswati di Pura Jagatnatha Denpasar, Sabtu (4/7).
Hari Raya Saraswati yang diperingati enam bulan sekali merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan sekaligus penghormatan terhadap Dewi Pengetahuan yaitu Dewi Saraswati.
Seperti disaksikan Tribun Bali, pamedek disiplin mematuhi protokol kesehatan mencegah penularan Covid-19.
Mereka menjaga jarak atau tidak berkerumun. Pecalang yang jaga di pintu masuk pura memakai pelindung wajah danmasker.
Mereka terus mengingatkan pemedek agar menjaga jarak. Pemandangan serupa juga tampak di bagian dalam Pura Jagatnatha.
Pemangku memakai masker dan pelindung wajah. Umat dibatasi jumlahnya antara 30 sampai 50 orang.
Setiap sesi sembahyang berlangsung 15-20 menit. Umat yang lain mengantre di depan
pintu masuk pura.
Pamedek yang sembahyang dipersilakan menempati tanda silang yang sudah ditata sedemikian rupa dengan jarak 1 hingga 1,5 meter setiap orang.
Seorang pamedek yang tinggal di Jalan Gatot Soebroto Tengah Denpasar, Putu Merta (40) mengaku selalu bawa hand sanitizer termasuk saat sembahyang kemarin.
"Saya setiap Hari Raya Saraswati selalu bersembahyang di sini (Pura Jagatnatha). Kali ini memang suasananya sangat berbeda, dulu ramai, karena pandemi ini sekarang sepi," kata Putu Merta.
"Saya mematuhi protokol kesehatan, saya pakai masker, cuci tangan dan di motor saya selalu sedia hand sanitizer," ujarnya.
Bagi Putu, Hari Saraswati wajib disyukuri dengan persembahyangan. "Hari Raya Saraswati bagi umat Hindu adalah Hari Lahirnya Ilmu Pengetahuan, jadi kalau di rumah, buku, alat belajar juga disembahyangin disajenin sebagai bentuk syukur atas ilmu pengetahuan," ungkapnya.
Kabag Kesra Setda Pemerintah Kota Denpasar, Raka Purwantara menjelaskan persembahyangan di Pura Jagatnatha sudah sesuai Peraturan Menteri Agama tentang pembatasan tempat ibadah.
"Sesuai Peraturan Menteri Agama tentang pembatasan tempat ibadah dilakukan social dan physical distancing, diberikan tanda-tanda tempat duduk umat dengan jarak 1-1,5 meter, termasuk pemangku juga menerapkan
protokol kesehatan," kata dia.
Peringatan Hari Raya Saraswati juga berlangsung di sekolah-sekolah. Seperti terlihat di Sekolah Dasar Negeri 28 Kota Denpasar, para guru menghaturkan sesajen dan persembahyangan di halaman sekolah.
Persembahyangan hanya dihadiri guru 15 orang, tanpa para siswa, jaga jarak pun diterapkan.
"Biasanya kami sembahyang Saraswati bersama para murid. Sekarang di masa pandemi hanya guru saja, murid bersembahyang di rumah masing-masing," tutur seorang guru SDN 28, Sumiyati (59).
Guru lain, Sawitri (51) menysukuri Hari Raya Saraswati karena ilmu pengetahuan memberi banyak manfaat bagi manusia dalam kehidupan.
"Ilmu pengetahuan banyak manfaatnya," kata Sawitri.
Pura Griya Tanah Kilap
Persembahyangan Hari Saraswati pun berlangsung di Pura Griya Tanah Kilap di Banjar Gelogor Carik, Desa Pemogan, Denpasar Selatan.
Pamedek antre menunggu giliran sembahyang.
Mereka rata-rata mengenakan masker. Lantaran kekurangan petugas, para pamedek yang akan nangkil ke pura ini diminta kesadaran menjaga jarak, mencuci tangan di wastafel di depan pura tersebut.
Seorang pamedek, Komang Indrayana mengaku setiap Hari Saraswati ia selalu nangkil ke Pura Griya Tanah Kilap untuk sembahyang.
Meskipun masih masa pandemi Covid-19, ia memberanikan diri tetap sembahyang untuk mengucap syukur atas ilmu pengetahuan yang didapat selama ini.
"Kalau tidak nangkil rasanya ada yang kurang. Makanya tadi saya putuskan, ah nangkil sajalah, yang penting pakai masker," kata Komang Indra.
Selain ke Pura Tanah Kilap, Komang Indra bersama istrinya juga nangkil ke pura Jagatnata Denpasar.
Pengempon Pura Griya Tanah Kilap, Agung Alit Mangku menjelaskan, volume pemedek yang tangkil ke pura itu jauh lebih sedikit dibandingkan Hari Saraswati sebelumnya.
"Biasanya volume dari penangkil sangat padat sekali, sulit sekali untuk bergerak. Sekarang ini sangat berkuranglah, tidak seperti Hari Saraswati tahun lalu," kata Agung Alit Mangku di sela memandu
persembahyangan pemedek.
Agung Alit mengakui pihaknya mengimbau agar pamedek pakai masker. "Di depan (pura) kami juga sudah menyiapkan wastafel," kata Agung Alit
Mangku Sejak pukul 05.00 Wita, kata Alit Mangku, pamedek sudah datang untuk sembahyang ke Pura Griya Tanah Kilap.
Biasanya, setiap Hari Saraswati pura ini selalu dipadati pamedek hampir 24 jam. "Dari jam 4 pagi buka, jam 5 sudah ada pemedek. Biasanya normal itu sampai 24 jam, karena kan ada banyupinaruh juga dan langsung mengarah ke pantai," tutur Alit Mangku
Menurut panglingsir di Pura Griya Tanah Kilap ini, setiap perayaan Hari Saraswati pura ini selalu ramai didatangi pemedek. Masyarakat khususnya umat Hindu bersembahyang mengucap syukur atas anugerah ilmu pengetahuan yang telah mereka peroleh.
Pakai Air Kumkuman
Sehari setelah hari raya saraswati, umat Hindu di Bali biasanya menggelar prosesi banyupinaruh. Lazimnya masyarakat akan mencari pantai atau sumber-sumber air seperti air pegunungan, dan danau.
Air tersebut dibasuh ke wajah dan rambut untuk dipakai sebagai sarana melukat atau membersihkan diri
Untuk mencegah adanya penyebaran Covid-19, PHDI memberikan alternatif bagi umat Hindu agar tidak berkerumun di pantai dan sumber air untuk melaksanakan banyupinaruh.
Banyupinaruh bisa dilakukan di rumah. Caranya membasuh wajah, rambut dan tubuh dengan air kumkuman atau air yang dicampur bunga harum.
"Kalau yang dekat pantai silakan ke pantai, kalau yang dekat danau silakan ke danau, kalau yang dekat sumber air silakan. Yang tidak sempat ke sana atau menghindari kerumunan bisa pakai air kumkuman
dirumah," kata Ketua PHDI Bali, Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana,
Sabtu (4/7).
Sudiana menjelaskan, PHDI tidak bisa melarang umat Hindu melaksanakan banyupinaruh.
Itu sebabnya, jika masyarakat mau banyupinaruh, diharapkan agar melaksanakan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, tidak berkerumun dan menggunakan masker.
"Pada saat mandi silakan jaga jarak, dan tidak berkerumun. Saat sembahyang dan nunas tirta juga jaga jarak," harap Rektor IHDN Denpasar itu.
Sudiana menjelaskan, banyupinaruh merupakan rangkaian dari Hari Saraswati. Hari Saraswati merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan.
Sedangkan, banyupinaruh artinya air pengetahuan. Banyupinaruh berasal dari dua kata, yakni Banyu dan Pinuruh.
Banyu berarti air dan pinaruh artinya pengetahuan.
"Sehingga pada saat banyupinaruh, ramai-ramai masyarakat menyucikan dirinya dengan wujud nyata melukat ke tempat-tempat air, dengan air kumkuman, ke segara, sehingga semua kebodohan-kebodohannya itu
dilebur," kata Sudiana.
Setelah melukat dan kebodohan dilebur oleh air banyupinaruh, umat Hindu biasanya makan nasi pradnyan.
"Nah nasi pradnyan itu simbol kecerdasan, kewikanan yang dimiliki seseorang," demikian Sudiana.
(ian/win)