TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - ORGANISASI kemasyarakatan (ormas) Hindu di Bali menyambut baik terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan.
“Ini bagus sekali,” kata Ketua Cakrawayu, Putu Dana, kepada Tribun Bali, Jumat (10/7/2020) malam.
Namun sebagai catatan atau masukan, kata Putu Dana, Pergub ini juga perlu mengatur tentang sanksi atau hukuman bagi oknum-oknum yang melanggar.
Seperti dalam kasus penodaan atau pelecehan pura yang sering dilakukan wisatawan mancanegara (wisman).
“Apa konsekuensinya atau hukumnya jika terjadi pengerusakan, pencurian pratima, pelecehan simbol keagamaan? Ini yang perlu dibuat lebih berat sehingga tidak terjadi hal-hal seperti dulu saat kita diobok-obok tentang pencurian, pelecehan simbol, dan bahkan pura,” tegas Putu Dana.
Dikatakan, selama ini Cakrawayu maupun ormas Hindu lainnya di Bali selalu mengikuti kasus penodaan pura oleh turis, pencurian pratima, maupun pelecehan simbol keagamaan.
Namun tidak pernah berlanjut dengan proses hukum, dan berakhir dengan hukuman ringan dan permintaan maaf.
“Jadi pastikan hukumannya berat. Karena kalau sekadar berakhir dengan materai 6.000, akhirnya campah kita sebagai krama Bali,” tandasnya.
Sementara itu, Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet menilai, kawasan utama atau utamaning mandala pura sebenarnya bukanlah diperuntukkan sebagai obyek wisata.
Meskipun pura yang bersangkutan berada di seputaran destinasi wisata.
Memang wisatawan masih bisa melihat pura, hanya saja hal itu dilakukan dari luar pagar atau penyengker pura.
"Tetapi kalau tidak bersembahyang, tidak berupacara, tidak muspa yang memang tidak masuk," tuturnya usai konferensi pers di rumah jabatan Gubernur Bali, Jumat (10/7/2020).
Agung Sukahet mengatakan, sebenarnya konsep tersebut sudah ada sejak dahulu, namun pelaksanaannya di lapangan kurang tertib sehingga terjadi semacam penodaan terhadap pura.
"Ada umat yang khusyuk sembahyang kemudian ada turis yang lalulalang lewat di depan kemudian dengan pakaian-pakaian yang tidak tertib," kata dia.
Sekarang dengan adanya Pergub tentang Perlindungan Pura, Pratima dan Simbol Keagamaan pihaknya mengajak tertib seraya mengembalikan roh dari budaya, adat, dan agama di Bali.