TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali melihat dampak mewabahnya Covid-19 mulai dirasakan.
Pasalnya jumlah penduduk miskin di Bali, pada Maret 2020 diperkirakan sekitar 165.190 orang.
Jika dibandingkan September 2019, yang sekitar 156.910 orang, jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 bertambah sekitar 8.300 orang.
"Secara persentase, penduduk miskin di Bali pada Maret 2020 tercatat sebesar 3,78 persen," jelas Kepala BPS Bali, Adi Nugroho, Rabu (15/7/2020).
Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan 0,17 persen jika dibandingkan kondisi September 2019 (3,61 persen).
Menurut daerah tempat tinggal, pada periode September 2019 - Maret 2020, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan tercatat mengalami peningkatan sekitar 9.300 orang, yaitu dari sekitar 91.120 orang pada September 2019 menjadi kisaran 100.380 orang pada Maret 2020.
Berbeda dengan daerah perkotaan, jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami penurunan sekitar minus 0,97 ribu orang, yaitu dari 65,79 ribu orang pada September 2019 menjadi 64,82 ribu orang pada Maret 2020.
"Agaknya dalam kondisi ini, wabah penyakit yang disebabkan oleh Virus Corona baru (Covid-19) di Bali, terutama dirasakan di wilayah perkotaan," katanya.
Atau, sampai Maret, pengaruh wabah ini belum cukup dirasakan di daerah perdesaan di Bali ketika itu.
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2020 sebesar 3,33 persen, naik setinggi 0,29 persen jika dibandingkan keadaan bulan September 2019 yang sebesar 3,04 persen.
Sebaliknya, di daerah perdesaan persentase penduduk miskin mengalami penurunan sedalam minus 0,08 persen dari 4,86 persen pada September 2019 menjadi 4,78 persen pada Maret 2020.
Pada Maret 2017, jumlah penduduk miskin di Bali tercatat sekitar 180.130 orang atau 4,25 persen.
"Angka ini merupakan jumlah penduduk miskin tertinggi, selama periode Maret 2016 – Maret 2020," katanya. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah penduduk miskin di Bali cenderung mengalami penurunan.
Namun pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin di Bali kembali mengalami kenaikan, menjadi sekitar 165.190 orang atau 3,78 persen.
Merebaknya wabah Covid-19 yang mulai dirasakan di Bali ketika pendataan dilakukan (Maret 2020), diduga kuat menjadi penyumbang utama kenaikan tersebut yang terjadi ketika kemiskinan di Bali sedang dalam tren menurun secara konsisten.
Seperti sebelumnya, dalam pengukuran angka kemiskinan makro, garis kemiskinan digunakan sebagai besaran/batas untuk mengelompokkan penduduk dikategorikan sebagai miskin atau tidak miskin.
"Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah (atau lebih rendah) dari besaran yang disebut sebagai garis kemiskinan.
Pada Maret 2020, garis kemiskinan Provinsi Bali teridentifikasi sebesar Rp 429.834 per kapita per bulan.
Nilai ini tercatat mengalami peningkatan 4,10 persen, jika dibandingkan garis kemiskinan pada September 2019 yang sebesar Rp 412.906 per kapita per bulan.
Menurut komponennya, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) di perkotaan pada Maret 2020 sebesar 69,39 persen, sedangkan sumbangan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) sebesar 30,61 persen.
Sementara itu di perdesaan, sumbangan GKM terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2020 sebesar 70 persen.
Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan memberikan sumbangan sebesar 30 persen terhadap Garis Kemiskinan perdesaan.
Komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan Maret 2020, baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, yaitu beras.
"komoditas makanan yang berperan dalam pembentukan garis kemiskinan di perkotaan adalah beras, daging ayam ras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging babi, bawang merah, kue basah, mie instan, roti, dan gula pasir," ujarnya.
Sedangkan komoditas makanan yang berperan dalam pembentukan garis kemiskinan di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, daging babi, cabe rawit, roti, mie instan, serta kopi bubuk dan kopi instan (sachet).
Pada komoditas bukan makanan, yang berperan dalam pembentukan garis kemiskinan di perkotaan antara lain perumahan, bensin, listrik, upacara agama atau adat lainnya, dan pendidikan.
Sedangkan komoditi bukan makanan yang berperan dalam pembentukan garis kemiskinan di perdesaan antara lain perumahan, bensin, upacara agama atau adat lainnya, listrik, dan kayu bakar.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) pada Maret 2020 di perkotaan terlihat lebih rendah dibandingkan di daerah perdesaan.
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di perkotaan tercatat sebesar 0,468 sedangkan di daerah perdesaan sebesar 0,648.
Begitu juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada Maret 2020 di perkotaan tercatat sebesar 0,094 lebih rendah dibandingkan dengan Indeks Keparahan Kemiskinan di daerah perdesaan yang tercatat sebesar 0,123.
"Hal tersebut mengindikasikan bahwa di Bali rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perkotaan lebih dekat dengan garis kemiskinan dibanding di daerah perdesaan," katanya.
Sedangkan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi atau cenderung lebih heterogen dibanding daerah perkotaan.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, indeks gini ratio di daerah perkotaan pada Maret 2020 tercatat sebesar 0,372, angka ini naik 0,007 poin dibanding indeks gini ratio September 2019 yang tercatat sebesar 0,365.
Untuk daerah perdesaan, indeks gini ratio Maret 2020 tercatat sebesar 0,298 atau mengalami penurunan sedalam minus 0,008 poin dibanding indeks gini ratio September 2019 yang tercatat sebesar 0,306.
"Agaknya wabah Covid-19 di Bali memberi dampak yang berbeda kepada penduduk yang tinggal di wilayahperkotaan, dibandingkan dengan mereka yang tinggal di wilayah perdesaan," katanya.
Selain Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah, atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia.
Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen.
Ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada diatas 17 persen. Pada Maret 2020, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah sebesar 17,55 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah.
"Kondisi ini sama jika dibandingkan September 2019 yang sebesar 17,35 persen," sebutnya.
Jika dibedakan menurut daerah, pada Maret 2020, persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan adalah sebesar 16,97 persen.
Sementara di daerah perdesaan pada periode yang sama tercatat sebesar 21,20 persen.
Dengan demikian, menurut kriteria Bank Dunia daerah perkotaan termasuk ketimpangan sedang sementara daerah perdesaan termasuk ketimpangan rendah.
"Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2020, adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret 2020," jelasnya.
Sampel SUSENAS bulan Maret 2020 untuk Provinsi Bali adalah 7.315 rumah tangga.
Sedangkan untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditas pokok bukan makanan digunakan data hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditas KebutuhanDasar). (ask)