DPRD Jember menilai alasan tersebut sengaja dibuat-buat dan dianggap melecehkan dewan.
Hamim juru bicara Fraksi Partai Nasedem mengatakan Bupati Jember telah melakukan pelanggaran serius terhadap perundang-undangan yang berlaku.
Ia menyebut kebijakan bupati yang mengubah Perbup KSOTK (Kedudukan, Susunan Organisasi Tata Kerja) tanpa mengindahkan ketentuan yang ada telah menyebabkan Jember tidak mendapatkan kuota CPNS dan P3K Tahun 2019.
Kebijakan tersebut juga membuat Kabupaten Jember terancam tak mendapatkan jatah kuota PNS pada tahun 2020.
Hal tersebut juga membuat masyarakat Jember serta tenaga honorer atau non PNS Pemkab Jember merasa dirugikan.
Alasan lainnya adalah sejak tahun 2015, Bupati Faida telah melakukan mutasi ASN dengan menerbitkan 15 SK Bupati.
Oleh Mendagri, mutasi tersebut dinilai telah melanggar sistem merit dan peraturan perundang-undangan.
Saat itu Mendagri dan Gubernur Jatim meminta bupati untuk mencabut 15 SK mutasi tersebut.
Bupati Jember juga diminta untuk mengembalikan posisi jabatan seperti kondisi per Januari 2018.
Namun hal tersebut tetap dibiarkan meskipun sudah melakukan mediasi lebih dari lima kali.
“Namun, sampai dengan saat ini Bupati Jember tidak mematuhi rekomendasi tersebut dan justru mengulang-ulang kesalahan yang sama dengan melakukan mutasi ASN berturut-turut,” papar dia.
“Saudari bupati Jember telah menyakiti hati 2,6 juta rakyat Jember dengan penetapan opini hasil pemeriksaan BPK dengan predikat disclaimer,” tegas dia.
Predikat tersebut berarti penilaian kinerja bupati dan jajarannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan tata kelola keuangan daerah.
Tiga bulan berlalu. Pada 20 Maret 2020, DPRD Jember kembali menggunakan hak konstitusinya yakni hak angket.
Bupati Faida lagi-lagi tak pernah meghadiri panggilan panitia khusus hak angkat walaupun sudah ada tiga kali panggilan dari DPRD Jember.