TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih menjadi polemik.
Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa akhirnya angkat bicara terkait ini.
Ia dengan tegas mengatakan bahwa kebijakan pengurangan PBB di Kabupaten Badung bukanlah hal baru.
Kebijakan ini sudah diterapkan di Badung sejak tahun 2012, saat dirinya masih menjabat sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah dibawah kepemimpinan Bupati Anak Agung Gde Agung.
Baca juga: ANCAMAN Harga Tanah Melambung Gegara Penyesuaian NJOP, PBB-P2 Jembrana Masih Sama
"Sejak 2012, pengurangan PBB sudah kami jalankan."
"Saat itu lahir Peraturan Bupati (Perbup) No. 89 Tahun 2012 yang memberikan pengurangan 100 persen untuk tanah masyarakat yang masuk kategori jalur hijau atau lahan pertanian yang tidak boleh dibangun,” jelas Bupati Adi Arnawa usai Rapat Pleno Pekaseh dan Kelian Subak Abian se-Badung di Wantilan Jaba Pura Dalem Sedang, Abiansemal, Selasa (19/8).
Baca juga: Tarif PBB P2 di Badung untuk Lahan Non Komersil Dinolkan, Pajak Komersil Dikurangi 50 Persen
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Perbup. Badung No. 89 Tahun 2012 mengatur tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Untuk Kondisi Tertentu Objek Pajak Pada Jalur Hijau dan Kawasan Limitasi.
Dalam pasal 2 Peraturan Bupati tersebut ditentukan bahwa pengurangan PBB P2 terhadap tanah masyarakat yang berstatus sebagai jalur hijau dan limitasi (termasuk lahan pertanian yang tidak boleh dibangun) pengurangannya diberikan 100% atau Nol PBB.
Kebijakan ini kemudian diteruskan dan diperluas oleh Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta melalui Perbup. No. 24 Tahun 2017 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Berdasarkan Kondisi Tertentu Objek Pajak Pada Rumah dan Tanah Pertanian, yang ditetapkan pada tanggal 18 April 2017. Dalam Peraturan Bupati ini ditentukan bahwa Pengurangan PBB P2 berdasarkan kondisi tertentu objek PBB P2 pada rumah dan tanah pertanian dengan catatan objek PBB P2 tersebut telah terdata dalam Database Sistem Informasi Manajemen Objek Pajak (SISMIOP) sampai dengan tahun 2016 dengan jenis penggunaan bangunan perumahan dengan luasan bangunan sampai dengan 500 M2.
Kebijakan Pengurangan PBB ini juga diberikan kepada objek PBB P2 yang belum terdata dalam SISMIOP dengan ketentuan luasan bangunan melebihi 500 M2 sepanjang dimanfaatkan untuk rumah tinggal.
Baca juga: Nafas Lega Masyarakat Bali, Kenaikan Pajak PBB-P2 Tak Terjadi, Karangasem dan Klungkung Tak Naik
"Kebijakan pengurangan PBB P2 tersebut tidak diterapkan apabila ditemukan bukti dan fakta di lapangan bahwa pemanfaatan objek pajak tersebut tidak sesuai dengan data yang termuat dalam SISMIOP," tegasnya.
Sedangkan berkenaan dengan penetapan NJOP dimaksudkan untuk mewujudkan rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.
Oleh karena itulah penetapan NJOP sangat mempertimbangkan harga pasaran objek pajak di daerah yang bersangkutan.
Baca juga: Bukannya Naik, Pemkab Buleleng justru Beri Diskon PBB 90 Persen
"Tidaklah fair apabila di daerah pengembangan pariwisata atau daerah-daerah yang berkembang sebagai kawasan komersial yang faktanya harga pasaran tanah sangat tinggi tetapi NJOP-nya rendah."
"Itu antara lain dasar pertimbangan penetapan NJOP yang kami lakukan sehingga aktivitas komersial tersebut juga memberi dampak terhadap peningkatan pendapatan daerah yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan Badung," jelas Bupati seraya menyebutkan sudah memerintahkan kepada Badan Pendapatan Daerah untuk membuka seluas-luasnya akses kepada masyarakat terhadap kondisi ini.