Dia pun mengungkapkan pembudidaya karang sempat terpukul saat pelarangan ekspor diberlakukan. Bahkan, banyak para pelaku usaha yang akhirnya gulung tikar.
"Pada saat kita tidak diberikan pelayanan HC (health certificate), ekspor kita terhenti nelayan semua kolaps, itu sampai terjadi makan pun tidak bisa. Bahkan ada yang motornya ditarik leasing, rumah saya disita bank," kenangnya.
Tak hanya memikirkan persoalan ekonomi, budidaya karang juga dilakukan untuk menjaga kelestarian laut.
Agus memastikan pengambilan indukan dilalukan melalui teknik stek dan para pembudidaya juga melakukan restocking untuk menjaga keberlanjutan usahanya.
"Yang kita lakukan jelas ketelusurannya. Ketika kita ambil indukan 1, balikin 5. Ini peluang (budidaya karang), tidak terpengaruh Covid-19," jelasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Permana Yudiarso menyebut karang hias hasil budidaya yang diproduksi di Bali mengalami peningkatan dalam tiga bulan terakhir.
Selama Juli kemarin misalnya, sebanyak 33.131 pieces dihasilkan oleh para pembudidaya, lebih banyak dibanding Juni sejumlah 21.375 pieces dan Mei 13.032 pieces.
Hal yang sama dalam pengeluaran surat keterangan keterlusuran (SKK) karang hias dari Bali selama Juli 2020 mencapai 177 surat, Juni 109 surat dan Mei 36 surat.
"Tentu ini salah satu kabar menggembirakan, bahwa karang hias bisa jadi peluang sekaligus usaha alternatif selain pariwisata bagi masyarakat Bali," tutur Yudi.(*)