TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua Komisi I DPRD Karangasem, I Nengah Suparta, dilaporkan ke Polda Bali atas dugaan pencemaran nama baik, Rabu (23/9/2020).
Ia dilaporkan oleh Kelian Banjar Dinas Bugbug Kaler, I Gede Agus Arry Saputra, dan sejumlah masyarakat Bugbug lainnya yang merasa nama baiknya dicemarkan dan difitnah atas petisi yang beredar di masyarakat Bugbug, Karangasem, Bali.
"Kami melaporkan ini karena merasa keberatan dengan petisi yang ditandatangani oleh 2.000 orang. Sebagian besar tanda tangan itu diduga palsu, dan ada unsur pencemaran nama baik dan fitnah yang disebarkan," kata I Gede Agus Arry Saputra saat diwawancara awak media di Polda Bali.
Agus Arry Saputra datang ke Polda Bali ditemani sejumlah advokat yang juga dari Bugbug.
Tiba di Polda Bali, mereka langsung membuat laporan dalam bentuk pengaduan masyarakat ke Ditreskrimum Polda Bali.
Selain melaporkan Ketua Komisi I DPRD Karangasem, I Nengah Suparta, mereka juga melaporkan salah satu warga Dusun Samuh, Desa Bugbug, inisial NBS.
Kedua terlapor I Nengah Suparta dan NBS berdasarkan keterangan saksi, diduga menjadi aktor intelektual atas beredarnya surat petisi di masyarakat Bugbug.
Salah satu advokat yang menemani pelapor ke Polda Bali, I Nengah Yasa Adi Susanto, menjelaskan soal petisi yang beredar di masyarakat Bugbug.
Surat Petisi Nomor: 01/MSDA-DAB/VIII/2020, Perihal: Ditegakkannya Kembali Kedamaian dan Ketenteraman Masyarakat Adat di Desa Adat Bugbug.
• Kekeringan, 40 Hektar Sawah di Buleleng Gagal Panen
• Lima Tersangka Kepruk Kaca di Jembrana Didor Polisi
• Miliki 58,46 Gram Sabu dan 780 Butir Pil Nitrazepam, Putu Slamet Dituntut 14 Tahun Penjara
Surat Petisi tersebut ditujukan kepada Gubernur Bali, Kapolda Bali, Kanwil Kemenkumham Bali, Bupati Karangasem, dan beberapa instansi lainnya, diduga menfitnah dan mencemarkan nama baik beberapa pihak yang disebutkan dalam petisi tersebut.
"Khususnya pada poin nomer 6 yang telah menuduh beberapa pihak telah aktif melakukan ujaran kebencian kepada KDA yang dimaksud adalah Kelihan Desa Adat Bugbug," kata pria yang akrab disapa Jro Ong ini.
Sebelumnya, sejumlah masyarakat Bugbug yang menamakan diri Aliansi Perubahan Bugbug (APB) memang beberapa kali melayangkan laporan atas penyelewengan dan dugaan korupsi saat pemerintahan mantan Kelian Desa Adat Bugbug sebelumnya.
Tindakan yang dilakukan APB itu, dalam petisi tersebut dituduh sebagai tindakan demo liar.
Jro Ong menambahkan, masyarakat yang ikut tanda tangan surat petisi tersebut merasa ditipu oleh oknum-oknum relawan yang disuruh mencari tanda tangan untuk petisi tersebut.
Bahkan, menurut Jro Ong, lebih dari 1.500 orang telah mencabut tanda tangan petisi tersebut melalui surat pernyataan, disamping itu relawan yang aktif mencari tanda tangan justru membuat surat pernyataan pencabutan petisi dan telah dikirim ke Gubernur Bali, Kapolda Bali, dan instansi lainnya.
"Masyarakat yang berasal dari 12 banjar adat di Desa Bugbug tersebut tidak pernah mendapatkan penjelasan terkait apa isi surat petisi tersebut dan mereka justru hanya diberitahukan bahwa tujuan tanda tangan adalah untuk mendukung kedamaian di Desa Adat Bugbug dan bahkan ada yang dijanjikan untuk mendapatkan sembako dari donatur," kata Jro Ong.
Itu sebabnya, lanjut Jro Ong, masyarakat menjadi resah dan ketakutan setelah tahu isi sebenarnya dari surat petisi tersebut yang telah menuduh beberapa pihak melakukan ujaran kebencian.
• Jaksa Pinangki Hadiri Sidang Perdana, Begini Penampilannya, Pakai Kerudung Kelir Merah Jambu
• Diduga Korban Tabrak Lari, Seorang Kakek Tergeletak Luka-luka di Jalan By Pass Ngurah Rai Denpasar
• Daftar Biaya Swab Test PCR Covid-19 Mandiri di 8 Rumah Sakit dan Klinik di Denpasar dan Sekitarnya
"Jadi kami mendampingi pelapor atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik, penistaan dan atau pengaduan palsu yang diduga dilakukan oleh kedua oknum tersebut di atas," tambah Jro Ong.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi I DPRD Karangasem, I Nengah Suparta, saat dihubungi melalui sambungan telepon membenarkan dirinyalah yang menyarankan masyarakat Bugbug membuat petisi tersebut.
Ia menyarankan membuat petisi karena banyak masyarakat Bugbug ingin membuat aksi tandingan atas adanya Aliansi Perubahan Bugbug (APB) yang dianggap meresahkan masyarakat Bugbug.
"Jadi awalnya saran yang kami terima itu mereka ingin membuat demo tandingan. Jadi daripada demo, kami sarankan membuat petisi saja. Kalau demo kan kasihan masyarakat kita benturan, itu sebabnya saya sarankan petisi," kata Suparta melalui sambungan telepon.
Suparta menyarankan masyarakat membuat petisi agar tidak terjadi konflik berkepanjangan di masyarakat Bugbug.
Sebab, menurutnya, pintu Pariwisata di Karangasem adalah di Desa Bugbug.
"Pandemi Covid-19 belum selesai, harapan kami petisi itu agar pemerintah dan instansi terkait meyakini bahwa demonstrasi itu bisa diselesaikan dengan cara paras paros selungluh sebayantaka, seperti yang tercantum pada Perda 4 Th 2019 yang diinisiasi oleh Gubernur Bali, " kata Suparta.
Soal sebagian besar tanda tangan yang diduga palsu tersebut, Suparta membantah.
Sebab menurut Suparta yang menandatangani petisi tersebut adalah masyarakat langsung.
"Mereka bisa saja bilang itu palsu, tapi kan itu memang dari masyarakat. Itu dokumen sah, dan memang sudah kami kirim ke masing-masing instansi," kata Suparta.
(*)