"Konsep diprioritaskan sudah tidak relevan lagi dalam sistem tes karena semua guru honorer bisa mengambil tes. Jadi sudah tidak perlu lagi diprioritaskan karena asal ada fasilitas bisa ikut tes.
Sekali lagi saya bilang ini masih harus lulus tes seleksi. Ada yang bilang daerah 3T dong [prioritas] guru yang udah lama dong. Pertanyaan-pertanyaan itu sudah tidak relevan lagi karena semua boleh mengambil tes," tegas Nadiem.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim menuturkan, selain sisi kesejahteraan, isu utama honorer ialah status mereka.
Banyak dari guru honorer yang belum memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), bahkan untuk terdaftar di data pokok pendidikan (Dapodik) juga masih sulit.
"Banyak sekali kepala daerah yang sampai hari ini belum menerbitkan SK kepala daerah kepada mereka. Karena itu mereka sangat kesulitan untuk mendapatkan NUPTK sangat sulit untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan pastinya lebih sulit lagi untuk mengikuti program sertifikasi guru untuk mendapatkan tunjangan profesi guru," ungkap Ramli kepada Kontan.co.id pada Selasa (17/11/2020).
Terkait upaya Kemendikbud untuk mengangkat guru honorer menjadi P3K melalui seleksi, Ramli menyampaikan hal tersebut sudah menjadi kewajiban pemerintah.
IGI berharap ke depan pemerintah bisa lebih baik lagi dalam pengelolaan guru terutama guru non PNS.
"Kita berharap satu juta yang direncanakan oleh Pak Menteri bisa terwujud di 2021. Memang pemerintah harus memastikan bahwa semua guru yang mengajar di sekolah-sekolah itu memenuhi standar upah minimum paling tidak, sehingga mereka bisa memikirkan kondisi keluarga lebih baik lagi dan mereka bisa berkonsentrasi menjalankan tugas mereka sebagai pendidik," jelas Ramli.(*)