TRIBUN-BALI.COM – Pajak penghasilan atas penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher (pajak pulsa) sedang ramai dibicarakan.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 dan berlaku mulai Senin, 1 Februari 2021.
Namun skema pungutan pajak tersebut menuai polemik di Tanah Air dan ramai di media sosial.
Tak sedikit warganet yang berwacana, harga pulsa telepon, kartu SIM perdana, voucher, serta token listrik akan mengalami kenaikan dengan adanya regulasi itu?
• Sri Mulyani Tegaskan Tidak Ada Pungutan Pajak Baru untuk Pulsa Atau Token, Ini Maksud Aturannya
Benarkah demikian?
Melalui akun Instagram pribadinya, Menteri Keuangan Sri Mulyani lantas memberikan penjelasan terkait pungutan pajak, Sabtu 30 Januari 2021.
Sri Mulyani menjelaskan, ketentuan terkait penghitungan dan pemungutan pajak tidak akan mempengaruhi harga pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucher.
Bendahara negara itu juga mengatakan, PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan.
Sehingga tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, token listrik, dan voucher.
Sri Mulyani menambahkan, ketentuan itu bertujuan menyederhanakan pengenaan Pajak PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucher serta untuk memberikan kepastian hukum.
Dengan penyederhanaan ini, pemungutan PPN untuk pulsa/kartu perdana hanya sebatas sampai pada distributor tingkat II (server).
Sehingga para pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut pajak lagi.
Sementara untuk token listrik tidak dikenakan PPN, hanya dikenai jasa penjualan/komisi yang diterima agen penjual.
Untuk voucher, PPN tidak dikenakan karena voucher adalah alat pembayaran setara dengan uang.
PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual.