Penari Rangda Tewas Tertusuk Keris

Analisis Komang 'Gases' Indra Wirawan: Rangda dan Pakem Sakral

Penulis: AA Seri Kusniarti
Editor: Widyartha Suryawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi ngurek - Analisis Komang 'Gases' Indra Wirawan: Rangda dan Pakem Sakral

Maka di sinilah kita (penari) harus mawas diri, dan melindungi diri dengan baik serta nunas ica kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Jangan sampai teledor.

Selain faktor niskala, faktor sekala yakni keamanan diri juga harus sangat diperhatikan. Caranya adalah dengan melengkapi diri dengan pakaian yang tepat dan benar.

Apalagi kalau tipikal tarian matebekan, harus menyiapkan segala sarana yang diperlukan dan memadai.

Beda dengan rangda yang hanya demontrasi biasa saja.

Adanya ritual ngunying atau ngurek, dalam tarian rangda adalah identik dengan bhuta kala, dan Dewi Durga.

Matebekan itu filosofinya adalah nyomiang bhuta kala.

Sebab ada beberapa cara untuk membuat bhuta kala tentram dan damai, sehingga tidak ngrebeda di dunia.

Somia itu bisa dengan air, api, dan keris ketika ngunying.

Fungsinya untuk pangruwatan atau panyudamala. Membersihkan bhuana alit (diri manusia) dan bhuana agung (alam semesta). 

Ilustrasi kerauhan. (Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin)

Sehingga tajamnya keris, adalah menajamkan pikiran pada diri manusia agar terpusat dan terkendali dari Sad Ripu menjadi Sad Guna.

Tertusuk Keris, Sang Penari Rangda Berusia 16 Tahun Tewas di Denpasar Bali

Kemudian membuat alam semesta menjadi damai dan tentram.

Istilah rangda dalam keyakinan masyarakat Bali adalah merujuk kepada Dewi Durga saktinya Dewa Siwa.

Tarian rangda biasanya dibawakan dengan barong, kedua ini sebagai simbol rwa bineda. Dualitas yang berbeda namun satu-kesatuan, sebagai simbol ibu dan bapak, siang dan malam, serta dharma melawan adharma. 

Banten itu kemudian simbol penegas, bahwa apapun kegiatan di dalam tarian itu bersifat sakral. Tentunya sesuatu yang sakral dilakukan di tempat dan ruang yang benar.

Apalagi rangda identik dengan kesaktian yaitu Dewi Durga itu sendiri dan identik pangiwa (ilmu kiri).

Intinya penari rangda ataupun penari tarian sakral lainnya, tetap membekali diri dengan baik dan instrospeksi diri serta down to earth.

Tidak ada yang hebat dan mahakuasa selain Tuhan Yang Maha Esa. (*)

Berita Terkini